Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Wamenkumham Jamin Aturan di RUU TPKS Tidak Tumpang Tindih Dengan Hukum Lainnya

Namun pemerintah menambahkan, sehingga ada sekitar 7 tindak pidana kekerasan seksual yang diatur dalam RUU TPKS.

Penulis: Larasati Dyah Utami
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Wamenkumham Jamin Aturan di RUU TPKS Tidak Tumpang Tindih Dengan Hukum Lainnya
Ilham Rian/Tribunnews.com
Prof. Dr. Edward Omar Sharif Hiariej, S.H., M.Hum Wakil Menteri Hukum dan HAM. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah mengumumkan bahwa Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) pada Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) telah rampung disusun.

Wakil Menteri Hukum dan HAM, Edward Omar Sharief Hiariej menjamin tidak terjadi tumpang tindih antara hukum yang ada dalam draft Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) dengan hukum acara lainnya.

Ia menjelaskan, dalam draft RUU TPKS dari DPR ada 5 bentuk tindak kekerasan seksual yang diatur.

Namun pemerintah menambahkan, sehingga ada sekitar 7 tindak pidana kekerasan seksual yang diatur dalam RUU TPKS.

Hal ini disampaikan Wamenhumham saat memberikan keterangan pers terkait Progres Penyusunan DIM RUU TPKS Oleh Pemerintah, hari Jumat (11/2/2021) di kantor Kementerian PPPA.

"Mulai kekerasan seksual dalam bentuk fisik, pelecehan seksual fisik, pelecehan seksual non fisik, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, ada pemaksaan perkawinan, ada juga perbudakan seksual dan penyiksaan seksual," ujarnya.

Baca juga: UPDATE RUU TPKS: DIM Sudah Ditandatangani, DPR akan Bahas saat Masa Reses

Dalam substansi, pemerintah menambahkan agar hukum acara dalam undang-undang ini juga diberlakukan untuk semua tindak pidana kekerasan seksual yang berada di luar undang-undang ini.

Berita Rekomendasi

Sehingga hukum acara dalam undang-undang ini juga meliputi pemerkosaan, aborsi, pencabulan, tindakan pidana perdagangan orang (TPPO), kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), dan lain sebagainya yang menyangkut kekerasan seksual.

"Ada ribuan kasus yang sering kita dengar di media, yang bisa kita jadikan perkara itu kurang dari 300 kasus. Secara presentase cuman 5 persen yang bisa dijadikan perkara. Artinya ada sesuatu yang salah dari hukum acara kita," kata Edward.

Kebanyakan aparat penegak hukum merasa tidak cukup bukti untuk menindak kasus kekerasan seksual, karena mereka akan berpedoman pada hukum acara yang ada.

Namun hukum acara yang ada, misalnya hukum acara di TPPO, hukum acara KDRT, hukum acara perlindungan anak, maupun KUHP terkadang itu tidak bisa memproses ribuan perkara yang berhubungan dengan TPKS.

Oleh karena itu, menurutnya perlu adanya undang-undang khusus terkait TPKS. 

"Hukum acara ini memang banyak menyimpang dari KUHP, yang tidak lain adalah dimaksudkan agar tidak ada lagi alasan untuk tidak memproses perkara atau TPKS yang terjadi," ujar Wamenhumham.

Edward memastikan penyusunan DIM dilakukan dengan seksama dan seteliti mungkin untuk menyandingkan aturan-aturan yang ada di aturan KUHP, UU Perlindungan Anak, UU TPPO, UU KDRT dalam RUU TPKS.

Sehingga apa yang sudah diatur dalam UU KUHP, apa yang sudah diatur dalam UU pemberantasan TPPO, apa yang sudah diatur dalam undang-undang perlindungan anak, apa yang sudah diatur dalam undang-undang KDRT itu tidak akan diatur dalam RUU TPKS tidak.

"Artinya saya menjamin 100 persen bahwa tidak akan terjadi tumpang tindih dengan UU lain. Jadi apa yang tidak diatur dalam UU yang ada, ada di RUU TPKS," ujarnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas