Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

SOSOK 12 Kepala Daerah Perempuan yang Terjerat Kasus Korupsi, Terbaru Ade Yasin

Inilah 12 kepala daerah perempuan di Indonesia yang terjerat kasus korupsi. Terbaru ada Bupati Bogor, Ade Yasin.

Penulis: Sri Juliati
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
zoom-in SOSOK 12 Kepala Daerah Perempuan yang Terjerat Kasus Korupsi, Terbaru Ade Yasin
KOLASE TRIBUNNEWS.COM/KOMPAS.ID
Dari kiri ke kanan: Puput Tantriana Sari, Sri Wahyumi Sri Wahyumi Maria Manalip, dan Ade Yasin. Inilah 12 kepala daerah perempuan di Indonesia yang terjerat kasus korupsi. Terbaru ada Bupati Bogor, Ade Yasin. 

Ia menggantikan Syamsul Bahri yang meninggal dunia akibat serangan jantung setelah bermain sepak bola.

Saat itu, Andi Merya Nur merupakan Wakil Bupati Kolaka Timur hasil Pilkada Kolaka Timur tahun 2020.

Atas kasusnya, Andi Merya Nur divonis 3 tahun penjara dan denda Rp 250 juta oleh majelis hakim PN Kendari pada Selasa (26/4/2022) pagi.

Vonis tersebut lebih rendah dari tuntutan jaksa KPK yaitu 5 tahun.

4. Bupati Kepulauan Talaud, Sri Wahyumi Maria Manalip

Bupati nonaktif Kepulauan Talaud Sri Wahyumi Maria Manalip menjalani sidang pertama setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (23/9/2019). Sri diduga menerima suap berupa barang mewah senilai ratusan juta rupiah terkait proyek revitalisasi pasar di Kabupaten Talaud.
Bupati nonaktif Kepulauan Talaud Sri Wahyumi Maria Manalip menjalani sidang pertama setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (23/9/2019). Sri diduga menerima suap berupa barang mewah senilai ratusan juta rupiah terkait proyek revitalisasi pasar di Kabupaten Talaud. (TRIBUN/IQBAL FIRDAUS)

KPK menangkap Bupati Bupati Kepulauan Talaud, Sri Wahyumi Maria Manalip di di Kantor Bupati Kabupaten Kepulauan Talaud, Selasa (30/4/2019).

Penangkapan ini terjadi hanya beberapa bulan sebelum Sri Wahyumi menanggalkan jabatannya sebagai Bupati Talaud.

Berita Rekomendasi

Sri Wahyumi ditangkap atas dugaan penyalahgunaan APBD tahun 2018 Kabupaten Talaud.

Dia ditangkap berkaitan dugaan suap-menyuap terkait revitalisasi pasar di wilayahnya.

Setelah kasus ini naik di persidangan, Sri Wahyumi divonis penjara selama 4 tahun 6 bulan.

Namun oleh Mahkamah Agung (MA), vonis tersebut dipotong menjadi dua tahun penjara setelah Sri Wahyumi mengajukan peninjauan kembali (PK).

Ia pun dieksekusi Jaksa KPK pada 26 Oktober 2020 dan dijebloskan ke Lapas Wanita Klas II-A Tangerang.

Setelah menjalani hukuman, Sri Wahyumi keluar dari Lapas Wanita Tangerang pada 28 April 2021.

Namun sehari kemudian yaitu pada 29 April 2021, KPK kembali menangkap Sri Wahyumi dan menjadikannya tersangka.

Adapun perkara yang menjerat Sri Wahyumi adalah pengembangan dari kasus suap lelang pekerjaan revitalisasi Pasar Lirung dan pekerjaan revitalisasi Pasar Beo tahun 2019.

Atas kasus ini, Sri Wahyumi divonis empat tahun penjara oleh PN Manado karena terbukti memperkaya diri.

Sri Wahyumi menerima gratifikasi proyek pembangunan infrastruktur di Kabupaten Kepulauan Talaud pada saat menjabat.

