KPK Imbau Ivana Kwelju Tersangka Korupsi di Buru Selatan Kooperatif
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengimbau Ivana Kwelju (IK) kooperatif ketika nanti dipanggil tim penyidik.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengimbau Ivana Kwelju (IK) kooperatif ketika nanti dipanggil tim penyidik.
Ivana merupakan tersangka kasus dugaan suap, gratifikasi, dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Buru Selatan, Maluku tahun 2011-2016.
Dia ditetapkan sebagai tersangka bersama eks Bupati Buru Selatan Tagop Sudarsono Soulisa (TSS) dan Johny Rynhard Kasman (JRK).
Namun, baru Tagop dan Johny yang ditahan KPK.
"KPK menghimbau tersangka IK untuk kooperatif hadir memenuhi panggilan tim penyidik yang akan segera disampaikan," kata Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar saat jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (26/1/2022).
Sementara bagi Tagop dan Johny sudah dilakukan penahanan selama 20 hari pertama, dimulai sejak 26 Januari 2022 hingga 14 Februari 2022.
Tagop ditahan di Rutan Polres Jakarta Timur, sedangkan Johny ditahan di Rutan Polres Jakarta Pusat.
Baca juga: KPK Tetapkan Eks Bupati Buru Selatan Jadi Tersangka Suap, Gratifikasi, dan TPPU Proyek Jalan
Dalam konstruksi perkara, dijelaskan Lili, Tagop yang menjabat selaku Bupati Kabupaten Buru Selatan periode 2011-2016 dan periode 2016-2021, diduga sejak awal menjabat telah memberikan atensi lebih untuk berbagai proyek pada dinas PUPR Kabupaten Buru Selatan, di antaranya dengan mengundang secara khusus Kepala Dinas dan Kabid Bina Marga untuk mengetahui daftar dan nilai anggaran paket setiap pekerjaan proyek.
Atas informasi tersebut, Tagop kemudian merekomendasi dan menentukan secara sepihak, pihak rekanan mana saja yang bisa dimenangkan untuk mengerjakan proyek, baik yang melalui proses lelang maupun penunjukkan langsung.
"Dari penentuan para rekanan ini, diduga tersangka TSS meminta sejumlah uang dalam bentuk fee dengan nilai 7 % sampai dengan 10 % dari nilai kontrak pekerjaan," kata Lili.
Baca juga: Komentar Ketua KPK Firli Bahuri Soal Temuan Kerangkeng di Rumah Bupati Langkat
"Khusus untuk proyek yang sumber dananya dari Dana Alokasi Khusus(DAK) ditentukan besaran fee masih di antara 7 % sampai dengan 10 % ditambah 8 % dari nilai kontrak pekerjaan," imbuhnya.
Lili memerinci, adapun proyek-proyek tersebut di antaranya, pembangunan jalan dalam kota Namrole tahun 2015 dengan nilai proyek sebesar Rp 3,1 miliar; peningkatan jalan dalam kota Namrole (hotmix) dengan nilai proyek Rp 14,2 miliar; peningkatan jalan ruas Wamsisi-Sp Namrole Modan Mohe (hotmix) dengan nilai proyek Rp 14,2 miliar; dan peningkatan jalan ruas Waemulang-Biloro dengan nilai proyek Rp 21,4 miliar.
Atas penerimaan sejumlah fee tersebut, kata Lili, Tagop diduga menggunakan orang kepercayaannya yaitu Johny Rynhard Kasman untuk menerima sejumlah uang menggunakan rekening bank miliknya dan untuk berikutnya di transfer ke rekening bank milik Tagop.
Diduga nilai fee yang diterima oleh Tagop sekitar sejumlah Rp10 miliar yang di antaranya diberikan oleh Ivana Kwelju karena dipilih untuk mengerjakan salah satu proyek pekerjaan yang anggarannya bersumber dari dana DAK Tahun 2015.
"Penerimaan uang Rp10 miliar dimaksud, diduga tersangka TSS membeli sejumlah aset dengan menggunakan nama pihak-pihak lain dengan maksud untuk menyamarkan asal-usul uang yang diterima dari para rekanan kontraktor," kata Lili.
Baca juga: Ketua KPK Bantah Tudingan Demokrat: Tak Ada Perkara yang Disembunyikan, Semua Transparan
Atas perbuatannya, Ivana sebagai pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara, Tagop dan Johny disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP dan Pasal 3 dan atau 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.