Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pemerintah Luncurkan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan di Tengah Polemik JHT, Ini Tanggapan Buruh

Hal tersebut tertera pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan.

Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Pemerintah Luncurkan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan di Tengah Polemik JHT, Ini Tanggapan Buruh
WARTA KOTA/WARTA KOTA/HENRY LOPULALAN
Masa buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menggelar demo dengan tuntutan agar Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 yang mengatur Jaminan Hari Tua (JHT) baru bisa dicairkan di usia 56 tahun segera dicabut di Kantor Kementrian Tenaga Kerja, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan , Rabu (16/2/2022). WARTA KOTA/HENRY LOPULALAN 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah berencana meluncurkan program baru yakni JKP (Jaminan Kehilangan Pekerjaan) di tengah polemik soal Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2022 soal Jaminan Hari Tua (JHT).

JKP adalah jaminan yang diberikan kepada pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja, baik berupa manfaat uang tunai, akses informasi pasar kerja, maupun pelatihan kerja.




Hal tersebut tertera pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan.

Baca juga: Terkait Permenaker Soal JHT, Pemerintah Diminta Waspadai Public Distrust

Menanggapi hal ini, Ketua Bidang Politik Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) Jumisih menilai kehadiran JKP hanya sebagai pemanis agar publik menyetujui aturan bahwa JHT dapat diambil pada umur 56 tahun.

"JKP itu bagi saya adalah gula-gula untuk merestui keberadaan Permenaker 2 tahun 2022," ujar Jumisih dalam Diskusi Online: Unboxing Kebijakan JHT Indonesia, Jumat (18/2/2022).

Menurut Jumisih, kehadiran JKP seolah-olah dapat mengganti manfaat yang diberikan oleh JHT.

BERITA TERKAIT

Padahal, menurutnya, JKP hanya diperuntukkan bagi pekerja yang mendapatkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Sementara pekerja yang habis kontrak, mengundurkan diri, hingga pekerja alih daya atau outsourcing tidak bisa mendapatkan sana JKP.

"Kenapa? JKP itu hanya diperuntukkan bagi yang ter PHK dalam aturannya. Bagaimana dengan buruh yang dia mengundurkan diri? Bagaimana dengan buruh yang habis kontrak. Mereka yang putus hubungan kerja karena habis kontrak tidak dicover oleh JKP, tapi dari mana kemudian mereka bisa bertahan hidup. Tentu saja dari JHT, tapi JHT tidak boleh diambil. Ini berisiko sekali," jelas Jumisih.

Padahal selama ini, menurut Jumisih, buruh di Indonesia dibuat hubungan kerjanya tidak pasti dengan menjadi buruh kontrak dan outsourcing.

Kebijakan mengenai JKP, kata Jumisih, hanya menguntungkan kepentingan para pengusaha.

"Bagaimana masyarakat Indonesia bisa hidup dengan layak karena kehidupan pekerjaan dan penghidupan yang layak itu dijamin oleh konstitusi, tapi kenapa kita sebagai buruh tidak boleh. Bahkan untuk bertahan hidup saja dipersulit begitu," tutur Jumisih.

Selain itu, Jumisih mengatakan JKP memiliki nominal yang kecil dan hanya berlaku untuk enam bulan.

"Saya ingin menyampaikan bahwa JKP sebagai bantalan, supaya memuluskan pengesahan Permenaker 2 tahun 2022 tidak sebanding, karena yang kita butuhkan saat ini jauh lebih urgent. Bagaimana kita bisa bertahan hidup. Bagaimana kita tetap bisa makan. Bagaimana kita bisa tetap menghidupi keluarga, dan itu adalah tanggung jawab negara," pungkas Jumisih.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas