Perjanjian Ekstradisi Bukti Jokowi Perangi Korupsi dan Dapat Membantu Penanganan Kasus BLBI
Perjanjian ekstradisi tersebut dapat dikatakan sebagai bukti Presiden Joko Widodo memerangi korupsi di Tanah Air.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia dengan Singapura akhirnya meneken Perjanjian Ekstradisi di Bintan, Kepulauan Riau, Selasa (25/1).
Perjanjian yang ditandatangani Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly itu menekankan pada pencegahan dan pemberantasan tindak pidana yang bersifat lintas batas negara seperti korupsi, narkotika, dan terorisme.
Langkah pemerintah ini mendapatkan respon positif dari para wakil rakyat.
Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Golkar Andi Rio Idris Padjalangi menilai perjanjian ekstradisi tersebut dapat dikatakan sebagai bukti Presiden Joko Widodo memerangi korupsi di Tanah Air.
Sebab selama ini diketahui, buronan korupsi kerap melarikan diri ke Singapura.
"Ini merupakan bukti nyata dan langkah maju Presiden Jokowi dalam memerangi Korupsi. Nantinya para koruptor tidak mudah lari dan bersembunyi di Singapura. Koruptor akan mudah diadili, ditemukan dan dibawa ke tanah air karena telah terjalin perjanjian ekstradisi tersebut," ujar Andi Rio, ketika dihubungi Tribunnetwork, Rabu (26/1).
Baca juga: Ketua KPK Gembira Indonesia Teken Perjanjian Ekstradisi dengan Singapura
Baca juga: KPAU Nilai Surat Panggilan Bareskrim Polri untuk Edy Mulyadi Terkesan Dadakan dan Dipaksakan
Meski yakin bahwa perjanjian ini banyak membawa manfaat bagi Indonesia ke depannya, Andi tetap mewanti-wanti agar perangkat hukum yang menangani harus teruji kredibilitas dan integritasnya.
"Perangkat Hukum harus dapat selaras dengan harapan dan keinginan Presiden Jokowi. Perangkat Hukum harus dapat mewujudkan keinginan Presiden Jokowi dengan menyatukan persepsi dan definisi ketentuan hukum pidana antara Indonesia dan Singapura," katanya.
Sedangkan Anggota Komisi III DPR Fraksi Demokrat Didik Mukrianto memandang perjanjian ekstradisi ini dapat memberikan payung hukum dan kepastian, serta menjadi instrumen progresif bagi Indonesia dalam melakukan penindakan kejahatan.
Hanya saja, Didik meminta agar perjanjian tersebut tidak dijadikan satu paket dengan perjanjian lainnya.
Dengan demikian diharapkan kepentingan nasional Indonesia tidak akan dirugikan.
"Secara umum perjanjian ekstradisi ini harus dipastikan tidak satu paket dengan perjanjian lain, seperti FIR dan Defence Cooperation Agreement atau Kesepakatan Kerja Sama Pertahanan jika keberadaannya bisa merugikan kepentingan Indonesia," kata Didik.
"Untuk itu, pada akhirnya pada saat proses ratifikasi di DPR, para wakil rakyat harus melihat secara utuh dan komprehensif agar tidak ada kepentingan nasional Indonesia yang dirugikan," imbuhnya.
Baca juga: Soal Ekstradisi RI-Singapura, KSP: Menaikkan Leverage Indonesia di mata Dunia
Baca juga: Klaster Covid-19 di PN Jakbar: 13 Pegawai Positif, Lockdown hingga Awal Februari, Seluruhnya OTG
Kolega Didik dan Andi, yakni Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Gerindra Habiburokhman lebih menyoroti agar pemerintah menindaklanjuti perjanjian ekstradisi ini dengan serius.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.