Majelis hakim mengatakan, antara pertengahan 2014 dan 2017, Sri Wahyumi menerima gratifikasi atau commitment fee sebesar 10 persen dari nilai berbagai pekerjaan atau proyek yang dilelang kepada beberapa pengusaha.

Selama itu, dia terbukti menerima Rp 9.303.500.000 melalui empat ketua kelompok kerja (pokja) pengadaan barang dan jasa.

Selain pidana empat tahun penjara, Sri Wahyumi Manalip juga dituntut membayar denda Rp 200 juta subsider kurungan tiga bulan.

Lalu Sri Wahyumi Manalip juga diminta membayar uang ganti rugi sebesar Rp 9.303.500.000.

Jika tidak dibayarkan dalam kurun waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta benda Sri Manalip disita negara untuk dibayarkan sebagai uang ganti rugi.

Bila harta masih tidak cukup untuk membayar ganti rugi, maka akan diganti hukuman penjara selama dua tahun.

Kemudian rumah yang baru saja dibeli oleh Sri Wahyumi Manalip di Perumahan Citra Grand Blok Q, Kelurahan Jatikarya, Kecamatan Jatisampurna, Kota Bekasi, Jawa Barat juga disita negara.

5. Bupati Bekasi, Neneng Hassanah Yasin

Bupati nonaktif Bekasi, Neneng Hassanah Yasin, mengamini pertemuannya dengan bos Lippo Group, James Riady.
Bupati nonaktif Bekasi, Neneng Hassanah Yasin, mengamini pertemuannya dengan bos Lippo Group, James Riady. (Tribunnews.com/Ilham)

Pada 16 Oktober 2018, KPK menangkap Bupati Bekasi, Neneng Hassanah Yasin terkait kasus dugaan penerimaan suap terkait proyek perizinan proyek pembangunan Meikarta.

Selain Neneng, KPK juga beberapa mengamankan beberapa anak buahnya karena bertindak sebagai penerima suap.

Mereka adalah Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Jamaludin, Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Kabupaten Bekasi Sahat M Nohor, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Bekasi Kabupaten Dewi Tisnawati, serta Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Bekasi Neneng Rahmi.

Saat anak buahnya ditangkap KPK, Neneng sempat bersumpah jika ia tidak mengetahui soal kasus tersebut.

"Saya demi Allah nggak tahu," kata Neneng.

Saat ini, kasus dugaan penerimaan suap terkait proyek perizinan proyek pembangunan Meikarta tengah disidangkan di Pengadilan Tipikor Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung.

Sementara itu, Neneng yang akhirnya mundur sebagai bupati juga baru saja melahirkan anak ke empatnya pada Jumat (19/4/2019) lalu.

6. Bupati Subang, Imas Aryumningsih

Bupati Subang non aktif Imas Aryumningsih saat akan menjalani sidang putusan kasus suap, di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Rabu (19/9/2018). Sidang putusan tersebut ditunda hingga Senin (24/9/2018), karena terkait persyaratan administrasi putusan.
Bupati Subang non aktif Imas Aryumningsih saat akan menjalani sidang putusan kasus suap, di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Rabu (19/9/2018). Sidang putusan tersebut ditunda hingga Senin (24/9/2018), karena terkait persyaratan administrasi putusan. (TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN)

Bupati Subang, Imas Aryumningsih ditangkap KPK dalam OTT pada 14 Februari 2018 atau dua hari jelang masa kampanye.

Imas Aryumningsih juga terjerat kasus suap terkait pengurusan izin dari dua perusahaan di Subang, Jawa Barat.

Pada OTT tersebut, KPK mengamankan sejumlah uang yang diduga untuk transaksi praktik korupsi dan beberapa orang lain termasuk kurir, pihak swasta, dan pegawai setempat.

Imas Aryumningsih rencananya akan ikut Pemilihan Bupati Subang 2018 berpasangan dengan Sutarno.

