Bantah Pernyataan Jubir Menteri ATR/BPN, 2 Dokter di Malang Ini Sebut Tanahnya Tak Terkait Gono-gini
Gina justru mempertanyakan dasar dari penyataan stafsus tersebut. Terlebih, Gina mengaku belum pernah ditemui secara langsung olehnya.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, MALANG - Dua orang dokter bersaudara di Kota Malang diduga menjadi korban dugaan praktik mafia tanah.
Hingga kini polemik kasus tersebut belum menemui titik terang
Awal kasus ini mencuat ke publik bermula saat ketiga rumah milik kedua kakak adik bernama Galdys Adipranoto dan Gina Gratiana tiba-tiba ada dalam daftar lelang di website lelang.go.id milik Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL).
Sontak mereka mengaku heran lantaran keduanya tidak pernah merasa memiliki utang piutang.
Sertifikat asli kepemilikan atas tiga rumah tersebut pun masih aman tersimpan rapi di rumah.
Baca juga: Diduga Terlibat Kasus Mafia Tanah, Oknum Jaksa di Tapanuli Selatan Diperiksa Jamwas
"Kami tidak pernah memindahtangankan, menggadaikan, ataupun menjaminkan kepada siapa pun. Termasuk pihak perbankan atas ketiga sertifikat kami tersebut. Sertifikat asli kepemilikannya atas nama kami dan masih di tangan kami," kata Gina Gratiana saat dihubungi Kompas.com, Senin (7/2/2022) kemarin.
Gina juga membantah pernyataan Staf Khusus dan Juru Bicara Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Teulku Taufiqulhadi yang menyebut tiga rumah yang dilelang itu terkait dengan kasus harta gono gini keluarga.
"Apa yang disampaikan pihak Stafsus Menteri ATR/BPN ini sangat menyesatkan. Bagaimana bisa kami dikaitkan dengan persoalan yang tidak ada hubungannya dengan tiga aset kami yang dilelang secara ilegal ini," ujarnya.
Gina justru mempertanyakan dasar dari penyataan stafsus tersebut. Terlebih, Gina mengaku belum pernah ditemui secara langsung olehnya.
"Apakah stafsus punya dasar menyebut rumah saya ini masuk gono gini. Faktanya tidak demikian, dan statement itu harusnya dari pengadilan. Jadi ini pernyataan sepihak karena Saya pun tidak pernah ditemui atau bertemu dengan beliau," ucapnya.
Selain itu, Gina mengaku tidak kenal dengan pemohon lelang yang tertulis pada pengumuman lelang dengan nama Hendry Irawan dan Luciana Tanoyo.
"Kami sama sekali tidak punya hubungan, urusan bahkan kenal saja tidak dengan pemohon lelang yang tertulis di pengumuman lelang dengan nama Hendry Irawan dan Luciana Tanoyo. Bagaimana mungkin orang nggak kenal tapi bisa melelang rumah orang," tuturnya.
Gina meyakini kasusnya erat kaitannya dengan praktik mafia tanah. Karena itu, dia meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) serius memberantas kejahatan pertanahan yang telah merugikan banyak orang.
"Kami minta kehadiran negara untuk serius memberantas praktik mafia tanah dan melindungi masyarakatnya," ucap dia.
Baca juga: Basmi Mafia Tanah, Komisi II Minta Kementerian ATR/BPN Bekerja Sama dengan Aparat Penegak Hukum
Gina menegaskan, dirinya juga tidak segan menunjukkan kepada siapa pun, termasuk Presiden Jokowi atas kebenaran dan bukti-bukti kepemilikan rumahnya.
"Di sini cukup jelas dan tegas, kami membantah atas dasar apa pun bahwa persoalan lelang yang terjadi pada rumah yang kami tinggali sama sekali bukanlah atas sengketa persoalan mana pun," lanjut dia.
Penjelasan Jubir Kementerian ATR/BPN
Sebelumnya, Staf Khusus dan Juru Bicara Kementerian ATR/BPN Teuku Taufiqulhadi mengatakan, kasus yang dialami kedua dokter di Kota Malang itu bukan merupakan praktik mafia tanah.
Menurutnya, kasus tersebut menyangkut masalah harta gono-gini keluarga.
"Itu bukan persoalan madia tanah. Tidak ada hubungannya dengan mafia tanah. Kasus itu mengenai harta gono-gini keluarga," kata Taufiqulhadi, Kamis (3/2/2022) lalu.
Taufiqulhadi menjelaskan, awalnya ketiga rumah itu dibeli oleh orangtua dari kedua dokter tersebut.
Namun, pasca-perceraian, sang suami atau ayahnya meminta agar kekayaannya itu dibagi dua.
Karena tidak mendapatkan persetujuan dari mantan istrinya, maka dibawalah ke pengadilan.
"Jadi karena istri tak menyetujui, maka dibawalah ke pengadilan oleh sang suami, diminta di pengadilan agar tanah ini dilelang dan dijual agar hasilnya dibagi bersama antara suami dan istri," ujarnya.
Bahkan, Taufiqulhadi mengungkapkan, status kasus pembagian harta gono-gini itu pun sudah inkracht di pengadilan.
Artinya, ketiga rumah itu telah mendapatkan persetujuan dari Mahkamah Agung untuk dilelang.
"Di pengadilan itu sudah inkracht, kalau disebut inkracht itu ya sudah kasasi di Mahkamah Agung. Jadi sudah diputuskan untuk dilelang dan hasilnya dibagi bersama," tutur dia.
Namun demikian, meski telah mendapatkan persetujuan lelang dari pengadilan, kedua anaknya justru enggan memberikan sertifikat rumah tersebut.
Padahal, ketiga rumah itu telah dilelang sejak tahun 2020.
"Tapi karena istri tidak sertuju, sertifikat tanah itu tidak diberikan oleh kedua anaknya. Namun, sudah diumumkan di surat kabar bahwa hasil pengadilan seperti itu. Jadi adanya lelang itu merupakan upaya untuk melaksanakan perintah pengadilan," ucapnya.
"Jadi itu bukan persoalan mafia, dan sebelumnya sudah dilelang pada tahun 2020, tetapi mungkin tidak laku, jadi dilelang lagi," pungkas Taufiqulhadi.
Berita ini tayang di Kompas.com dengan judul: Dua Dokter di Kota Malang Bantah Tanahnya Terkait Gono-gini