MAKI Lapor ke Kejaksaan, Temukan Minyak Goreng yang 'Disulap' Jadi Sayuran untuk Diekspor
Masalah kelangkaan dan mahalnya minyak goreng masih jadi perhatian banyak pihak, salah satunya Masyarakat Antikorupsi Indonesia atau MAKI.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Masalah kelangkaan dan mahalnya minyak goreng masih jadi perhatian banyak pihak, salah satunya Masyarakat Antikorupsi Indonesia atau MAKI.
MAKI menduga ada tindak korupsi hingga kongkalikong pejabat di balik masalah minyak goreng yang kini masih berlangsung.
Hal tersebut disampaikan oleh Koordinator MAKI Boyamin Saiman.
"Hari ini, Kamis 16 Maret 2022 melalui sarana online Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, MAKI ( Masyarakat Anti Korupsi Indonesia ) telah memasukkan data berupa poto terlampir dugaan penyelundupan ke luar negeri (ekspor ilegal) barang minyak goreng yang dalam dokumen eksport diduga tertulis sebagai sayuran sebagai modus untuk mengelabui aparat Bea Cukai dikarenakan eksportir tersebut tidak memiliki kuota eksport minyak goreng," ujar Boyamin, dalam keterangannya Kamis (17/3/2022).
Baca juga: Megawati Lihat Ibu-ibu Antre Minyak Goreng: Jadi Tiap Hari Hanya Menggoreng, Padahal Bisa Direbus
Dugaan penyelundupan ini, disebutnya, melalui pelabuhan Tanjung Priok.
Sebanyak 23 kontainer telah lepas terkirim ke luar negeri dan hanya tersisa 1 kontainer di pelabuhan Tanjung Priok.
"Eksportir ilegal memperoleh barang minyak goreng dengan cara membeli barang suplai dalam negeri dari pedagang besar dan atau produsen yang semestinya dijual kepada masyarakat dalam negeri namun nyatanya dijual keluar negeri sehingga berpengaruh atas kelangkaan dan mahalnya minyak goreng dalam negeri."
Kata Boyamin, ekportir ilegal memperoleh minyak goreng dari pasar dalam negeri dengan harga murah dan ketika menjual ke luar negeri dengan harga mahal sekitar 3 hinga 4 kali harga dalam negeri.
Harga pasaran minyak goreng dalam negeri adalah Rp. 120.000 hingga Rp. 150.000 untuk kemasan 5 liter, namun setelah dijual ke luar negeri harganya Rp. 450.000 hingga 520.000 untuk kemasan 5 liter, artinya eksportir ilegal memperoleh keuntungan sekitar 3 sampai 4 kali lipat dari pembelian dalam negeri.
"Untuk kasus pelaporan ini, keuntungan kotor eksportir ilegal per kontainer sekitar 511 juta. Kalau dikurangi biaya pengurusan dokumen dan pengiriman barang sekitar 450 juta per kontainer dengan tujuan Hongkong. Artinya 23 kontiner kali 450 jt adalah : Rp. 10.350.000.000 ( sepuluh milyar tiga ratus lima puluh juta rupiah )," ungkap Boyamin.
“Ada dugaan kenapa bisa terjadi ekspor besar-besaran (minyak goreng) padahal kuotanya kecil, ini ada dugaan kongkalikong dengan oknum pejabat,” katanya.
MAKI juga telah melaporkan dugaan tersebut ke Kejaksaan Agung, dan meminta dilakukan penyelidikan atas dugaan tersebut.
Yang dilaporkan adalah dugaan penyimpangan tindak pidana ekonomi yang mengarah pada tindak korupsi.
Hal tersebut diduga sumber dari efek domino kelangkaan dan mahalnya harga minyak goreng di pasaran saat ini.
MAKI mengaku akan mengawal laporan tersebut, demi menuntaskan masalah kelangkaan dan mahalnya minyak goreng jelang bulan Ramadan.