Jaksa Ungkap Kata Sandi 'Perwakilan Istana' dalam Kasus Suap Bupati Langkat Terbit Rencana
Jaksa menyebut ada kata sandi 'Perwakilan Istana' dalam perkara dugaan suap Bupati nonaktif Langkat Terbit Rencana Peranginangin.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut ada kata sandi 'Perwakilan Istana' dalam perkara dugaan suap Bupati nonaktif Langkat Terbit Rencana Peranginangin.
Hal itu terungkap dalam surat dakwaan penyuap Bupati Langkat, Muara Perangin Angin, yang diterima Tribunnews.com.
Muara selaku wiraswasta dan Direktur CV Nizhami didakwa menyuap Terbit Rencana sebesar Rp572 juta karena mendapat paket pekerjaan di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) dan Dinas Pendidikan Kabupaten Langkat Tahun 2021.
"Pada 24 September 2021, Kasubag Pengadaan Barang dan Jasa UKPBJ Yoki Eka Prianto menyampaikan Marcos Surya Abdi dan Shuhanda Citra sudah mengirimkan 'daftar pengantin', yaitu berisi daftar paket pekerjaan di Dinas PUPR Kabupaten Langkat, pagu anggaran, dan nama perusahaan yang akan mengerjakan paket tersebut yang penentuannya dilakukan 'Perwakilan Istana', yaitu Iskandar Perangin Angin," bunyi surat dakwaan dikutip, Rabu (6/4/2022).
Iskandar Perangin Angin diketahui adalah kakak kandung dari Terbit Rencana Peranginangin.
Baca juga: Jaksa KPK Dakwa Muara Perangin Angin Suap Bupati Langkat Terbit Rencana Rp 527 Juta
Iskandar juga adalah Kepala Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat dan kerap dipanggil sebagai 'Pak Kades'.
Dalam dakwaan disebutkan Terbit selaku Bupati Langkat memiliki orang-orang kepercayaan, yaitu Iskandar Perangin Angin, Marcos Surya Abdi, Shuhanda Citra, dan Isfi Syahfitra yang biasa disebut 'Group Kuala' untuk mengatur tender pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Langkat.
Grup Kuala punya tugas melobi dengan meminta daftar paket pekerjaan setiap dinas di lingkungan Kabupaten Langkat untuk diserahkan kepada Iskandar.
Selanjutnya atas arahan Iskandar, ditentukan commitment fee dari masing-masing perusahaan untuk Terbit karena perusahaan sudah mendapat paket pekerjaan.
Perusahaan 'Grup Kuala' memiliki kewajiban memberikan setoran commitment fee sebesar 16,5 persen dari total nilai paket pekerjaan setelah dikurangi pajak sebesar 11,5 persen kepada Terbit Rencana Peranginangin.
Baca juga: Sambangi BPH Migas, Politikus Gerindra Minta Aturan Turunan Perpres 191/2014 Segera Diterbitkan
"Jika setoran diberikan kurang dari 16,5 persen maka Terbit akan marah dan perusahaan tersebut tidak akan mendapat paket pekerjaan lagi. Kemudian untuk Dinas PUPR dijanjikan akan mendapat setoran 0,5 persen untuk Kepala Dinas Dinas PUPR dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan sebesar 1 persen untuk Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)," bunyi surat dakwaan.
Pada 2021, Muara Perangin Angin mendapatkan paket pekerjaan penunjukan langsung di Dinas PUPR, yaitu paket pekerjaan hotmix senilai Rp 2,867 miliar; paket pekerjaan penunjukan langsung, yaitu rehabilitasi tanggul, pembangunan pagar dan pos jaga, pembangunan jalan lingkar senilai Rp971 juta; serta paket pekerjaan penunjukan langsung pembangunan SMPN 5 Stabat dan SMP Hangtuah Stabat senilai Rp 940,558 juta.
Pada 17 Januari 2022, Muara menemui Marcos dan Isfi untuk meminta pengurangan commitment fee menjadi 15,5 persen dan disetujui Iskandar sehingga total yang harus diserahkan oleh Muara sejumlah Rp 572.221.414 dan dibulatkan menjadi Rp 572 juta.
Baca juga: Jumlah Korban Tewas di Kerangkeng Bupati Langkat Diduga 6 Orang: 3 di Antaranya Masih Didalami
Muara menyerahkan uang sebesar Rp572 juta pada 18 Januari 2022 yang dibungkus plastik hitam kepada Isfi Syahfitra.
Pada hari yang sama, Isfi dan Shuanda menyerahkan Rp572 juta kepada Marcos untuk diberikan kepada Terbit Rencana melalui Iskandar dan mereka diamankan petugas KPK beserta barang bukti uang.
Atas perbuatannya, Muara diancam pidana dengan Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun dan denda minimal Rp50 juta maksimal Rp250 juta.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.