Cara Paling Rasional Perpanjang Jabatan Presiden Adalah Amandemen UUD 1945
Ujang menjelaskan, agar amandemen bisa dilakukan mesti diusulkan atau didukung oleh 1/3 anggota MPR.
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik Universitas Al-Azhar Ujang Komarudin menilai, cara rasional memperpanjang masa jabatan presiden melalui amandemen UUD 1945.
"Yang rasional hanya dengan amandemen UUD 1945," katanya lewat pesan tertulis, Kamis (3/3/2022).
Ujang menjelaskan, agar amandemen bisa dilakukan mesti diusulkan atau didukung oleh 1/3 anggota MPR.
Kuncinya, ada di partai-partai koalisi pendukung Joko Widodo.
Menurutnya, jika mereka semua sepakat, maka amandemen akan lancar.
"Namun jika ada yang nolak dan yang nerima, maka amandemen menemui jalan terjal," ujarnya.
Namun, jika dilihat dari sudah banyaknya partai-partai politik yang menolak, maka amandemen untuk memperpanjang masa jabatan presiden tersebut akan padam.
"Karena jika jadi amandemen, maka rakyat akan menolak dan rakyat sendiri sepertinya yang akan menghentikan dan menurunkan presiden," kata Ujang.
Baca juga: Megawati Taat Konstitusi, Tolak Wacana Penundaan Pemilu 2024 dan Perpanjangan Masa Jabatan Presiden
Sebelumnya, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menolak wacana perpanjangan masa jabatan presiden.
PSI menilai pemilu sudah ideal dilaksanakan pada tahun 2024 sesuai kesepakatan rapat DPR, pemerintah dan KPU.
"PSI tidak bisa menerima usulan perpanjangan masa jabatan Presiden. Menurut kami, idealnya pemilihan presiden, pemilihan legislatif (DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi, Kabupaten, Kota) tetap terlaksana pada tanggal 14 Februari 2024 diikuti pelaksanaan Pilkada serentak pada bulan November 2024, sebagaimana kesepakatan antara DPR, pemerintah dan KPU," kata Sekjen PSI Dea Tunggaesti dalam keterangannya, Rabu (2/3/2022).
Menurut PSI, alasan situasi pandemi dan pemulihan ekonomi tidak urgent. Faktanya, Pilkada sebelumnya pernah digelar dengan damai dan sukses di tengah puncak pandemi pada akhir 2020 lalu.
"Pemilu sebagai perwujudan negara demokratis sehingga penundaan Pemilu tanpa alasan yang benar-benar bersifar force majeur tentunya akan mencederai demokrasi kita," ucapnya.
Dea menyebut, bila partai-partai di DPR melihat ada aspirasi kuat rakyat Presiden Jokowi meneruskan kepemimpinannya untuk periode ketiga, maka jalan satu-satunya adalah melalui proses amandemen UUD 1945. Sehingga memungkinkan jabatan presiden dibatasi maksimal tiga periode.
"Ini adalah pilihan paling adil, dan nantinya tidak hanya Pak Jokowi, tetapi Pak SBY bisa ikut berlaga kembali, begitu juga Pak JK bisa ikut berkompetisi sebagai kandidat calon wakil Presiden melalui mekanisme pemilu yang jujur, adil, dan transparan di 2024," kata dia.
Dea menambahkan, PSI sebagai pencinta pengagum Presiden Jokowi akan selalu dan tetap mendukung eks Wali Kota Solo itu memimpin Indonesia kembali.
"Namun tentunya hal tersebut harus didasari oleh amandemen konstitusi yang memperbolehkan Pak Jokowi berlaga kembali 2024," pungkasnya.