Uji Materiil UU Pemilu, MK Minta Partai Gelora Rincikan Kerugian Konstitusional
Enny juga meminta Pemohon lebih elaboratif menguraikan kerugian hak konstitusionalnya akibat berlakunya norma yang dimohonkan dalam pengujian.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang uji materiil UU Pemilu yang dilayangkan Partai Gelora.
Dalam gugatan ini, Partai Gelora mempermasalahkan pemilihan presiden dan wakil presiden yang dilakukan serentak dengan pemilihan legislatif.
Dalam perkara nomor 35/PUU-XX/2022 tersebut, anggota Hakim Konstitusi, Enny Nurbaningsih meminta Partai Gelora selaku Pemohon untuk memperbaiki permohonannya.
Enny menyarankan Partai Gelora bisa lebih merincikan siapa pihak atau badan hukum yang berhak mewakili Partai Gelora di dalam dan luar pengadilan. Ia meminta prinsipal Pemohon dalam hal ini Anis Matta, Mahfuz Sidik, dan Fahri Hamzah bisa menjelaskan kedudukannya.
Baca juga: Gugat UU Pemilu ke MK, Ini yang Dipersoalkan Partai Gelora
"Siapa sesungguhnya yang berhak mewakili di dalam dan di luar pengadilan terkait badan hukum Partai Gelora. Karena tadi sudah disebutkan ada prinsipal Anis Matta, pak Mahfuz dan pak Fahri," kata Enny dalam persidangan, Kamis (24/3/2022).
Pasalnya kata Enny, jika dilihat dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Gelora disebutkan Dewan Pimpinan Nasional (DPN) yang berhak mewakili. Tapi Pemohon diminta merincikan maksud dari DPN tersebut merujuk ke siapa.
"Tapi sesungguhnya kalau dilihat dalam AD/ART ini menyebutkan DPN, Dewan Pimpinan Nasional. Siapa sesungguhnya DPN disitu yang berhak mewakili, apakah ketuanya, wakilnya. Tolong disebutkan pengurusnya siapa saja," ujarnya.
Selain itu, Enny juga meminta Pemohon lebih elaboratif menguraikan kerugian hak konstitusionalnya akibat berlakunya norma yang dimohonkan dalam pengujian.
"Jadi di sini hak konstitusionalnya harus dijelaskan," terangnya.
Baca juga: Partai Gelora: Masalah Pangan Bisa Memicu Gejolak Sosial
Anis Matta dkk menggugat Pasal 167 ayat (3) dan Pasal 347 ayat (1) UU Pemilu terhadap Pasal 6a UUD 1945. Mereka menyoal pelaksanaan pemilihan legislatif yang digabung dengan pemilihan presiden dan wakil presiden.
Kerugian konstitusional Partai Gelora yang dimaksud yakni, meskipun Partai Gelora telah dinyatakan sebagai partai politik peserta Pemilu 2024, tapi tak dapat mengusulkan calon presiden dan wakil presiden jika pemilu tetap dilaksanakan secara serentak.
Namun jika pelaksanaan Pemilu 2024 dilakukan terpisah dengan mendahulukan pemilihan legislatif sebelum pemilihan presiden, maka kerugian konstitusional tak akan terjadi.
Selain itu, menurut Pemohon pelaksanaan pemilu serentak menurunkan fungsi kenegaraan DPR. Fungsi DPR hasil pemilu serentak jadi lebih tumpul, kontrol menurun drastis, dan kinerja legislasi tidak aspiratif.
Melemahnya fungsi kenegaraan DPR hasil pemilu serentak disebabkan lantaran pemilih lebih fokus pada pemilihan presiden. Hal itu bisa dilihat pada perbandingan suara tidak sah dalam pelaksanaan Pemilu 2019 yaitu suara tidak sah untuk Pilpres mencapai 2,38 persen (3.754.905 suara).
Sedangkan suara tidak sah untuk pemilihan anggota DPR mencapai 11,12 persen (29.710.175 suara) dan suara tidak sah untuk pemilihan anggota DPD mencapai 19,02 persen (17.503.393 suara).