Bacakan Pleidoi, Kubu Angin Prayitno Nyatakan JPU Gagal Buktikan Aliran Uang Suap
Pengadilan Tipikor Jakarta melanjutkan sidang dugaan suap pengurusan nilai pajak sejumlah perusahaan terdakwa Angin Prayitno Aji
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
Laporan wartawan tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta melanjutkan sidang dugaan suap pengurusan nilai pajak sejumlah perusahaan, dengan agenda pembacaan pleidoi atau nota pembelaan terdakwa mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Angin Prayitno Aji, Selasa (18/1/2022) malam.
Angin menyebut jaksa penuntut umum (JPU) KPK gagal membuktikan dakwaan dan tuntutan terhadap dirinya. Pernyataan Angin tersebut disampaikan oleh Kuasa Hukumnya, Syaefullah Hamid.
"Bahwa penuntut umum tidak dapat membuktikan dakwaan dan tuntutannya terkait penerimaan uang dari PT. GMP, PT. Bank Pan Indonesia dan PT. Jhonlin Baratama," kata Syaefullah dalam pleidoinya.
Baca juga: PN Jakarta Timur Akan Kembali Gelar Sidang Dugaan Terorisme Atas Terdakwa Munarman
Menurutnya dugaan jaksa atas penerimaan uang dari PT. GMP, melalui Yulmanizar yang menukar uang sebesar Rp13,8 miliar ke valuta asing berupa dolar Singapura sekitar Januari - Februari 2018 tidak terbukti.
Pasalnya berdasarkan catatan elektronik Money changer Dolarasia, Yulmanizar tidak pernah menukar mata uang rupiah sebesar Rp13,8 miliar.
"Fakta ini dikuatkan dengan keterangan saksi Rianhur Sinurat yang mengatakan bahwa Yulmanizar yang menggunakan nama Deden Suhendar tidak pernah menukar uang sebesar Rp10 miliar ke atas dalam satu waktu," ungkapnya.
Terlebih kata dia, ada yang janggal bila jaksa mengaitkan kedatangan Veronika Lindawati selaku kuasa wajib pajak sekaligus orang kepercayaan Bos Bank Panin, Mu'min Ali Gunawan pada 24 Juli 2018 untuk negosiasi pajak.
Baca juga: Angin Prayitno Menangis Dalam Persidangan, Mengaku Tak Korupsi dan Loyal Kerja di Ditjen Pajak
Sebab nilai pajak sudah ditetapkan sehari sebelum peristiwa itu, yakni 23 Juli 2018. Sehingga pertanyaan yang muncul adalah bagaimana mungkin Veronika datang dengna tujuan menegosiasikan nilai pajak yang telah ditetapkan dan diterbitkan sebelum kedatangannya tersebut.
"Sangat janggal jika penetapan SPHP tanggal 23 Juli 2018 adalah tindak lanjut dari kedatangan Veronika pada tanggal 24 Juli 2018," ungkap Syaefullah.
Dalam pleidoinya, kubu Angin juga menyangkal soal penerimaan uang dari PT. Bank Pan Indonesia yang juga tidak terbukti.
Sebelumnya Angin disebut menerima uang Rp5 miliar pada 15 Oktober 2018 dalam pertemuan yang dihadiri Wawan Ridwan dan Alfred Simanjuntak.
Berdasarkan kesaksian Yulmanizar, jaksa kata Syaefullah beranggapan Veronika Lindawati telah menyerahkan uang Rp5 miliar kepada Wawan Ridwan yang kemudian diteruskan ke Angin.
"Namun, melalui bukti Form Penerimaan Tamu tanggal 15 Oktober 2018 yang ditandatangani oleh Yulmanizar dalam kolom Pegawai yang Ditemui. Hal ini membuktikan bahwa Yulmanizar yang menghadiri pertemuan tersebut," ujarnya.
"Fakta hukum ini diperkuat dengan keterangan Veronika Lindawati bahwa Yulmanizar dan febrianlah yang menghadiri pertemuan tersebut, sedangkan Wawan Ridwan dan Alfred Simanjuntak tidak mengikuti pertemuan tersebut," lanjut dia.
Atas hal ini, Syaefullah mengklaim dua fakta sanggahan tersebut membuktikan bahwa Wawan tidak menghadiri pertemuan . Alhasil, Syaefullah menganggap mustahil bila Wawan Ridwan meneruskan uang tersebut ke Angin.
Tuduhan lain yang dibantah kubu Angin yakni soal penerimaan dari PT. Jhonlin Baratama (JB). Sebab pada saat pemeriksaan, Angin tidak menjabat lagi sebagai Direktur Pemeriksaan dan Penagihan.
"Sehingga mustahil Angin mencampuri pemeriksaan PT. JB. Selain itu, Yulmanizar juga mencabut keterangan terkait dengan keterlibatan Angin dalam pemeriksaan PT. JB dan penerimaan uang dari PT. JB," kata Syaefullah.
Sementara di sisi lain, Syaefullah juga mengatakan bahwa Angin tak pernah bertemu dengan tim pemeriksa untuk mencampuri pemeriksaan pajak. Bahkan Angin menyatakan tak kenal dan tidak pernah bertemu dengan tim pemeriksa.
"Angin juga tidak pernah memerintahkan penerimaan uang dari Wajib Pajak baik langsung maupun tidak langsung. Seluruh fakta hukum ini terungkap di persidangan berdasarkan keterangan para saksi yang dihadirkan oleh Penuntut Umum," ucapnya.
Tuntutan Jaksa Penuntut Umum
Pejabat Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Angin Prayitno Aji bersama terdakwa lainnya, Dadan Ramdhani, dituntut hukuman penjara berbeda terkait kasus suap Rp57 miliar.
Angin selaku mantan Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Ditjen Pajak, dijatuhi pidana 9 tahun penjara dan denda sebesar Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Sementara Dadan, selaku mantan Kepala Subdirektorat Pemeriksaan Ditjen Pajak, dituntut pidana 6 tahun penjara dan denda Rp350 juta subsider 5 bulan kurungan.
Jaksa juga menuntut keduanya membayar uang pengganti Rp3.375.000.000 dan SGD 1.095.000, dengan perhitungan nilai tukar rupiah pada tahun 2019.