PTUN Jakarta Tolak Gugatan Koalisi Masyarakat Terhadap Panglima TNI Soal Pengangkatan Pangdam Jaya
PTUN Jakarta menyatakan menolak gugatan koalisi masyarakat sipil terhadap Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa
Penulis: Gita Irawan
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta menyatakan menolak gugatan koalisi masyarakat sipil terhadap Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa soal pengangkatan Mayjen TNI Untung Budiharto sebagai Pangdam Jaya, Selasa (19/4/2022).
Koalisi tersebut terdiri dari keluarga korban, Imparsial, LBH Jakarta, YLBHI, PBHI, dan KontraS.
Putusan tersebut sebagaimana disampaikan dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PTUN Jakarta dengan nomor perkara 87/G/2022/PTUN.JKT, Selasa (19/4/2022).
"Dismissal Ditolak," kata keterangan dalam menu riwayat perkara SIPP PTUN Jakarta dikutip, Selasa (19/4/2022).
Dalam data umum SIPP PTUN Jakarta terkait putusan tersebut diketahui ada tiga pihak penggugat yakni Hardingga, Perkumpulan Inisiatif Masyarakat Partisipatif untuk Transisi Berkeadilan (IMPARSIAL), dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).
Baca juga: Terima Delegasi US Army, Panglima TNI Jenderal Andika Bahas Soal Latihan Bersama Super Garuda Shield
Ada empat poin petitum dalam gugatan yang diajaukan koalisi masyarakat sipil di anataranya;
1. Mengabulkan gugatan Para Penggugat untuk seluruhnya;
2. Menyatakan batal Keputusan Panglima Tentara Nasional Indonesia Nomor Kep/5/I/2022 tentang Pemberhentian dari dan Pengangkatan dalam Jabatan di Lingkungan Tentara Nasional Indonesia tertanggal 4 Januari 2022;
3. Mewajibkan Tergugat untuk mencabut Keputusan Panglima Tentara Nasional Indonesia Nomor Kep/5/I/2022 tentang Pemberhentian dari dan Pengangkatan dalam Jabatan di Lingkungan Tentara Nasional Indonesia tertanggal 4 Januari 2022;
4. Menghukum Tergugat untuk membayar segala biaya yang timbul dalam perkara ini.
Baca juga: Sikap Panglima TNI Tolak Diskriminasi Keturunan PKI Sesuai TAP MPRS dan Putusan Mahkamah Konstitusi
Peneliti Imparsial Hussein Ahmad mengatakan pihaknya kecewa atas putusan tersebut.
"Kami tentu kecewa karena kami juga ajukan gugatan yang sama ke Peradilan Militer tapi hingga kini tidak jelas kabarnya," kata Hussein ketika dihubungi Tribunnews.com pada Selasa (19/4/2022).
Menurutnya putusan tersebut semakin menunjukkan langgeng dan dilindunginya praktik impunitas di Indonesia.
"Dalam hal ini dilantiknya pelanggar HAM menjadi pejabat militer oleh Panglima TNI," kata dia.
Ia menyayangkan baik peradilan sipil yakni PTUN dan peradilan militer menolak menyidangkan gugatan pihaknya.
"Terhadap materi putusan dismissal hari ini kami sesuai pasal 62 ayat 3, 4, 5, 6 UU Peradilan Tata Usaha Negara kami akan gunakan hak kami untuk melakukan perlawanan terhadap putusan dismissal hari ini," kata Husein.
Baca juga: Anggota Komisi I DPR: Apa Yang Panglima TNI Putuskan Penegasan Dari UU dan Hukum Yang Berlaku
Diberitakan Kompas.com sebelumnya, Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI), Jenderal Andika Perkasa, digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negeri (PTUN) Jakarta dan Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta pada Jumat (1/4/2022) karena mengangkat Mayjen Untung Budiharto sebagai Panglima Kodam (Pangdam) Jaya.
Gugatan dilayangkan keluarga korban penghilangan paksa 1997-1998, yaitu Paian Siahaan (ayah dari Ucok Munandar Siahaan) dan Hardingga (anak dari Yani Afri) bersama dengan Imparsial, KontraS, dan YLBHI sebagai kuasa hukum.
Untung merupakan bekas anggota Tim Mawar dari Kopassus (Komando Pasukan Khusus) Angkatan Darat TNI yang terlibat dalam penculikan dan penghilangan paksa sejumlah aktivisi tahun 1997-1998.
“PTUN dan Pengadilan Militer Tinggi II dipilih sebagai tempat para penggugat mencari keadilan karena tidak ada konstruksi hukum yang memadai saat ini untuk menguji obyek keputusan Panglima tersebut dalam tenggang waktu 90 hari yang terbatas,” kata Ketua Badan Pengurus Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia, Julius Ibrani, dalam keterangan tertulis, Jumat.
Dalam Putusan Mahkamah Militer Tinggi II Jakarta nomor PUT.25-16/K-AD/MMT-II/IV/1999, 11 anggota Tim Mawar divonis pecat dan penjara, termasuk Untung.
Namun upaya banding yang ditempuh Untung membuatnya tak dipecat dari TNI.
Dengan rekam jejak seperti itu, pengangkatan Untung sebagai Pangdam Jaya dianggap sebagai preseden buruk karena sosoknya dianggap “tidak memiliki integritas untuk memegang suatu jabatan publik/melayani masyarakat Indonesia” tetapi malah kini diberikan jabatan penting untuk memimpin pasukan bersenjata.
“Pengangkatan tersebut mencederai perjuangan keluarga korban dan pendamping yang terus mencari keberadaan korban yang masih hilang,” kata Julius.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.