Ketua MK Anwar Usman Bicara Rencana Menikah dengan Idayati Adik Presiden Jokowi
Saat disinggung tentang pernikahannya, Anwar menyebutkan hal tersebut menjadi kehendak Tuhan.
Editor: Hasanudin Aco
![Ketua MK Anwar Usman Bicara Rencana Menikah dengan Idayati Adik Presiden Jokowi](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/ketua-mk-anwar-usman-adik-jokowi-idayati.jpg)
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman berbicara mengenai rencana pernikahannya dengan Idayati, adik kandung Presiden Jokowi.
Anwar Usman juga menanggapi desakan sejumlah pihak yang meminta dirinya mengundurkan diri jabatannya terkait pernikahan.
Kondisi ini dikhawatirkan banyak pihak menimbulkan konflik kepentingan.
"Nanti tunggu tanggal mainnya," ujar Anwar usai menghadiri pengukuhan Dewan Pengurus Pusat Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPP PA GMNI) 2021-2026 di Hotel Sultan, Sabtu (26/3/2022) seperti dikutip dari Kompas.com.
Saat disinggung tentang pernikahannya, Anwar menyebutkan hal tersebut menjadi kehendak Tuhan.
"Itu kan begini, ini kan semua kembali kepada Allah SWT, Tuhan yang maha kuasa," tuturnya.
Baca juga: Koalisi Selamatkan MK: Pernikahan Anwar Usman-Adik Jokowi Sarat Potensi Konflik Kepentingan
Anwar Usman akan menjadi adik ipar Presiden Jokowi.
Dia akan menikah dengan adik kandung Jokowi, Idayati, pada 26 Mei 2022 di Kota Solo, Jawa Tengah.
Anwar telah melamar Idayati pada Sabtu (12/3/2022), bertepatan saat Jokowi pulang ke Solo, untuk menjadi saksi pernikahan keponakannya.
Terkait rencana ini, sejumlah pihak pun meminta Anwar untuk mundur dari jabatannya sebagai ketua MK demi menghindari konflik kepentingan.
Koalisi Selamatkan Mahkamah Konstitusi menilai pernikahan itu akan menjadi ujian sikap kenegarawanan Ketua MK.
"Potensi benturan kepentingan bakal jadi masalah krusial kelak karena terbentuknya relasi semenda antara Ketua MK dengan Presiden," kata koalisi dalam keterangan pers dikutip dari situs Indonesia Corruption Watch (ICW), Jumat (25/3/2022).
"Sederhananya publik akan bertanya, bagaimana sikap dan objektivitas Ketua MK saat menyidangkan perkara-perkara pengujian undang-undang, di saat yang sama ia memiliki relasi kekeluargaan dengan Presiden?" imbuh koalisi.
Koalisi mengingatkan bahwa MK belakangan ini tengah dideru perkara-perkara pengujian undang-undang yang sarat muatan politis, termasuk di antaranya UU IKN dan UU MK.
Koalisi menilai MK juga sedang dalam fase juristocracy, yakni ekspansi lembaga kekuasaan kehakiman untuk mengadili perkara yang memiliki unsur politis.
"Kondisi ini akan membawa implikasi yang fatal tatkala hakim terperangkap benturan kepentingan," ujar koalisi.
Menurut koalisi, paling tidak ada dua aturan yang berpotensi dilanggar bila Anwar Usman tidak segera mengambil sikap yang bijaksana sebagai seorang negarawan.
Pertama, terkait Pasal 17 ayat (4) dan ayat (5) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Pasal 17 ayat (4) berbunyi “Ketua majelis, hakim anggota, jaksa, atau panitera wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai dengan pihak yang diadili atau advokat.”
Sementara, Pasal 17 ayat (5) berbunyi “Seorang hakim atau panitera wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila ia mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung dengan perkara yang sedang diperiksa, baik atas kehendaknya sendiri maupun atas permintaan pihak yang berperkara.”
"Perlu ditegaskan juga bahwa terdapat konsekuensi logis bila ketentuan ayat (5) dilanggar sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat (6) yaitu bahwa putusan dinyatakan tidak sah dan hakim akan dikenakan sanksi administratif atau pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan," kata koalisi.
Kedua, terkait Peraturan Mahkamah Konstitusi No. 09/PMK/2006 tentang Pemberlakuan Deklarasi Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi.
Koalisi menjelaskan, dalam perspektif peraturan a quo, terdapat dua prinsip pokok yang rawan benturan kepentingan dan berpotensi dilanggar, yakni prinsip independensi dan prinsip ketakberpihakan.
Koalisi menyebut independensi hakim konstitusi merupakan prasyarat pokok bagi terwujudnya cita negara hukum, dan merupakan jaminan bagi tegaknya hukum dan keadilan.
"Ketakberpihakan mencakup sikap netral, disertai penghayatan yang mendalam akan pentingnya keseimbangan antar kepentingan yang terkait dengan perkara," kata mereka.
Atas dasar itu, jika nantinya terjadi pernikahan Anwar Usman dengan adik Presiden Joko Widodo, Idayati, maka Koalisi Masyarakat Selamatkan MK mendesak agar Ketua MK mengundurkan diri dari jabatannya.
"Sebab jika tidak, hal tersebut tentu akan berimplikasi pada independensi dan imparsialitasnya sebagai hakim konstitusi yang berujung pada kualitas putusan yang tidak adil dan baik," ujar koalisi.
Koalisi Selamatkan Mahkamah Konstitusi terdiri dari tujuh lembaga swadaya masyarakat (LSM).
Mereka adalah ICW, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), dan Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas.
Selain itu, ada Lembaga Bantuan Hukum Jakarta (LBH Jakarta), Bung Hatta Anti-Corruption Award (BHACA), Konsitusi dan Demokrasi Inisiatif (KoDe Inisiatif), serta Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK).
Sebelumnya, Juru Bicara MK Fajar Laksono menyatakan enggan berkomentar ihwal desakan agar Anwar Usman mundur dari jabatan Ketua MK.
Ia tidak bisa berbicara terlalu jauh terkait rencana pernikahan Anwar Usman dan Idayati.
"Soal pernikahan, urusan pribadi Pak Anwar Usman, sehingga saat ini, saya tidak punya tugas dan kewenangan apapun untuk menyampaikan tanggapan," kata Fajar kepada Tribunnews.com, Selasa (22/3/2022).
Fajar mengatakan, Anwar nanti akan menyampaikan secara langsung soal kabar pernikahannya dengan Idayati.
"Termasuk merespons tanggapan publik perihal kaitannya dengan kedudukan sebagai Ketua MK sekaligus Hakim Konstitusi," kata dia.
Sumber: Kompas.com/Tribunnews.com