Terdakwa Munarman Sebut Densus 88 Salah Memahami Isi Ceramahnya soal Syariat Islam
Munarman mengatakan, penyidik Detasemen Khusus (Densus) 88 Anti-teror Polri salah memahami isi konteks ceramahnya saat agenda seminar berkedok baiat
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa perkara dugaan tindak pidana terorisme Munarman mengatakan, penyidik Detasemen Khusus (Densus) 88 Anti-teror Polri salah memahami isi konteks ceramahnya saat agenda seminar berkedok baiat di Makassar pada 25 Januari 2015 lalu.
Hal itu disampaikan Munarman dalam sidan lanjutan perkara yang menjeratnya, yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, Rabu (16/2/202).
Pernyataan tersebut bermula dari pertanyaan jaksa penuntut umum (JPU) yang mengaku heran kalau Munarman datang dua hari berturut pada agenda seminar di Makassar.
"Kenapa saudara hadir lagi di tanggal 25 padahal kan ditanggal 24 saudara sudah ketemu dengan anggota FPI?" tanya Jaksa dalam persidangan.
Menjawab pertanyaan jaksa, Munarman mengaku kehadirannya itu penting guna memberikan penjelasan lebih jauh soal hisbah atau penegakan syariat Islam kepada anggota FPI lainnya.
Sebagai informasi, dalam dakwaan jaksa, agenda seminar berkedok baiat di Makassar yang turut dihadiri Munarman ini dilakukan dua kali di tempat berbeda.
Di mana pada tanggal 24 Januari 2015 terjadi di Markas FPI Makassar dan 25 Januari 2015 di salah satu pondok pesantren milik ulama di Makassar.
Baca juga: Mengaku Hanya Sebagai Tamu Jadi Alasan Munarman Tak Bubarkan Seminar Berkedok Baiat di Makassar
"Menurut saya harus ada penjelasan yang lebih konkrit tentang berbagai macam isu lagi kebetulan soal syariat Islam sebagai solusi," jawab Munarman.
Oleh karenanya, saat itu dia mengaku membahas soal syariat Islam dalam konteks hukum pidana pada agenda di tanggal 25 Januari tersebut.
Munarman mengatakan dalam syariat Islam tidak semua menjadi kewajiban individu, sejatinya kata dia ada kewajiban yang tidak boleh dilakukan individu akan tetapi oleh apara negara.
"Jadi umat Islam ini karena sudah terlalu lama mempelajari islam itu sebagai agama individu bukan agama sistim, jadi melihat kewajiban-kewajiban itu individual, padahal ada kewajiban yang tidak boleh dilaksanakan oleh individu kecuali ada oleh aparat negara," kata dia.
Dalam persidangan, eks Sekretaris Umum Front Pembela Islam (Sekum FPI) itu juga turut menjelaskan penegasannya soal penerapan syariat Islam sebagaimana yang disampaikannya dalam agenda tersebut.
Dia menegaskan penerapan syariat islam dalam konteks hukum pidana syaratnya harus dilakukan oleh negara.
"Bukan soal negara harus melakukan, tapi dia menjadi syarat mutlak oleh aparat negara pelaksanaan hukum pidana dan hisbah itu, tida boleh individu-individu masing masing itu pendapat saya jadi itu yang saya sampaikan," kata dia.
Pernyataan itu yang menurut dia selanjutnya disalah artikan oleh penyidik tim Densus 88 dalam memproses perkaranya.
"Jadi ini disalah pahami oleh densus ini yang menyidik saya, yang menyidik perkara ini, seolah pernyataan saya mutlak negara harus melaksanakan itu, bagi saya bukan harus melaksanakan, itu soal politik hukum saja," tukas dia.
Sebelumnya, Munarman menjelaskan alasan dirinya tidak keluar atau bahkan membubarkan seminar berkedok baiat di Pondok Pesantren di Kota Makassar pada 25 Januari 2015 silam.
Munarman mengatakan, saat itu tidak dapat membubarkan acara baiat karena dirinya hanya sebagai tamu yang diundang oleh pihak panitia. Agenda baiat itu juga kata dia, secara tiba-tiba terlaksana.
"Karena itu rumah orang, itu tempat orang saya tamu saya diundang, saya tidak bisa tunjukkan sikap keluar, protes, bisa digruduk saya, itu Makassar bukan tempat lain," kata Munarman dalam persidangan, Rabu (16/2/2022).
Terlebih kata dia, agenda tersebut bukan dilakukan di markas FPI, andaika digelar dengan melibatkan markas FPI, maka kata dia, sikap untuk membubarkan bisa saja dilakukan.
"Katakan lah kalau itu di FPI saya larang itu, gak mungkin saya larang. Tapi itu bukan FPI itu di tempat orang," kata dia.
Mendengar hal tersebut, lantas jaksa penuntut umum (JPU) menanyakan kepada Munarman soal keterlibatannya mengucap takbir usai baiat di tempat tersebut.
Munarman mengaku tidak mengingat jelas kondisi saat itu. Namun kata dia, pengucapan takbir merupakan hal yang lazim diucapkan karena menyerukan nama Allah.
"Diakhir acara setelah baiad saudara denger takbir?," tanya jaksa.
"Saya lupa. Kalau takbir biasa saja menurut saya, karena takbir allah huakbar kok yidak ada yang aneh. Biasa saja bertakbir," ucap Munarman.
Malah kata dia, jika ada pihak yang menilai takbir merupakan ungkapan negatif, itu merupakan sikap yang keliru.
"Kalau ada yang menterjemahkan takbir sebagai negatif itu otaknya yang negatif menurut saya, bukan takbirnya," tukasnya.
Diketahui, dalam perkara ini, Munarman didakwa menggerakkan orang lain untuk melakukan tindakan terorisme di sejumlah tempat dan dilakukan secara sengaja.
Baca juga: Munarman Siapkan Bukti Hadapi Sidang Pemeriksaan Terdakwa Dugaan Terorisme yang Digelar Lusa
Jaksa menyebut eks Sekretaris Umum FPI itu melakukan beragam upaya untuk menebar ancaman kekerasan yang diduga bertujuan menimbulkan teror secara luas.
Munarman disebut telah terlibat dalam tindakan terorisme lantaran menghadiri sejumlah agenda pembaiatan anggota ISIS di Makassar, Sulawesi Selatan, dan Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara pada 24-25 Januari dan 5 April 2015.
Atas perbuatannya, Munarman didakwa melanggar Pasal 14 Juncto Pasal 7, Pasal 15 juncto Pasal 7 serta atas Pasal 13 huruf c Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang telah ditetapkan menjadi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Perppu Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi UU juncto UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang perubahan atas UU 15 Tahun 2003 tentang penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.