Kejagung Ungkap Alasan Belum Periksa Eks Menhan Ryamizard Terkait Kasus Pengadaan Satelit di Kemhan
Kejagung belum berniat memanggil Eks Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu terkait kasus dugaan korupsi pengadaan satelit di Kemhan.
Penulis: Reza Deni
Editor: Adi Suhendi
Hasilnya, kata dia, ditemukan terjadi dugaan pelanggaran ketentuan peraturan perundang-undangan yang kemudian merugikan keuangan negara dan berpotensi akan terus merugikan keuangan negara.
Contohnya, lanjut dia, Pemerintah Indonesia telah membayar gugatan Avanti sebesar Rp 515 miliar, berdasarkan putusan Arbitrase di London pada tahun 2019.
Baca juga: Negara Rugi Rp819 Miliar, Mahfud MD dan Kejagung Tindak Lanjuti Proyek Satelit Kemhan
Selain itu, kata dia, pada tahun 2021 Pemerintah Indonesia menerima tagihan lagi sebesar 21 juta USD berdasarkan putusan Arbitrase Singapura atas gugatan Navayo.
Untuk itu, ia menghargai pendapat yang disuarakan oleh berbagai pihak dengan segala pro dan kontranya.
Ia mengajak semua pihak mengikuti proses hukum yang kini sedang bergulir terkait kasus tersebut.
"Pemerintah telah dan akan tetap melakukan upaya-upaya maksimal untuk menyelamatkan satelit orbit ini, untuk kepentingan pertahanan negara," kata Mahfud.
Negara Rugi Rp 819 Miliar
Sebelumnya Mahfud MD membenarkan bahwa saat ini pihaknya dan Kejaksaan Agung sedang menindaklanjuti kasus dugaan pelanggaran hukum di lingkungan Kementerian Pertahanan (Kemhan).
Kasus ini terkait dengan kontrak sewa atau pengadaan satelit komunikasi pertahanan slot orbit 123 derajat Bujur Timur (BT).
Kontrak penyewaan tersebut menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 819 miliar.
Sehingga perlu adanya tindak lajut yang mendalam terkait kewajiban pembayaran ini.
"Kami melakukan penyelidikan dan penilaian terhadap beberapa informasi yang kami konfirmasikan."
"Yakni tentang adanya dugaaan pelanggaran hukum yang melibatkan kerugian negara atau berpotensi menyebabkan kerugian negara."
Baca juga: Jabatan Pangkostrad Masih Kosong, Panglima TNI: Hanya soal Waktu, Tinggal Tunggu Wanjakti
"Padahal kewajiban itu lahir dari sesuatu yang secara prosedural salah dan melanggar hukum."