Sudah 2 Kali DPR Mengusir Mitra Kerjanya dari Ruang Rapat, Pengamat: Orang Stres Mudah Marah
Terbaru, Sekjen Kemensos diusir oleh Komisi VIII DPR karena dianggap bermasalah dalam hal komunikasi dengan AKD tersebut.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menyoroti situasi parlemen yang jauh dari kata tenang dalam beberapa waktu terakhir.
Pernyataannya merujuk pada aksi wakil rakyat yang kedapatan dua kali mengusir mitra kerja yang datang memenuhi undangan DPR RI.
Yang pertama terjadi saat Komisi III melakukan pengusiran terhadap Komisioner Komnas Perempuan karena terlambat menghadiri rapat.
Terbaru, Sekjen Kemensos diusir oleh Komisi VIII DPR karena dianggap bermasalah dalam hal komunikasi dengan AKD tersebut.
"Dua peristiwa di atas sama-sama mengekspresikan kemarahan yang seperti tak bisa dikendalikan atau dikompromikan. Kemarahan yang sama juga terlihat pada kasus Arteria yang emosi lantaran seorang jaksa menggunakan Bahasa Sunda dalam rapat," ujar Lucius kepada wartawan, Kamis (20/1/2022).
Baca juga: Sekjen Kemensos Diusir saat Rapat dengan Komisi VIII DPR, Risma Minta Maaf: Tidak Ada Salah Kopral
Dikatakan Lucius, kasus-kasus tersebut membuat DPR terlihat mengawali tahun 2022 dengan semangat yang emosional.
Dia sendiri menduga ekspresi-ekspresi anggota DPR yang emosional hingga mengusir mitra kerja dari ruangan muncul dari kondisi ketidakberdayaan DPR dalam melaksanakan fungsi-fungsi khususnya fungsi pengawasan.
"Ketakberdayaan itu terlihat jelas dari penilaian Formappi yang melihat DPR periode ini cenderung menjadi stempel pemerintah. Penilaian ini bukan tanpa sebab. Dan DPR sendiri nampaknya merasakan betul kondisi lembaga yang lemah di hadapan pemerintah itu," katanya.
"Ketakberdayaan DPR dalam melaksanakan fungsi pengawasan membuat kekuasaan mereka yang besar jadi sia-sia. Kekuasaan besar jika tak berfungsi hampir pasti mengganggu emosi hingga memunculkan stres atau frustrasi. Orang yang stres dengan mudah bisa marah-marah," imbuhnya.
Alasan-alasan itulah yang diprediksi Lucius menjadi dasar dari banyaknya kasus DPR marah dan mengusir mitra kerjanya.
Namun dia tak membenarkan jika ekspresi marah hingga pengusiran itu dilakukan demi memperlihatkan wajah DPR yang tegas dan penuh kekuasaan.
"Tak ada alasan mendasar yang bisa diterima dari tindakan pengusiran itu. Komisi III mengusir Komnas Perempuan hanya karena terlambat dan tidak meminta izin untuk masuk. Alasan yang disampaikan Komnas dicuekin saja. Ya Komisi III memang tak perlu alasan Komnas, karena mereka hanya mau perlihatkan saja kekuasaan besar DPR yang nyatanya tumpul di hadapan pemerintah. Maka pengusiran hanya sekedar untuk terlihat masih punya kuasa besar itu. Alasan serasional apapun tak akan bisa menahan emosi kemarahan itu karena hanya dengan begitu DPR bisa menunjukkan masih punya kuasa terhadap pemerintah," jelasnya.
Hal yang serupa juga terjadi saat pengusiran terhadap Sekjen Kemensos terjadi.
Apabila persoalan komunikasi Sekjen Kemensos yang bermasalah, dia mempertanyakan apakah komunikasi Komisi VIII yang mengusirnya tak lebih bermasalah.
"Jadi alasan bisa dibikin-bikin saja. Tersinggung sedikit langsung usir. Padahal kalau masalah di komunikasi, maka selesaikan dengan komunikasi yang baik. Dan komunikasi yang baik bukan dengan mengusir Sekjen tetapi mengajaknya berkomunikasi yang baik menurut versi DPR itu," jelasnya.
Lucius menarik kesimpulan bahwa alasan menjadi tidak penting bagi DPR.
Yang terpenting bagi wakil rakyat, menurutnya adalah bisa mengekspresikan diri sebagai lembaga yang penuh kuasa atas pemerintah dan karenanya kesalahan kecil saja sudah harus sampai mengusir.
"Ekspresi yang terlihat arogan dari DPR ini sesungguhnya mau mengungkapkan lemahnya DPR yang semestinya punya kekuasaan yang sangat besar. Hidup dalam realitas yang paradoks antara kekuasaan yang besar secara teori dan fakta kelumpuhan mereka atas Pemerintah menjadikan pejabat-pejabat sekelas sekjen atau Komnas jadi sasaran empuk anggota DPR untuk sekedar pamer," pungkasnya.