BHP2A IDI: Pemberhentian Terawan dari Keanggotaan IDI Merupakan Polemik Panjang Sejak Tahun 2013
Pemberhentian Terawan dari keanggotaan IDI merupakan polemik panjang sejak 2013 silam. Rekomendasi pemberhentian itu adalah usul dari MKEK.
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) akhirnya buka suara soal rekomendasi pemecatan Terawan Agus Putranto.
IDI membenarkan bahwa pada Muktamar ke-31 di Banda Aceh, Aceh, sudah dikeluarkan keputusan pemberhentian mantan Menteri Kesehatan (Menkes) itu dari keanggotaan organisasi profesi tersebut.
Menurut Ketua Bidang Hukum Pembelaan dan Pembinaan Anggota (BHP2A) IDI, Beni Satria, keputusan pemberhentian Terawan sebagai anggota IDI itu diambil berdasarkan rekomendasi sidang khusus Majelis Kehormatan Etika Kedokteran (MKEK) PB IDI.
"Terkait aturan organisasi di IDI dan juga di MKEK IDI, di situ memang dokter Terawan berdasarkan sidang muktamar sudah ditetapkan (sanksi) kategori 4. Kategori 4 adalah pemberhentian tetap. Dan itu yang akan ditindaklanjuti hasil putusan tersebut oleh PB IDI," kata Beni dalam jumpa pers, Kamis (31/3/2022).
Beni mengatakan pemberhentian Terawan dari keanggotaan IDI merupakan polemik panjang sejak 2013 silam.
Rekomendasi pemberhentian itu adalah usul dari MKEK dengan berbagai pertimbangan.
Rekomendasi kemudian kembali dibacakan pada Muktamar ke-31 IDI di Banda Aceh 21-25 Maret lalu.
"Ini merupakan proses panjang sejak tahun 2013 sesuai dengan laporan MKEK," kata Beni.
Baca juga: Menko PMK Menilai Pemecatan Terawan Berlebihan, Semestinya Bisa Diselesaikan Baik-baik
Beni menjelaskan pelanggaran etik dokter Terawan yang pertama adalah soal metode Digital Subtraction Angiography (DSA) atau publik lebih mengenal metode 'Cuci Otak'.
Terawan menamai metodenya dengan nama Intra-Arterial Heparin Flushing (IAHF) dan diklaim bisa menyembuhkan stroke.
Berdasar pemberitaan selama ini, DSA di dunia kedokteran sejak puluhan tahun digunakan sebagai alat diagnosis.
Namun, oleh Terawan digunakan sebagai terapi penyembuhan stroke dan "dijual" dengan harga yang tak murah.
Padahal, IAHF yang diusungnya belum terbukti secara ilmiah.
Menurut Beni, pelanggaran etik Terawan tak hanya soal DSA saja.