KPK Dilanda Kasus Perselingkuhan, 2 Pegawainya Terlibat, Dewas Turun Tangan
Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) menjatuhkan sanksi etik kepada dua pegawai berinisial SK dan DLS.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) menjatuhkan sanksi etik kepada dua pegawai berinisial SK dan DLS.
SK dan DLS dijatuhi sanksi etik karena melakukan perselingkuhan.
"Iya benar, itu saja ya," ujar Anggota Dewas KPK Syamsudin Haris saat dikonfirmasi, Selasa (5/4/2022).
Syamsudin enggan memerinci lebih lanjut putusan etiknya.
Namun, dia membenarkan petikan putusan etik untuk SK dan DLS yang diterima.
Baca juga: Apa Tanggapan KPK Soal Hasil Survei Indikator Terkait Kepercayaan Publik Terhadap Instansinya?
Dalam putusan etik itu perselingkuhan yang dilakukan SK dan DLS diklasifikasikan sebagai perbuatan yang tidak mengindahkan kewajiban dasar integritas.
Kedua orang itu dinilai tidak menyadari sepenuhnya bahwa seluruh sikap dan tindakannya selalu melekat dalam kapasitasnya sebagai pegawai KPK.
Perselingkuhan keduanya dinilai melanggar Pasal 4 ayat (1) huruf N dalam Peraturan Dewas Nomor 3 Tahun 2021 tentang Penegakan Kode Etik dan Kode Perilaku KPK.
Keduanya diberikan sanksi sedang atas perselingkuhannya.
"Berupa permintaan maaf secara terbuka tidak langsung," bunyi petikan putusan itu.
Dewas KPK juga memerintahkan pejabat pembina kepegawaian untuk memeriksa SK dan DLS.
Pemeriksaan guna hukuman disiplin dijalankan dengan baik.
Survei KPK
Saat ini KPK masih terus jadi sorotan publik.
Apalagi survei lembaga itu yang terus menurun.
Survei Indikator Politik Indonesia menyebut kepercayaan masyarakat terhadap KPK terus merosot sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.
Sebelum aturannya direvisi, kepercayaan publik terhadap KPK ada di angka 84,8 persen.
Lalu, kepercayaan publik terhadap KPK berangsur menurun menjadi 80,5 persen pada Februari 2019, lalu 73,5 persen pada September 2020, 71,1 persen pada November 2021, dan 71,7 persen pada Desember 2021.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengambil sisi positif dari hasil survei Indikator Politik Indonesia.
KPK melihat ada peningkatan dari kepercayaan publik terhadap instansinya.
"Survey tersebut menyebut bahwa hasil pengukuran pada November 2021 mencapai 71,1 persen, kemudian Desember 2021 mencapai 71,7 persen, dan kali ini, mencapai 73,8 persen," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Senin (4/4/2022).
Ali melihat hasil survei itu positif bagi KPK.
Pasalnya, kepercayaan publik meningkat tiap hasil survei yang dirilis Indikator.
"Terlebih dari dua pengukuran terakhir yang mengalami perbaikan secara signifikan, yakni sebesar kurang lebih 2,1 poin," kata Ali.
KPK mengaku senang melihat kepercayaan publik terus meningkat berdasarkan hasil survei Indikator.
Lembaga antikorupsi itu mengklaim hasil kerjanya berhasil.
KPK juga bakal menggunakan hasil survei itu untuk perbaikan kinerja.
Hasil survei itu diyakini bakal membakar kinerja pegawai untuk terus memberantas korupsi di Indonesia.
"Kami berharap, hasil positif dari capaian ketiga survey ini menjadi trigger bagi KPK dan seluruh pemangku kepentingan untuk terus meningkatkan tren positif upaya-upaya pemberantasan korupsi secara menyeluruh, baik melalui pendekatan strategi pendidikan, Pencegahan, maupun penindakan," kata Ali.