Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pemerintah Inkonsisten Tetapkan Rumus Harga Jual Migas

Dia menjelaskan, saat harga minyak dunia anjlok ke titik terendah, pemerintah tidak menurunkan harga jual. 

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Pemerintah Inkonsisten Tetapkan Rumus Harga Jual Migas
http://www.btmagazine.nl
Harga Minyak Dunia 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi PKS Mulyanto menilai, pemerintah inkonsisten tetapkan rumus harga jual migas nasional. 

Dia menjelaskan, saat harga minyak dunia anjlok ke titik terendah, pemerintah tidak menurunkan harga jual

Sementara di saat sekarang harga jual melonjak dampak perang Rusia-Ukraina, Pemerintah buru-buru menaikkan harga jual migas kepada masyarakat. 

Mulyanto menyebut kebijakan pemerintah ini inkonsisten, latah dan sekadar jalan pintas melimpahkan beban kepada masyarakat. 

Padahal pandemi Covid-19 belum usai, Omicron masih tinggi dan kemampuan ekonomi masyarakat masih tertatih-tatih.

"Kasihan masyarakat harus menanggung beban kenaikan harga LPG non-subsidi berturut-turut dalam tiga bulan terakhir, kemudian harga BBM non-subsidi 2 Maret 2022. Pemerintah bukannya membantu meringankan beban masyarakat malah menambah berat. Harusnya negara hadir dalam situasi seperti sekarang. Jangan buang badan," kata Mulyanto, dalam keterangan yang diterima, Sabtu (5/3/2022).

Baca juga: Anggota DPR: Atasi Kenaikan Harga Migas Dunia, Pertamina Cuma Ambil Jalan Pintas

Karena itu, Mulyanto mendesak pemerintah meninjau ulang kebijakan yang memberatkan masyarakat tersebut. Beban ini harus ditanggung oleh pemerintah dan BUMN. 

Berita Rekomendasi

Menurutnya, jangan hanya dipikul oleh masyarakat. Negara harus hadir dalam masalah ini.  

Menurut Mulyanto, harga-harga energi domestik ini tidak mesti naik. Karena kenaikan defisit transaksi berjalan sektor migas sebenarnya dapat dikompensasi dari penerimaan ekspor komoditas energi lain. 

Pemerintah bisa memaksimalkan pendapatan dari ekspor batu bara, gas alam dan CPO yang harganya melejit.  

Mulyanto mencontohkan, penerimaan negara dari ekspor batubara dan CPO pada tahun 2021 sebesar USD 56 miloar.  

Sementara defisit transaksi berjalan sektor migas, karena impor BBM dan LPG, pada tahun 2021 hanya sebesar USD 13 milyar. Karenanya, kenaikan penerimaan ekspor batubara dan CPO mestinya dapat mengkompensasi kenaikan defisit transaksi dari impor migas.

"Jadi melonjaknya harga energi dunia, tidak otomatis harus diikuti dengan kebijakan kenaikan harga BBM dan LPG domestik," katanya.

Mulyanto juga meminta pemerintah untuk mengembangkan berbagai opsi kebijakan yang inovatif, yang tidak memicu inflasi dan membebani rakyat di saat pandemi Covid-19 yang belum usai ini.  

Misalnya dalam jangka pendek, pemerintah agar meningkatkan skema penerimaan negara dari ekspor batubara dan CPO untuk mengkompensasi kenaikan harga BBM dan LPG. 

Dua hari terakhir harga batubara melambung 160 persen menembus angka USD 400/ton. Begitu juga harga CPO yang meroket.

Kemudian kebijkan substitusi LPG dapat dilakukan dengan menggunakan kompor listrik atau gas alam, apalagi kalau gas alam ini dijual dalam bentuk tabung.  

"Sementara itu, seiring dengan iklim investasi yang membaik, Pemerintah dapat menggenjot eksplorasi dan produksi migas di lapangan eksisting. Karena dengan harga yang tinggi investasi migas menjadi semakin kondusif. Termasuk juga gerakan penghematan penggunaan energi nasional," pungkasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas