Kondisi Muslim Menjalani Ramadan di Ukraina di Tengah Situasi Perang
Muslim di Ukraina menjalani ibadah puasa di bulan Ramadan yang sulit pada tahun ini, karena invasi Rusia yang dilakukan di negara itu masih berlangsun
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, KIEV - Muslim di Ukraina menjalani ibadah puasa di bulan Ramadan yang sulit pada tahun ini, karena invasi Rusia yang dilakukan di negara itu masih berlangsung.
Menariknya, banyak diantara warga muslim si sana yang berencana menggunakan bulan suci ini sebagai 'ladang amal' untuk mengumpulkan uang demi mendukung mereka yang membutuhkan.
"Kami harus menyesuaikan semuanya," kata seorang Tatar Krimea dan Ketua Liga Muslim Ukraina, Niyara Mamutova.
Dikutip dari laman Al Jazeera, Selasa (5/4/2022), pada hari pertama bulan puasa, ia menyiapkan makan malam berbuka puasa bersama sekelompok keluarga pengungsi yang tinggal bersamanya di pusat Islam di Chernivtsi.
Baca juga: UPDATE Invasi Rusia ke Ukraina Hari ke-41, Berikut Ini Sejumlah Peristiwa yang Terjadi
"Banyak Muslim yang pergi ke luar negeri, tapi mereka yang masih di Ukraina membutuhkan dukungan," kata Mamutova melalui sambungan telepon dari kota di Ukraina barat tempat dirinya dipindahkan dari provinsi tenggara Zaporizhzhia, yang sebagian di antaranya berada di bawah kendali Rusia.
Menurut Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), 5 minggu setelah Rusia menginvasi Ukraina, lebih dari 10 juta orang terpaksa meninggalkan rumah mereka, termasuk sekitar 4 juta orang yang melarikan diri ke luar negeri.
Komunitas Muslim di Ukraina hanya mencapai sekitar 1 persen dari total populasinya, karena negara ini mayoritas penduduknya adalah penganut Kristen Ortodoks.
Perlu diketahui, sebelum perang, Ukraina adalah rumah bagi lebih dari 20.000 warga negara Turki, serta sejumlah orang Turki, terutama Tatar Krimea.
Baca juga: Joe Biden Serukan Agar Vladimir Putin Diadili atas Kejahatan Perang di Ukraina
Persiapan Ramadan menjadi sulit dan emosional pada tahun ini karena Rusia menjatuhkan banyak bomnya di negara itu dan jam malam pun diberlakukan.
Ini tentunya membatasi pergerakan warga pada malam hari, saat para keluarga biasanya berkumpul untuk berbuka puasa.
Tergusur oleh perang, banyak juga yang akhirnya menjauh dari rumah mereka.
Mereka pun hanya mengandalkan jaringan dukungan komunitas dan teman-teman.
Kendati demikian, mereka bertekad untuk memanfaatkan periode perayaan pada tahun ini dengan sebaik-baiknya.
"Kita harus siap melakukan yang terbaik untuk mendapatkan pengampunan Tuhan, berdoa untuk keluarga kita, jiwa kita, negara kita, Ukraina," kata Mamutova, yang memiliki suami seorang imam masjid.
'Kami akan membagikan roti kami'
Sebagai Tatar Krimea, Mamutova telah mengungsi sebelumnya, saat Rusia mencaplok semenanjung selatan Krimea pada 2014 lalu, ia dan keluarganya terpaksa mengungsi ke Zaporizhzhia.
"Saat kami tinggal di Krimea, kami tidak pernah berpikir bahwa kami harus pergi. Komunitas kami dideportasi sebelumnya oleh pemimpin Soviet Joseph Stalin dan kakek nenek serta orang tua saya selalu bermimpi untuk kembali," jelas Mamutova.
Ia pun menyampaikan kisahnya yang berulang kali harus meninggalkan tanah kelahirannya karena ulah Rusia.
"Saat saya berusia 2 tahun, pada 1988, kami kembali (ke Ukraina). Namun kemudian Rusia menduduki Krimea pada 2014 dan kami mengerti bahwa kami tidak dapat melanjutkan kegiatan keagamaan kami, jadi kami pergi kembali. Dan sekarang saya juga telah meninggalkan rumah saya lagi," tegas Mamutova.
Pada 1944, lebih dari 191.000 Tatar Krimea dideportasi atas perintah Stalin, sebagian besar ke Uzbekistan modern.
Mamutova mengaku bahwa ia harus mengubah banyak rencananya untuk Ramadan tahun ini, termasuk terkait tugasnya memberikan pelajaran agama, beberapa kegiatan akan dipindahkan secara online.
Namun ia menegaskan akan terus berupaya untuk memberi makanan kepada para tunawisma.
"Di Zaporizhzhia, komunitas Muslim beragam. Ada banyak kebangsaan yang berbeda dan semua akan menyiapkan hidangan nasional mereka. Misalkan hari ini kami akan makan biryani India, mantsev Palestina atau plov Uzbekistan lainnya. Sekarang kami tinggal bersembunyi saat mendengar sirene. Kami tidak tahu apa yang akan terjadi besok, sulit secara psikologis. Sepertinya kami telah berusia 10 tahun sejak awal perang ini," papar Mamutova.
Sementara itu, seorang penjual gorden Turki yang telah tinggal di Ukraina sejak 2010, Isa Celebi mengatakan Ramadan tahun ini akan membuat banyak orang jauh dari rumah mereka.
Beberapa diantaranya 'bahkan tinggal di dalam mobil mereka'.