Harga Minyak Goreng Masih Tinggi, Jokowi Yakin Ada Permainan
Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng di pasaran masih tinggi karena harga internasional Crued Palm Oil (CPO) atau sawit sangat tinggi.
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS. COM, MADURA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan masalah minyak goreng masih terjadi sekarang ini.
Meskipun masyarakat sudah mendapatkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) Minyak Goreng namun harga minyak goreng di pasaran ternyata belum sesuai dengan yang diharapkan.
"Ya masalah minyak goreng kan masih menjadi masalah kita sampai sekarang meskipun masyarakat kita diberi subsidi BLT Minyak Goreng tetapi kan kita ingin harganya yang lebih mendekati normal," kata Jokowi di Pasar Bangkal Baru, Sumenep, Jawa Timur, Rabu, (20/4/2022).
Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng di pasaran masih tinggi karena harga internasional Crued Palm Oil (CPO) atau sawit sangat tinggi.
Baca juga: 4 Tersangka Kasus Izin Ekspor Minyak Goreng Terancam Hukuman Seumur Hidup hingga Mati
Produsen minyak goreng, kata Presiden, cenderung ingin ekspor ke luar negeri ketimbang memasarkan di dalam negeri.
Langkah pemerintah menerapkan HET minyak goreng dan pemberian BLT untuk menghadapi permasalahan tersebut hingga kini belum efektif.
"Kebijakan-kebijakan kita misalnya penetapan HET untuk minyak curah kemudian subsidi ke produsen ini kita lihat sudah berjalan beberapa minggu ini belum efektif," katanya.
Presiden mengatakan meskipun HET minyak goreng telah ditetapkan namun harga dipasaran masih tinggi.
Oleh karenanya ia menduga ada permainan di balik sengkarut minyak goreng tersebut.
"Di pasar saya lihat minyak curah banyak yang belum sesuai dengan HET yang kita tetapkan, artinya memang ada permainan," pungkasnya.
Kasus Mintyak Goreng
Kemarin, Kejaksaan Agung menetapkan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Dirjen PLN Kemendag) Indrasari Wisnu Wardhana sebagai tersangka kasus perdagangan minyak goreng.
Selain Indrasari, aparat penegak hukum juga menetapkan tiga tersangka lainnya, sehingga total ada empat tersangka yang ditetapkan Kejagung dalam kasus minyak goreng ini.
"Tersangka ditetapkan empat orang. Yang pertama pejabat eselon I pada Kementerian Perdagangan bernama IWW, Direkrut Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan," beber Jaksa Agung ST Burhanuddin di Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (19/4/2022).
Kejagung membeberkan ketiga tersangka lainnya adalah Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia berinisial MPT, Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Group (PHG) berinisial SMA, dan General Manager di PT Musim Mas berinisial PT sebagai tersangka.
Berikut profil ketiga perusahaan swasta yang terjerat kasus izin ekspor minyak goreng seperti dikutip dari Kompas.com.
1. Wilmar Nabati Indonesia
PT Wilmar Nabati Indonesia merupakan perusahaan yang telah berdiri sejak 1989. Sebelumnya, perusahaan ini bernama Bukit Kapur Reksa (BKR). Sejak semula, perusahaan bergerak di bidang produksi minyak goreng.
Perusahaan ini berbasis di Dumai, Riau untuk memudahkan aktivitas Wilmar Nabati dalam melakukan ekspor produksi yang didukung fasilitas dermaga.
Bahkan, saat ini Wilmar Nabati disebut-sebut sebagai perusahaan dengan kelolaan perkebunan sawit terbesar di dunia, terutama berlokasi di Indonesia dan Malaysia.
Wilmar Nabati merupakan bagian dari Wilmar International Group yang identik dengan Konglongmerat Martua Sitorus.
Sejauh ini, Wilmar Nabati mengelola perkebunan sawit yang tersebar di Sumatra dan Kalimantan. Produk hilir Wilmar yakni minyak goreng merek Sania Royale dan Fortune.
Wilmar Nabati Indonesia mengoperasikan sekitar 160 pabrik dan mempekerjakan sekitar 67.000 karyawan yang ada di lebih dari 20 negara. Namun, produksinya fokus di Indonesia, Malaysia, China, India, dan Eropa.
2. Musim Mas
PT Musim Mas merupakan perusahaan yang telah lama bergerak di bidang produksi dan pengolahan minyak sawit.
Musim Mas tercatat telah berdiri sejak 1972. Perusahaan ini memiliki pengolahan kelapa sawit dari hulu, hilir, termasuk logistik. Di hulu, Musim Mas menanam kelapa sawit untuk minyak mentah dan kernel sawit.
Di hilir, Musim Mas memproduksi minyak kelapa sawit untuk sabun, oleokimia, biofuel, dan produk lainnya Sejumlah merek minyak goreng produksi Musim Mas yakni Sanco, Amago, dan Voila.
Musim Mas merupakan grup kelapa sawit pertama yang disertifikasi oleh Roundtable for Sustainable Palm Oil (RSPO) pada 2012 dan Palm Oil Innovation Group (POIG) pada 2019.
3. Permata Hijau Group
Permata Hijau Group (PHG) adalah perusahaan sawit yang hadir sejak 1984. Permata Hijau Group memiliki perkebunan kelapa sawit, minyak goreng, industri biodiesel dan oleokimia.
Hasil produksi minyak goreng Permata Hijau Group dipasarkan untuk ekspor ke Singapura, Arab Saudi, Afghanistan dan beberapa negara di Amerika Latin Minyak goreng tersebut dikemas dalam jerigen yang diproduksi dengan metode injection moulding.
Perusahaan milik Robert Wijaya ini memiliki beberapa cabang perusahaan seperti PT Permata Hijau Palm Oleo (PHPO) dan PT Permata Hijau Palm Oleo (PHPO) yang berlokasi di Belawan, Medan, Sumatera Utara.
Sumber: Tribunnews.com/Kompas.com