GMNI: Gerakan Mahasiswa harus Jadi Gerakan Moral, Bukan Mendongkel Kekuasaan
gerakan mahasiswa harus kembali menempatkan diri sebagai gerakan moral, melakukan refleksi kritis atas kondisi bangsa yang terjadi saat ini.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum DPPB Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Arjuna Putra Aldino mengungkapkan bahwa gerakan mahasiswa harus kembali menempatkan diri sebagai gerakan moral (moral force), yakni melakukan refleksi kritis atas kondisi bangsa yang terjadi saat ini.
Tentunya, yang memang membutuhkan peran dan kontribusi mahasiswa untuk melihat masalah bangsa dengan perspektif yang lebih objektif.
“Nafas gerakan mahasiswa adalah menjadi moral force, dengan melakukan refleksi kritis atas kondisi bangsa yang terjadi akhir-akhir ini. Tugasnya adalah warisan sejarah untuk meluruskan jalannya pemerintahan," kata Arjuna, Kamis (21/4/2022).
Baca juga: Aksi di Patung Kuda, BEM UI Suarakan 7 Tuntutan, Polisi Siapkan Pengamanan dan Rekayasa Lalu Lintas
Baca juga: 2.000 Mahasiswa Diperkirakan Hadir Dalam Aksi di Patung Kuda Hari ini
Baca juga: Hari Ini Mahasiswa Kembali Gelar Aksi, di Patung Kuda dan Istana Bogor
Arjuna menambahkan gerakan mahasiswa harus menggunakan kekuatan pengetahuan (power of knowledge) yang dimilikinya dengan tujuan untuk membedah masalah bangsa secara holistik dan komprehensif untuk menemukan masalah pokok atau problem fundamental.
Sehingga tidak terjebak arus di luar dirinya yang rawan diboncengi oleh kelompok kepentingan.
“Dengan the power of knowledge gerakan mahasiswa mencoba menyajikan masalah secara fundamental dengan perspektif yang holistik dan komprehensif. Sehingga bisa menghindarkan diri dari arus yang diciptakan oleh kelompok kepentingan," tambah Arjuna.
Menurut Arjuna, masalah fundamental bangsa ini adalah struktur ekonomi-politik yang tidak adil seperti konsesi bisnis yang dikeluarkan oleh negara selama bertahun-tahun tidak memiliki dampak yang significant bagi masyarakat.
Bahkan memperlemah peran negara. Hal ini juga terjadi pada sejumlah masalah yang terjadi akhir-akhir ini seperti minyak goreng dimana hulu perkebunan sawit dikuasasi oleh segelintir korporasi.
“Masalah pokok bangsa ini adalah tatanan ekonomi-politik yang tidak adil. Hal ini terjadi pada masalah harga kenaikan minyak goreng dimana HGU perkebunan sawit dikuasasi oleh segelintir korporasi. Ini memperlemah peran negara, tidak boleh diteruskan, harus diinstal ulang," tutur Arjuna
Baca juga: Kasus Minyak Goreng: Mendag harus Diperiksa, Jangan Sampai Anak Buah hanya Jadi Kambing Hitam
Baca juga: Menanti Tersangka Baru Kasus Minyak Goreng di Tengah Desakan Usut Tuntas hingga ke Akar
Baca juga: Kejagung Ungkap Mendag Lutfi Berpotensi Bakal Diperiksa Kasus Mafia Minyak Goreng
Ia juga mengingatkan gerakan mahasiswa tidak boleh terjebak pada politik praktis, terlibat dalam dongkel-mendongkel kekuasaan.
Arah gerakan mahasiswa harus ditujukan untuk menyemai kesadaran kritis masyarakat dan membenahi masalah yang menimpa bangsa serta kesulitan-kesulitan yang dialami oleh masyarakat.
Gerakan mahasiswa jangan sampai semata-mata hanya menjadi kayu bakar ditengah percaturan politik nasional.
Maka gerakan mahasiswa bertujuan semata-mata untuk melakukan kontrol politik dengan memegang teguh prinsip-prinsip universal seperti keadilan sosial, kemanusiaan dan perimbangan kekuasaan.
“Gerakan mahasiswa bukan ditujukan untuk meraih kekuasaan, kita tidak boleh terlibat dalam upaya dongkel-mendongkel kekuasaan. Itu sudah politik praktis. Gerakan kita harus ditujukan untuk melakukan kontrol politik, untuk mengawal rasa keadilan masyarakat dan membenahi masalah yang menimpa bangsa dan kesulitan masyarakat. Jangan sampai hanya jadi kayu bakar," papar Arjuna
Baca juga: Kisah 2 Remaja di Bogor Diajak ke Vila, Dilecehkan dan Dijual Rp 500 Ribu Sekali Kencan Via MiChat
Baca juga: Elemen Buruh akan Demo di Gedung DPR, Petugas Kepolisian Dikerahkan, Barrier Raksasa Dipasang
Selain itu, Arjuna juga meminta partai politik sebagai lembaga yang didirikan untuk mengakselerasi suara rakyat tidak boleh hanya berfikir semata-mata transaksi kekuasaan.
Namun juga harus ikut andil memberi alternatif untuk menyelesaikan kesulitan-kesulitan sosial ekonomi yang sedang menimpa masyarakat akhir-akhir ini.
Partai politik sudah mengalami disfungsi sebagai lembaga agregator suara rakyat. Cenderung hanya berfikir lima tahunan dan terjebak hanya meraih kursi kekuasaan.
“Kami meminta partai politik juga melakukan perannya sebagai lembaga artikulator suara rakyat. Jangan sampai hanya sibuk bicara penundaan pemilu, berfikir lima tahunan. Dan terjebak pada logika berebut kursi kekuasaan," tutup Arjuna.