Pernikahan Ketua MK dengan Adik Presiden dan Potensi Konflik Lembaga Kehakiman
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman direncanakan menikah dengan adik Presiden RI Joko Widodo (Jokowi), Idayati pada Mei 2022.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman direncanakan menikah dengan adik Presiden RI Joko Widodo (Jokowi), Idayati pada Mei 2022.
Rencana pernikahan tersebut jadi sorotan publik lantaran bisa sebagai ujian sikap kewarganegaraan seorang Ketua MK.
Pelaksana tugas (Plt) Ketua Konstitusi dan Demokrasi (KoDe) Inisiatif, Violla Reininda khawatir terjadi potensi benturan kepentingan yang krusial karena terbentuknya relasi semenda atau pertalian keluarga karena pernikahan antara Ketua MK dengan Presiden.
"Sederhananya publik akan bertanya, bagaimana sikap dan objektivitas Ketua MK saat menyidangkan perkara-perkara pengujian undang-undang, di saat yang sama ia memiliki relasi kekeluargaan dengan Presiden?," kata Violla saat dikonfirmasi, Kamis (24/3/2022).
Menurutnya sudah semestinya hakim MK bebas dari pengaruh kekuasaan manapun. Tujuannya agar benteng terakhir penegakkan hukum dan keadilan konstitusi tetap terjaga.
Terlebih dalam beberapa waktu belakangan MK tengah disibukkan dengan pengujian undang - undang sarat politis semisal UU Ibu Kota Negara (IKN) dan UU MK.
Baca juga: FAKTA-FAKTA Rencana Pernikahan Ketua MK Anwar Usman dengan Adik Jokowi, Idayati, Kenal 5 Bulan Lalu
"Kondisi ini akan membawa implikasi yang fatal tatkala hakim terperangkap benturan kepentingan," ungkapnya.
Violla menyatakan paling tidak ada dua aturan yang berpotensi dilanggar bila Ketua MK tidak segera mengambil sikap bijaksana sebagai seorang negarawan.
Pertama, Pasal 17 ayat (4) dan ayat (5) UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Pasal 17 ayat (4) berbunyi 'Ketua majelis, hakim anggota, jaksa, atau panitera wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai dengan pihak yang diadili atau advokat;'.
Pasal 17 ayat (5) berbunyi, 'Seorang hakim atau panitera wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila ia mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung dengan perkara yang sedang diperiksa, baik atas kehendaknya sendiri maupun atas permintaan pihak yang berperkara'.
Terdapat pula konsekuensi logis bila ketentuan ayat (5) dilanggar sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat (6) yakni bahwa putusan dinyatakan tidak sah dan hakim akan dikenakan sanksi administratif atau pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan.
Kemudian terdapat Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 09/PMK/2006 tentang Pemberlakuan Deklarasi Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi.
Dalam perspektif peraturan tersebut, terdapat dua prinsip pokok yang rawan benturan kepentingan dan berpotensi dilanggar yakni prinsip independensi dan prinsip ketidakberpihakan.
Independensi hakim konstitusi jadi prasyarat pokok untuk terwujudnya cita negara hukum, dan merupakan jaminan bagi tegaknya hukum dan keadilan. Ketakberpihakan mencakup sikap netral.
Jika pernikahan Anwar Usman dengan adik Presiden Jokowi terjadi, maka Koalisi Masyarakat Selamatkan MK yang terdiri dari ICW, YLBHI, Pusako, PSHK, KoDe Inisiatif, LBH Jakarta dan BHACA Anwar Usman mundur dari posisi Ketua MK.
"Sebab jika tidak, hal tersebut tentu akan berimplikasi pada independensi dan imparsialitasnya sebagai hakim konstitusi yang berujung pada kualitas putusan yang tidak adil dan baik," pungkasnya.