Cerita Penyidik Perempuan KPK Surya: Kerap Dapat Intimidasi Saat Memeriksa Tersangka Laki-laki
Seringkali penyidik Surya mendapat intimidasi saat memeriksa, dengan jawaban-jawaban sulit dan nyeleneh dari para tersangka kaum lelaki.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyidik perempuan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bernama Surya Tarmiani membagikan kisahnya di hari Hari Kartini yang jatuh pada hari ini, 21 April.
Setiap harinya Surya melakukan kegiatan penyidikan yaitu mengumpulkan barang bukti, pemeriksaan saksi, menganalisis bukti-bukti dalam bentuk dokumen maupun elektronik.
Pekerjaannya menuntut pula untuk turun ke lapangan melakukan penggeledahan.
Di bagian penindakan sendiri, jumlah penyidik perempuan lebih sedikit dibandingkan penyidik laki-laki.
Dominasi pegawai laki-laki tidak membuat dirinya takut jika harus berdiskusi soal perkara, bekerja bersama, bahkan saat menghadapi pemeriksaan yang tersangkanya laki-laki.
Seringkali penyidik Surya mendapat intimidasi saat memeriksa, dengan jawaban-jawaban sulit dan nyeleneh dari para tersangka kaum lelaki.
Beberapa dari mereka terkadang memandang sebelah mata, jika penyidik perempuan bisa "diluluhkan".
Namun, berbagai taktik maupun ancaman dari para terperiksa, tidak membuat gentar penyidik Surya untuk terus melakukan proses penyidikan.
Penyidik Surya tetap profesional dan fokus pada pekerjaannya.
Baca juga: Hari Kartini, Iriana Jokowi Berikan 514 Penghargaan Bagi Perempuan Indonesia se-Tanah Air
Prinsipnya adalah perempuan bisa setara dan berperan dalam situasi dan rumpun profesi apapun.
“Memang penyidikan itu suatu pekerjaan yang dominannya dilakukan oleh laki-laki. Jadi memang perempuan kalau di situ [Direktorat Penyidikan] hanya [berjumlah] sebagian kecil saja. Memang banyak tantangannya, banyak di awal pasti tidak menyangka akan menghadapi pekerjaan atau risiko semacam itu.” kata Surya dalam keterangan video yang dibagikan KPK, Rabu (21/4/2022).
Lebih jauh, Surya mengungkapkan alasannya memilih pekerjaan penyidik karena semata ingin menegakkan nilai-nilai kebenaran yang ada di masyarakat.
Perbuatan korupsi adalah perbuatan yang tidak benar dan masyarakat harus tahu itu.
“Jadi jangan sampai masyarakat tidak tahu kebenarannya. Yang tidak benar jadi lazim dan yang benar jadi tidak lazim. Kebenaran itu harus diperjuangkan. Jadi masyarakat terbiasa dengan nilai-nilai kebenaran,” ujarnya.
Menurut Surya, dirinya sebagai salah satu perempuan yang bekerja menjadi penyidik justru dapat memberikan nilai tambah dalam proses penyidikan suatu perkara.
Ada sejumlah perkara yang ia tangani, tidak bisa dilakukan oleh peran laki-laki, karena harus menggunakan sisi feminitas.
“Dari pengalaman selama ini, sebetulnya perempuan itu banyak memberikan nilai tambah ke proses penyidikan itu, ada beberapa hal sebagai perempuan itu bisa memberikan sumbangsih lebih, jadi ada hal-hal yang laki laki itu punya keterbatasan dalam situasi tertentu, di situ perempuan punya sesuatu dan peran yang bisa jadi penyidikan itu lebih lengkap. Misal harus menggeledah di area khusus perempuan,” jelasnya.
Pernah suatu ketika, penyidik Surya diharuskan turun ke lapangan meninjau lokasi sawit untuk suatu perkara penyidikan.
Dalam tim tersebut, hanya dia penyidik perempuan.
Ia bersama tim menelusuri hutan sawit yang luasnya berhektar-hektar.
Lebatnya semak belukar, dan terjalnya tanah yang becek habis hujan, tidak menyurutkan dia untuk tetap bekerja.
Di tengah hutan tersebut, tiba-tiba dia ingin buang air kecil.
Tentu hal ini agak merepotkan bagi dirinya sebagai perempuan.
“Kalau laki-laki kan bisa buang air dimana saja, kalau perempuan harus mencari toilet,” ceritanya.
Tercatat ada 509 pegawai perempuan dari total keseluruhan 1551 pegawai di KPK, atau sebesar 33%.
Mereka tersebar di berbagai unit, yaitu Sekretariat Jenderal; Kedeputian Bidang Informasi dan Data; Pencegahan dan Monitoring; Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat Koordinasi dan Supervisi, hingga Kedeputian Bidang Penindakan.