KPK Ingatkan Kepala Daerah untuk Menghindari Potensi Benturan Kepentingan & Penyalahgunaan Wewenang
Jenis konflik kepentingan yang sering terjadi di lingkungan eksekutif seperti pemerintah daerah, yakni penerimaan gratifikasi atas suatu keputusan.
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Dewi Agustina
Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan kepada seluruh kepala daerah untuk selalu menghindari potensi benturan kepentingan dan penyalahgunaan wewenang dalam proses pengadaan barang dan jasa maupun lelang jabatan.
Pelaksana tugas Juru Bicara Bidang Pencegahan KPK Ipi Maryati Kuding mengatakan, imbauan ini disampaikan menyusul kasus tangkap tangan yang dilakukan KPK terhadap Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi.
Bang Pepen sapaan akrab Rahmat Effendi diduga telah melakukan intervensi dalam proyek pengadaan lahan, pemotongan terkait pengisian jabatan dan tenaga kerja kontrak di lingkungan Pemkot Bekasi.
"Dari studi yang dilakukan KPK tentang Konflik Kepentingan, salah satu faktor pendorong atau penyebab terjadinya tindak pidana korupsi oleh penyelenggara negara adalah konflik kepentingan (conflict of interest)," kata Ipi dalam keterangan tertulisnya, Senin (10/1/2022).
Adapun konflik kepentingan yang dimaksud yakni, situasi di mana penyelenggara negara yang memiliki kekuasaan dan kewenangan berdasarkan peraturan perundang-undangan memiliki kepentingan pribadi atas penggunaan setiap wewenang yang dimilikinya.
Sehingga akhirnya, hal itu dapat mempengaruhi kualitas dan kinerja yang seharusnya tidak dilakukan akan tetapi mau tak mau dilakukan.
Ipi membeberkan bentuk dan jenis konflik kepentingan yang sering terjadi di lingkungan eksekutif seperti pemerintah daerah, yakni penerimaan gratifikasi atas suatu keputusan atau jabatan, proses pemberian izin yang mengandung unsur ketidakadilan atau melanggar hukum.
Baca juga: Mantan Ketua LPD Ungasan Ditetapkan Tersangka Korupsi, Rugikan Negara Rp 28 Miliar
Tak hanya itu, lanjut Ipi, proses pengangkatan atau mutasi atau rotasi pegawai, hingga pemilihan rekanan kerja atau penyedia barang dan jasa pemerintah berdasarkan kedekatan atau balas jasa atau pengaruh dari penyelenggara negara juga merupakan bentuk dan jenis konflik kepentingan.
Dia menjelaskan, situasi tersebut juga bisa terjadi dalam pelaksanaan tugas di lingkungan kekuasaan lainnya.
"Karenanya, salah satu rekomendasi KPK berdasarkan studi tersebut adalah agar instansi melakukan pengelolaan penanganan konflik kepentingan melalui perbaikan nilai, sistem, termasuk kepada pribadi dan pembangunan budaya instansi," ucapnya.
Lebih lanjut kata Ipi, KPK dalam upaya perbaikan sistem juga telah mendorong penguatan tata kelola pemerintah daerah yang baik melalui Monitoring Center for Prevention (MCP).
Di mana, satu dari delapan fokus area penguatan tata kelola tersebut yakni dari sektor manajemen aparatur sipil negara (ASN) dan pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Atas hal itu, lembaga antirasuah kata Ipi, meminta agar kepala daerah berkomitmen dan serius melakukan langkah-langkah perbaikan tata kelola pemerintahan sebagai upaya pencegahan korupsi.
"Keberhasilan setiap daerah dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi sangat tergantung pada komitmen kepala daerah untuk menerapkan prinsip-prinsip good governance serta menjauhi benturan kepentingan dan penyalahgunaan wewenang," ujarnya.