Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Tak Ada Wilayah di Indonesia yang Bisa Dikategorikan Aman dari Jangkauan Teroris 

Hinca mengapresiasi kinerja Densus 88 tersebut. Hanya saja, dia meminta agar mereka tak jumawa dan terus bersiaga menjaga Indonesia.

Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Tak Ada Wilayah di Indonesia yang Bisa Dikategorikan Aman dari Jangkauan Teroris 
Tribun Lampung/Joviter Muhammad
Tim Densus 88 Antiteror Mabes Polri kembali mengamankan seorang terduga teroris kelompok Jamaah Islamiyah di Bandar Lampung. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tidak ada wilayah yang bisa dikategorikan aman dari jangkauan para teroris. Itulah pemikiran anggota Komisi III DPR RI Fraksi Partai Demokrat Hinca Pandjaitan ketika mengetahui banyaknya terduga teroris diamankan Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri di berbagai lokasi di Tanah Air beberapa waktu belakangan. 

"Yang menjadi perhatian saya bahwa tidak ada wilayah yang bisa dikategorikan aman dari jangkauan para teroris. Mereka bisa saja berdomisili dan menjalani kehidupan di kota besar, namun bisa pula mengurung diri di wilayah desa-desa terpencil," kata Hinca, kepada Tribunnetwork, Kamis (23/12/2021).

Hinca mengapresiasi kinerja Densus 88 tersebut. Hanya saja, dia meminta agar mereka tak jumawa dan terus bersiaga menjaga Indonesia.

Sebab dalam memorinya, sepanjang tahun 2021 terdapat sejumlah aksi teror yang membuat Indonesia sempat berguncang. Seperti aksi pengeboman di Makassar dan teror di Mabes Polri.

Untuk itu, Hinca menekankan pentingnya bagi Densus 88 dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) untuk melakukan tindakan-tindakan yang dianggap perlu dalam mencegah terjadinya aksi teror, seperti pemetaan wilayah rawan teror.

Baca juga: Polri Ungkap Peran Para Terduga Teroris yang Diamankan di Kalteng, Kalsel dan Jawa Tengah

"Saya sejak beberapa tahun lalu sudah sering menyinggung soal pemetaan wilayah rawan radikal terorisme, saya menagihnya kepada BNPT dalam beberapa rapat di Komisi III DPR RI," katanya.

Desakan Hinca merujuk pada pernyataan eks terpidana kasus terorisme Bom Bali Ali Imron yang menyatakan peta terorisme di Indonesia itu paling mengerikan.

BERITA REKOMENDASI

Apalagi pada tahun 2016, lanjutnya, BNPT pernah mengeluarkan penelitian bahwa setidak-tidaknya ada 1 persen penduduk Indonesia alias 2,7 juta orang terlibat dalam serangkaian serangan teror.

"Bahaya sekali kalau pemerintah tidak peka terhadap hal-hal penting seperti ini. Disaat sejumlah negara lain, terutama Eropa Barat dan Amerika Serikat gencar melakukan terobosan dalam melakukan pemberantasan terorisme, kita jangan sampai tertinggal terlalu jauh," jelas Hinca. 

Berdasarkan catatan Hinca, pada tahun ini Uni Eropa membuat aturan baru menyoal konten daring yang dianggap bermuatan teroris dapat dihapus hanya dalam waktu satu jam saja.

Hal ini guna mencegah para teroris untuk menyalahgunakan internet dalam perekrutan online, menghasut serangan dan mengagungkan kejahatan.

Dia mengharapkan hal serupa dapat diterapkan di Indonesia. 

"Dalam beberapa waktu ke depan, negara-negara Uni Eropa harus mulai memasukan peraturan tersebut ke dalam Undang-Undang Nasional mereka. Jadi siaga itu mutlak," ucapnya. 

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh melihat penangkapan para terduga teroris ini sebagai bentuk keseriusan dan profesionalitas Densus 88 dalam melakukan preemptive strike yang berarti melumpuhkan jaringan sebelum terjadinya aksi teror. 

Aksi serentak di beberapa wilayah bahkan kota yang sebelumnya belum pernah terjadi, kata Pangeran, memberi petunjuk bahwa jaringan terorisme telah tercovered dengan baik oleh Densus 88.

"Artinya pemetaan jaringan dan pola perekrutan personil terorisme telah terdeteksi secara prima oleh Densus 88, sehingga potensi aksi terorisme tidak terjadi. Ini poin utama dari prestasi Densus 88 yang mesti kita hargai dan apresiasi," ucap Pangeran. 

Baca juga: Penangkapan Terduga Teroris Bentuk Profesionalitas Densus 88 Melumpuhkan Jaringan Sebelum Aksi Teror

Namun, dia mengharapkan aksi penangkapan para terduga teroris ini tidak dikaitkan seolah ada eskalasi berbahaya menjelang peringatan hari keagamaan tertentu.

Politikus PAN itu menyatakan kekhawatiran tersebut wajar saja menjadi catatan khusus bagi Densus 88 untuk menjawabnya, walaupun Pangeran sendiri menilai aksi penangkapan para terduga terorisme ini memang kebetulan saja di saat menjelang hari Natal dan Tahun Baru. 

Selain itu, Pangeran menilai Densus 88 seharusnya telah menetapkan Penguatan aspek pembinaan yang dibarengi pelepasan bagi terduga teroris yang tidak memenuhi kriteria ancaman sebagai prioritas utama. 

"Karena itu juga, perlu dilibatkan secara intens tenaga dai dan tenaga intelektual dalam upaya pembinaan, tidak saja terhadap terduga teroris, tetapi juga di kantong-kantong khusus yang rawan terhadap penyusupan doktrin terorisme ini," pungkasnya. (Tribunnetwork/Vincentius Jyestha) 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas