Apa Bedanya Rukyat dan Hisab? Metode yang Digunakan untuk Menentukan Awal Ramadan
Simak inilah perbedaan metode Rukyat dan Hisab yang sering digunakan untuk menentukan awal bulan Ramadan.
Penulis: Lanny Latifah
Editor: Siti Nurjannah Wulandari
TRIBUNNEWS.COM - Berikut ini perbedaan metode Rukyat dan Hisab yang sering digunakan untuk menentukan awal bulan Ramadan.
Diketahui, Kementerian Agama (Kemenag) akan menggelar Sidang Isbat (penetapan) 1 Ramadan 1443 H pada Jumat (1/4/2022) petang.
Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah, Adib, menjelaskan bahwa sidang Isbat akan mempertimbangkan informasi awal berdasarkan hasil perhitungan secara astronomis (hisab) dan hasil konfirmasi lapangan melalui mekanisme pemantauan (rukyatul) hilal.
Kedua cara tersebut sudah tertuang pada Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 2 Tahun 2004 dan UU Nomor 3 Pasal 25 A.
Lantas, apa bedanya metode Rukyat dan Hisab?
Baca juga: Daftar Lokasi Pemantauan Hilal Awal Ramadan 1443 H, Kemenag Tetapkan 101 Lokasi Rukyatul Hilal
Baca juga: Link Live Streaming Sidang Isbat Awal Ramadan 1443 H, Kemenag Gelar secara Hybrid
Metode Rukyatul Hilal
Diwartakan Tribunnews.com sebelumnya, rukyatul hilal secara harfiah artinya melihat bulan secara langsung melalui alat bantu seperti teropong.
Aktivitas pengamatan ini berfokus pada visibilitas hilal atau bulan sabit muda saat matahari terbenam sebagai tanda pergantian bulan pada kalender Hijriah.
Namun, jika cuaca terhalang gumpalan awan atau mendung, tak jarang rukyatul hilal menemui kesulitan untuk melihat bulan sabit muda.
Jika hal itu terjadi, maka hilal dianggap tak terlihat sehingga penentuan awal puasa Ramadan digenapkan pada lusa berikutnya.
Petugas yang melakukan rukyatul hilal di antaranya ahli astronom, pimpinan pondok pesantren, ahli klimatologi hingga masyarakat umum yang ingin terlibat langsung.
Dalam tradisi tiap tahun, pemantauan hilal akan dikoordinir oleh Kemenag yang bekerja sama dengan ormas serta para pakar dari BMKG, Lapan, dan pondok pesantren, untuk melakukan perhitungan soal ketinggian hilal agar tidak terjadi 'salah lihat'.
Sebab terdapat aturan baku sebagai syarat terlihatnya hilal, yakni jika tinggi hilal berada di bawah 2 atau 4 derajat, maka kemungkinan obyek yang dilihat bukan hilal, melainkan bintang, lampu kapal, atau obyek lainnya yang kebetulan terlihat kasat mata di angkasa.
Sementara itu, obyek yang masuk dalam definisi hilal apabila bulan yang dilihat memiliki ketinggian di atas 2 derajat, elongasi atau jarak sudut matahari-bulan 3 derajat, dan umur minimal 8 jam saat ijtimak atau penetapan keputusan bersama.
Baca juga: Kapan 1 Ramadan 1443 H? Berikut Penetapan Awal Ramadan 2022 Menurut Muhammadiyah dan Kemenag
Baca juga: Masjid Istiqlal Kembali Akan Layani Ibadah Tarawih Selama Bulan Ramadan: Kapasitas 100 Persen