KPK Tetapkan Eks Bupati Buru Selatan Jadi Tersangka Suap, Gratifikasi, dan TPPU Proyek Jalan
KPK menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan suap, gratifikasi, dan TPPU terkait pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Buru Selatan, Maluku
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan suap, gratifikasi, dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Buru Selatan, Maluku tahun 2011-2016.
Tiga orang yang dijadikan tersangka adalah Bupati Kabupaten Buru Selatan periode 2011-2016 dan periode 2016-2021, Tagop Sudarsono Soulisa (TSS); serta dua unsur swasta bernama Johny Rynhard Kasman (JRK) dan Ivana Kwelju (IK).
"Setelah dilakukan pengumpulan informasi dan data yang kemudian ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup, KPK melakukan penyelidikan dan meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan, dengan mengumumkan tersangka," ucap Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar saat jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (26/1/2022).
Lili pun menjelaskan konstruksi perkara yang menjerat Tagop Sudarsono Soulisa.
Tagop yang menjabat selaku Bupati Kabupaten Buru Selatan periode 2011-2016 dan periode 2016-2021, diduga sejak awal menjabat telah memberikan atensi lebih untuk berbagai proyek pada dinas PUPR Kabupaten Buru Selatan, di antaranya dengan mengundang secara khusus Kepala Dinas dan Kabid Bina Marga untuk mengetahui daftar dan nilai anggaran paket setiap pekerjaan proyek.
Baca juga: Ketua KPK Tegaskan Tidak Ada Lagi Istilah OTT dalam Menjerat Koruptor
Atas informasi tersebut, Tagop kemudian merekomendasi dan menentukan secara sepihak, pihak rekanan mana saja yang bisa dimenangkan untuk mengerjakan proyek, baik yang melalui proses lelang maupun penunjukkan langsung.
"Dari penentuan para rekanan ini, diduga tersangka TSS meminta sejumlah uang dalam bentuk fee dengan nilai 7 % sampai dengan 10 % dari nilai kontrak pekerjaan," kata Lili.
"Khusus untuk proyek yang sumber dananya dari Dana Alokasi Khusus (DAK) ditentukan besaran fee masih di antara 7 % sampai dengan 10 % ditambah 8% dari nilai kontrak pekerjaan," imbuhnya.
Lili memerinci, adapun proyek-proyek tersebut di antaranya, pembangunan jalan dalam kota Namrole tahun 2015 dengan nilai proyek sebesar Rp 3,1 miliar; peningkatan jalan dalam kota Namrole (hotmix) dengan nilai proyek Rp 14,2 miliar; peningkatan jalan ruas Wamsisi-Sp Namrole Modan Mohe (hotmix) dengan nilai proyek Rp 14,2 miliar; dan peningkatan jalan ruas Waemulang-Biloro dengan nilai proyek Rp 21,4 miliar.
Baca juga: KPK: Uang Rp200 Juta dari Pepen ke Ketua DPRD Bekasi Bakal Ditindaklanjuti
Atas penerimaan sejumlah fee tersebut, kata Lili, Tagop diduga menggunakan orang kepercayaannya yaitu Johny Rynhard Kasman untuk menerima sejumlah uang menggunakan rekening bank miliknya dan untuk berikutnya ditransfer ke rekening bank milik Tagop.
Diduga nilai fee yang diterima Tagop sekitar Rp 10 miliar yang di antaranya diberikan Ivana Kwelju karena dipilih untuk mengerjakan salah satu proyek pekerjaan yang anggarannya bersumber dari dana DAK Tahun 2015.
"Penerimaan uang Rp 10 miliar dimaksud, diduga tersangka TSS membeli sejumlah aset dengan menggunakan nama pihak-pihak lain dengan maksud untuk menyamarkan asal-usul uang yang diterima dari para rekanan kontraktor," kata Lili.
Baca juga: Firli Bahuri: KPK Tidak Akan Menggunakan Istilah OTT Lagi Dalam Menjerat Pelaku Korupsi
Atas perbuatannya, Ivana sebagai pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara, Tagop dan Johny disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP dan Pasal 3 dan atau 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.