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung pun menjatuhkan pidana penjara selama 6,5 tahun serta denda Rp 500 juta atau setara tiga bulan penjara.

Selain itu, Imas juga diwajibkan membayar uang ganti rugi pada negara senilai Rp 410 juta.

"Jika setelah satu bulan keputusan tidak sanggup membayar, maka diganti dengan disitanya harta benda terdakwa, atau diganti kurungan penjara selama satu tahun," ujar hakim.

7. Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari

Terpidana kasus suap pemberian izin lokasi perkebunan di Kutai Kartanegara, Rita Widyasari berjalan keluar seusai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu (3/7/2019). KPK melakukan pemeriksaan sebagai tersangka terhadap mantan Bupati Kutai Kartanegara itu terkait kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Terpidana kasus suap pemberian izin lokasi perkebunan di Kutai Kartanegara, Rita Widyasari berjalan keluar seusai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu (3/7/2019). KPK melakukan pemeriksaan sebagai tersangka terhadap mantan Bupati Kutai Kartanegara itu terkait kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). (Tribunnews/Irwan Rismawan)

Pada awal Januari 2018, KPK menetapkan Bupati Kutai Kartanegara (Kukar), Rita Widyasari sebagai tersangka kasus dugaan korupsi bersama-sama Khairudin, Komisaris PT Media Bangun Bersama.

Bupati Rita Widyasari menerima gratifikasi sebesar Rp 110 miliar sebagai balas jasa dengan sejumlah pengusaha.

Selain itu, Rita juga terbukti menerima suap Rp 6 miliar dari Direktur Utama PT Sawit Golden Prima Hery Susanto Gun alias Abun terkait pemberian izin lokasi perkebunan kelapa sawit.

Atas perbuatannya, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta memvonis Rita dengan hukuman pidana 10 tahun penjara dan diwajibkan membayar denda Rp 600 juta subsider 6 bulan kurungan.

Selain itu, hak politik Rita juga dicabut agar publik tidak salah pilih pemimpin yang pernah terbukti korupsi.

"Menjatuhkan pidana tambahan pada Rita Widyasari berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik, 5 tahun sejak selesai menjalani pidana pokok," ujar ketua majelis hakim Sugianto saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (6/7/2018).

8. Wali Kota Tegal, Siti Masitha

Wali Kota Tegal Siti Masitha menggunakan baju putih kerudung cokelat saat menjalani pemeriksaan di  Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jalan Suratmo, Semarang Barat, Manyaran, Kota Semarang, Jawa Tengah, Senin (15/1). Siti ditahan terkait kasus dugaan suap pengadaan infrastruktur kesehatan untuk pembangunan fisik ruangan ICU di RSUD Kardinah Kota Tegal.
Wali Kota Tegal Siti Masitha menggunakan baju putih kerudung cokelat saat menjalani pemeriksaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jalan Suratmo, Semarang Barat, Manyaran, Kota Semarang, Jawa Tengah, Senin (15/1). Siti ditahan terkait kasus dugaan suap pengadaan infrastruktur kesehatan untuk pembangunan fisik ruangan ICU di RSUD Kardinah Kota Tegal. (TRIBUN JATENG/HERMAWAN HANDAKA)

Wali Kota Tegal Siti Masitha Soeparno juga terjerat kasus korupsi terkait suap pengelolaan dana jasa pelayanan RSUD Kardinah Kota Tegal Tahun 2017 dan pengadaan barang dan jasa di lingkungan Kota Tegal tahun 2017.

Siti Masitha ditangkap KPK di Rumah Dinas Wali Kota di Kompleks Balai Kota, Jalan Ki Gede Sebayu, Kota Tegal, Selasa (29/8/2017).

Siti diduga menerima suap Rp 7 miliar yang akan digunakannya untuk ongkos politik karena Siti berniat mencalonkan diri sebagai wali kota Tegal untuk periode 2019-2024.

