Presiden FSPMI Desak Aturan Baru terkait JHT Dicabut, Menaker Diberi Waktu 2 Minggu
Presiden Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), Riden Hatam Aziz mendesak Kemnaker mencabut aturan baru terkai
Penulis: Suci Bangun Dwi Setyaningsih
Editor: Garudea Prabawati
“Cara kami adalah tidak ada pilihan lain, kami aksi, akan pressure, dalam hal ini Kemnakar dan BPJS Naker,” ucapnya.
Cara yang dilakukan tersebut, kata Riden, termasuk aksi di dua titik yang dilakukan hari ini, yakni Kemnaker dan BPJS Naker.
Meski demikian, Riden mengatakan, pihaknya belum berpikir untuk membuat gugatan ke PTUN dan MA.
Baca juga: Di Tengah Polemik JHT, Buruh Cilegon Sampaikan 5 Alasan Gus Muhaimin Cocok Maju di Pilpres 2024
Riden berharap, agar pemerintah lebih mengedepankan rasa kepedulian terhadap buruh di Indonesia.
“Berharap betul kepada Menteri Tenaga Kerja, Ibu Ida Fauziah dan jajaran Kemnaker, mengetuk hatinya untuk ada kepedulian terhadap pekerja, terhadap buruh yang dalam situasi yang tidak bagus ini, situasi yang benar-benar para buruh ini terpuruk."
“Kami tidak ingin ter-PHK, kami ingin tetap bekerja, tapi faktanya kami sangat mudah di-PHK. Untuk itu sebagai jaring pengaman dalam jangka pendek, JHT janganlah dipersulit,” ungkapnya.
“Pesan saya sekaligus usulan Menteri tenaga kerja untuk mancabut Permenaker Nomor 2 tahun 2022 dan menghidupkan kembali Permenaker Nomor 19 tahun 2015 yang selama ini berjalan dengan baik,” imbuhnya.
Selain itu, Riden juga berpesan kepada Joko Widodo (Jokowi) agar lebih memperhatikan kondisi buruh.
“Untuk Jokowi, berharap kearifan bapak sebagai presiden Republik Indonesia, kita mendukung pemerintah mengatasi persoalan Covid-19, namun di sisi lain janganlah kami buruh tanda petik yang selalu menanggung risikonya menanggung bebannya,” jelasnya.
JHT Cair Usia 56 Tahun, Pengamat Nilai Terlalu Lama: Harusnya Fleksibel
Pengamat Ekonomi sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menanggapi soal aturan terbaru pembayaran manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) pada usia 56 tahun.
Bhima Yudhistira menilai waktu yang diperlukan untuk pencairan JHT terlalu lama.
Menurutnya, tidak semua pekerja Indonesia berstatus karyawan tetap, sehingga yang paling membutuhkan jaminan hari tua jangka pendek adalah pekerja kontrak maupun outsourcing.
Mereka membutuhkan modal setelah diputus kontaknya atau terkena PHK.