LPSK Temukan Tiga Dugaan Tindak Pidana Adanya Kerangkeng Manusia di Rumah Bupati Langkat
Hasto Atmojo mengatakan, setidaknya, ada tiga dugaan tindak pidana yang ditemukan oleh tim investigasi LPSK saat menyambangi langsung kediaman orang
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) telah menerjunkan tim ke Sumatera Utara untuk melakukan investigasi dan pendalaman terkait adanya kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat non aktif, Terbit Rencana Perangin Angin.
Pada investigasi yang dilakukan LPSK pekan lalu itu, hasilnya terdapat beberapa temuan yang mengarah akan adanya dugaan tindak pidana.
Ketua LPSK, Hasto Atmojo mengatakan, setidaknya, ada tiga dugaan tindak pidana yang ditemukan oleh tim investigasi LPSK saat menyambangi langsung kediaman orang nomor satu di Kabupaten Langkat tersebut.
"Untuk sementara LPSK berkesimpulan bahwa setidak-tidaknya ada dugaan tindak pidana dalam kasus penjara atau kerangkeng atau sel di rumah yg ada di Langkat. Paling tidak ada tiga tindak pidana," kata Hasto saat konferensi pers di Kantor LPSK, Jakarta Timur, Senin (31/1/2022).
Hasto membeberkan keseluruhan dugaan tindak pidana yang ditemui pihaknya itu. Pertama, kata dia ada dugaan menghilangkan kemerdekaan orang atau beberapa orang secara tidak sah.
Baca juga: LPSK Beberkan 17 Temuan Soal Kerangkeng Manusia di Rumah Bupati Langkat Terbit, Bikin Miris
Tindak pidana itu, kata Hasto, dilakukan oleh pihak yang tidak memiliki kewenangan untuk melakukan penghilangan kemerdekaan tersebut.
"Hal ini bisa kita sebut ini adalah penyekapan," ujar Hasto.
Kedua, kata dia, adanya dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Dugaan TPPO itu ada kaitannya dengan pemanfaatan tenaga para penghuni kerangkeng secara paksa untuk melakukan pekerjaan di kebun sawit atau perusahaan yang diduga dimiliki oleh Terbit Rencana Peranginangin.
"Berkaitan dengan adanya pendayagunaan orang-orang yang ada di dalam sel ini untuk melakukan pekerjaan-pekrjaan di kebun sawit atau perusahaan yang dimiliki oleh terduga pelaku secara paksa dan barangkali tidak memenuhi aturan di dalan ketenagakerjaan," katanya.
Ketiga, LPSK melihat adanya dugaan tindak pidana lokasi rehabilitasi ilegal. Kerangkeng manusia itu kata Hasto, dinilai merupakan panti rehabilitasi ilegal dan tidak memenuhi standar.
Sebab, Badan Narkotika Nasional (BNN) Kabupaten Langkat telah menyatakan kalaj tempat itu bukan merupakan panti rehabilitasi yang sah.
"Itu kan fasilitas yang ada di dalam kerangkeng ini tidak memenuhi standar baik sebagai penjara maupun pusat rehabilitasi," ucap Hasto.
Terlebih kata dia, kerangkeng manusia itu diisi oleh beberapa orang dan fasilitas sanitasi sangat buruk mengingat saat ini masih dalam kondisi pandemi Covid-19.
"Bahkan barangkali, apalagi di masa pandemi apakah layak menempatkan orang dalam satu ruangan yang penuh sesak dan apakah dipenuhi standar-standar oleh prosedur kesehatan. Ini bisa di dalami lebih lanjut," tukasnya.
Sebelumnya, ada 17 poin temuan yang dilakukan LPSK dalam investigasi yang diajukan pada kesempatan tersebut.
Baca juga: LPSK Bakal Lindungi Saksi dan Korban Kerangkeng Manusia di Rumah Bupati Langkat
Di mana beberapa temuan itu, di antara tidak ada aktivitas rehabilitasi, tempat tinggal tidak layak, pembatasan kunjungan, pembatasan beribadah, para pengungsi dipekerjakan tanpa upah di perusahaan sawit, hingga pembiaran yang terstruktur.