Koalisi Selamatkan MK: Pernikahan Anwar Usman-Adik Jokowi Sarat Potensi Konflik Kepentingan
Koalisi Selamatkan Mahkamah Konstitusi menilai pernikahan Anwar Usman dan Idayati akan menjadi ujian sikap kenegarawanan Ketua MK.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rencana pernikahan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman dan adik Presiden RI Joko Widodo, Idayati, menjadi sorotan publik.
Koalisi Selamatkan Mahkamah Konstitusi menilai pernikahan itu akan menjadi ujian sikap kenegarawanan Ketua MK.
"Potensi benturan kepentingan bakal jadi masalah krusial kelak karena terbentuknya relasi semenda antara Ketua MK dengan Presiden," kata koalisi dalam keterangan pers dikutip dari situs Indonesia Corruption Watch (ICW), Jumat (25/3/2022).
"Sederhananya publik akan bertanya, bagaimana sikap dan objektivitas Ketua MK saat menyidangkan perkara-perkara pengujian undang-undang, di saat yang sama ia memiliki relasi kekeluargaan dengan Presiden?" imbuh koalisi.
Baca juga: Secara Etika Profesi, Moral dan Prinsip Keadilan, Anwar Usman Wajib Mundur dari Ketua MK
Baca juga: Muncul Desakan Ketua MK Anwar Usman Mundur karena Akan Nikahi Adik Jokowi, Apa Kata Jubir MK?
Koalisi mengingatkan bahwa MK belakangan ini tengah dideru perkara-perkara pengujian undang-undang yang sarat muatan politis, termasuk di antaranya UU IKN dan UU MK.
Koalisi menilai MK juga sedang dalam fase juristocracy, yakni ekspansi lembaga kekuasaan kehakiman untuk mengadili perkara yang memiliki unsur politis.
"Kondisi ini akan membawa implikasi yang fatal tatkala hakim terperangkap benturan kepentingan," ujar koalisi.
Menurut koalisi, paling tidak ada dua aturan yang berpotensi dilanggar bila Anwar Usman tidak segera mengambil sikap yang bijaksana sebagai seorang negarawan.
Baca juga: Kepala Bappenas Gugat Cerai Istri, Dua Kali Mediasi Deadlock, Nurhayati Berharap Bisa Rujuk
Pertama, terkait Pasal 17 ayat (4) dan ayat (5) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Pasal 17 ayat (4) berbunyi “Ketua majelis, hakim anggota, jaksa, atau panitera wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai dengan pihak yang diadili atau advokat.”
Sementara, Pasal 17 ayat (5) berbunyi “Seorang hakim atau panitera wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila ia mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung dengan perkara yang sedang diperiksa, baik atas kehendaknya sendiri maupun atas permintaan pihak yang berperkara.”
"Perlu ditegaskan juga bahwa terdapat konsekuensi logis bila ketentuan ayat (5) dilanggar sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat (6) yaitu bahwa putusan dinyatakan tidak sah dan hakim akan dikenakan sanksi administratif atau pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan," kata koalisi.
Kedua, terkait Peraturan Mahkamah Konstitusi No. 09/PMK/2006 tentang Pemberlakuan Deklarasi Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi.
Koalisi menjelaskan, dalam perspektif peraturan a quo, terdapat dua prinsip pokok yang rawan benturan kepentingan dan berpotensi dilanggar, yakni prinsip independensi dan prinsip ketakberpihakan.