Politikus Demokrat Sebut Rakyat Makin Kritis Tanggapi Isu Penambahan Masa Jabat Presiden
Deputi Bappilu Partai Demokrat Kamhar Lakumani menyoroti hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC).
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Deputi Bappilu Partai Demokrat Kamhar Lakumani menyoroti hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC).
Hasil survei SMRC terbaru mengungkap bahwa ada kecenderungan gagasan penundaan Pemilu dan Presiden tiga periode berkontribusi pada menurunnya tingkat kepuasan publik atas kinerja presiden.
Menurut Kamhar Lakumani hasil survei itu membuktikan masyarakat makin kritis menanggapi isu penambahan masa jabatan presiden.
"Merosotnya kepercayaan publik terhadap pemerintah yang terpotret pada hasil survei SMRC, dimana publik membaca bahwa orang-orang dekat Presiden Jokowi menjadi motor isu penambahan masa jabatan presiden dan periodesasi presiden yang bertentangan dengan konstitusi menunjukkan tingkat kritisisme masyarakat yang semakin tinggi," kata Kamhar dalam keterangannya, Minggu (3/4/2022).
Kamhar menilai, momentum itu juga penting untuk mengedukasi publik bahwa pelanggengan kekuasaan pada rezim Orde Lama maupun Orde Baru dulu terjadi atas nama konstitusi karena pada UUD 1945 sebelum diamandemen tak ada pembatasan masa jabatan presiden.
Baca juga: Survei SMRC: Hanya 11,4 Persen Masyarakat yang Setuju Pemilu Diundur karena Alasan Pemulihan Ekonomi
Sehingga, penguasa pada saat itu terus melanggengkan kekuasaannya yang berujung pada pemerintahan yang totaliter dan diktator.
"Kita tak ingin konstitusi kita kembali pada masa kegelapan demokrasi seperti itu," ucapnya.
Kamhar menyebut, belajar dari pengalaman sejarah tersebut dan tak ingin mengulang kembali kesalahan sejarah yang sama.
Maka pembatasan masa jabatan presiden ini menjadi prioritas pada amandemen I UUD 1945 tahun 1999 sebagai amanah reformasi.
Karenanya, lanjut Kamhar, Partai Demokrat sebagai partai yang lahir dari rahim reformasi, terdepan melawan agenda-agenda pelanggengan kekuasaan ini yang nyata-nyata inkonstitusional, kontra demokrasi, dan mencederai reformasi.
Baca juga: Survei SMRC: Sebanyak 78,9 Persen Publik Menolak Penundaan Pemilu 2024
"Kami juga tegas mengingatkan Pak Joko Widodo jangan sampai jadi Malin Kundang reformasi yang melahirkannya," ujarnya.
Selain itu, kepala negara juga diingatkan untuk bersikap tegas terhadap isu penambahan masa jabat presiden ini
"Jangan terus menerus membiarkan berjalannya agenda makar atau terorisme konstitusi ini. Apalagi menggunakan tafsir yang keliru terhadap demokrasi sebagai argumentasi pembenaran. Jangan membawa Indonesia pada jurang kehancuran demokrasi," kata Kamhar.
Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) merilis hasil survei bertajuk 'Sikap Publik terhadap Penundaan Pemilu'.
Dalam temuannya, ide penundaan Pemilu dan presiden tiga periode memperlemah penilaian publik atas kinerja presiden.
Direktur Riset SMRC, Deni Irvani, menunjukkan bahwa kinerja Presiden Jokowi masih dinilai positif di mata publik pada umumnya.
Baca juga: Hasil Survei Terbaru SMRC: Kepuasan Terhadap Jokowi Turun, Dipicu Sembako hingga Pandemi
"Namun demikian, dalam setahun terakhir kepuasan terhadap kinerja Presiden Jokowi menurun dari 77 persen pada survei Maret 2021 menjadi 64,6 persen pada survei terakhir Maret 2022," kata Deni dalam kanal Youtube SMRC TV, Jumat (1/4/2022).
Deni memperlihatkan bahwa ada kecenderungan gagasan penundaan pemilu dan presiden tiga periode berkontribusi pada menurunnya tingkat kepuasan publik atas kinerja presiden.
"Dalam data tabulasi silang, terlihat bahwa sikap warga yang pada umumnya menolak usulan penundaan pemilu menurunkan sentimen positif atas kinerja presiden. Ada 72 persen dari pendukung penundaan pemilu karena alasan Covid-19 yang puas atas kinerja presiden. Sementara pada yang menolak penundaan pemilu, hanya 60 persen yang puas pada kinerja presiden," katanya.
Deni menambahkan bahwa temuan ini konsisten dengan evaluasi warga atas arah perjalanan bangsa dan kinerja demokrasi.
"Ada 83 persen dari pendukung pemilu ditunda karena alasan Covid-19 yang menyatakan negara sedang bergerak ke arah yang benar. Angka ini menurun pada mereka yang tidak setuju penundaan pemilu, 67 persen," kata dia.
Deni menunjukkan bahwa dalam setahun terakhir, penilaian positif atas arah berjalanan bangsa turun dari 80 persen pada survei Maret 2021 menjadi 68 persen dalam survei Maret 2022.
"Hal yang sama terjadi pada evaluasi atas kinerja demokrasi. Warga yang setuju ide penundaan pemilu karena alasan pandemi, 72 persennya puas atau sangat puas atas jalannya demokrasi. Sementara yang menolak penundaan pemilu, hanya 60 yang merasa puas atau sangat puas atas jalannya demokrasi," katanya.
“Tren kepuasan terhadap jalannya demokrasi dalam setahun terakhir mengalami pelemahan dari 71,9 persen pada survei Maret 2021 menjadi 61,7 persen dalam survei Maret 2022,” pungkas Deni.
Sebagai informasi, Survei ini dilakukan pada 1220 responden yang dipilih secara acak dengan metode stratified multistage random sampling terhadap keseluruhan populasi atau warga negara Indonesia.
Pengambilan sampel dilakukan melalui wawancara tatap muka dilakukan pada 13 - 20 Maret 2022.
Response rate (responden yang dapat diwawancarai secara valid) sebesar 1027 atau 84 persen.
Margin of error survei ini dengan ukuran sampel tersebut diperkirakan sebesar kurang lebih 3,12 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.