BPJS Watch: Kalau Tidak Setuju Aturan JHT, Gugat Dulu UU SJSN
BPJS Watch menilai Permenaker nomor 2 tahun 2022 tentang pencairan Jaminan Hari Tua (JHT) sudah sesuai dengan dengan Pasal 35 dan 37 Undang-Undang
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- BPJS Watch menilai Permenaker nomor 2 tahun 2022 tentang pencairan Jaminan Hari Tua (JHT) sudah sesuai dengan dengan Pasal 35 dan 37 Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) juncto PP nomor 46 tahun 2015.
"Jadi kalau tidak setuju gugat dulu UU SJSN ke MK Ibu Menaker sudah benar mengikuti UU SJSN dan PP 46," ujar Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar, dalam keterangannya, Sabtu (12/2/2022).
Timboel mengatakan, bahwa Permenaker yang baru ini sudah disetujui oleh serikat pekerja dan serikat buruh.
Selain itu, lanjut dia, ada Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).
"Bagi yang kena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dapat mengakses bantuan tunai, dan ini bisa menjadi pengganti JHT," tutur Timboel.
Menurut Timboel, Permenaker 2/2022 memastikan pekerja yang memasuki usia pensiun memiliki tabungan sehingga tidak jatuh ke jurang kemiskinan di masa tua.
Baca juga: Bakal Gugat Permenaker Soal JHT, KSPSI: Tidak Berpihak Pada Buruh
"Secara ekonomis, uang buruh di JHT diinvestasikan dengan imbal hasil lebih tinggi dari imbal hasil deposito biasa, dan jangan takut hilang karena sesuai UU BPJS uang buruh dijamin APBN," ujar Timboel.
Ia menambahkan, bahwa JHT tidak kaku hanya bisa diambil di usia 56 tahun.
Mengacu pada pasal 37 UU SJSN juncto PP 46/2015, JHT bisa dicairkan sebagian bila sudah minimal menjadi peserta 10 tahun, dan yaitu 10 persen atau 30 persen.