Pengadilan pun memvonis Siti dengan hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp 200 juta atau setara dengan 4 bulan kurungan.

9. Wali Kota Cimahi, Atty Suharti

Wali Kota Cimahi nonaktif, Atty Suharti dan suaminya mantan Wali Kota Cimahi, Itoc Tochija, tiba di Pengadilan Tipikor Bandung, Jalan RE Martadinata, Kota Bandung, Rabu (19/4/2017), untuk menghadiri sidang perdana sebagai terdakwa kasus suap pembangunan Pasar Atas Cimahi. Jaksa penuntut umum (JPU) dari KPK dalam surat dakwaan yang dibacakannya pada sidang perdana tersebut menjerat Atty dan Itoc dengan ancaman hukuman 20 tahun penjara.
Wali Kota Cimahi nonaktif, Atty Suharti dan suaminya mantan Wali Kota Cimahi, Itoc Tochija, tiba di Pengadilan Tipikor Bandung, Jalan RE Martadinata, Kota Bandung, Rabu (19/4/2017), untuk menghadiri sidang perdana sebagai terdakwa kasus suap pembangunan Pasar Atas Cimahi. Jaksa penuntut umum (JPU) dari KPK dalam surat dakwaan yang dibacakannya pada sidang perdana tersebut menjerat Atty dan Itoc dengan ancaman hukuman 20 tahun penjara. (TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN )

KPK juga menangkap Wali Kota Cimahi Atty Suharti di kediamannya di Jalan Sari Asih IV No. 16 Kecamatan Sukasari, Kota Bandung, Kamis (1/12/2016) malam.

Atty ditangkap bersama suaminya Itoc Tochija yang merupakan mantan Wali Kota Cimahi.

Keduanya ditangkap dalam kasus korupsi pembangunan Pasar Atas Cimahi.

Atty dan Itoc menerima uang Rp 500 juta dari pengusaha Triswara Dhanu Brata dan Sani Kuspermadi.

Uang tersebut untuk menjadikan perusahaan keduanya sebagai pelaksana pembangunan Pasar Atas Baru Cimahi tahap II tahun 2017 dengan nilai anggaran Rp 57 miliar.

Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pengadilan Negeri (PN) Bandung pun memvonis empat tahun penjara kepada mantan Wali Kota Cimahi Atty Suharti dan tujuh tahun penjara kepada suaminya Itoc Tochija.

10. Bupati Klaten, Sri Hartini

Bupati Klaten Sri Hartini
Bupati Klaten Sri Hartini (Kompas.com)

KPK juga pernah menangkap Bupati Klaten, Sri Hartini dalam operasi tangkap tangan di Klaten, Jawa Tengah pada Desember 2016.

Bupati petahana itu ditangkap bersama anak anak perempuannya, Dina Permata Sari yang diduga memiliki peran penting.

Operasi tangkap tangan terhadap Bupati Klaten diawali adanya laporan dari masyarakat yang mencium adanya praktik KKN di lingkungan kantor Bupati.

Penyuapan tersebut berhubungan dengan promosi dan mutasi jabatan dalam pengisian perangkat daerah di Kabupaten Klaten.

Atas perbuatannya, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang memvonis Sri Hartini dengan pidana 11 tahun penjara serta denda Rp 900 juta atau setara 10 bulan penjara.

11. Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah

Terdakwa kasus pengadaan alat kesehatan Ratu Atut Chosiyah berjalan seusai menjalani sidang dengan agenda pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (20/7). Ratu Atut Chosiyah divonis 5,5 tahun penjara serta diwajibkan membayar denda Rp250 juta subsider tiga bulan kurungan.
Terdakwa kasus pengadaan alat kesehatan Ratu Atut Chosiyah berjalan seusai menjalani sidang dengan agenda pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (20/7). Ratu Atut Chosiyah divonis 5,5 tahun penjara serta diwajibkan membayar denda Rp250 juta subsider tiga bulan kurungan. (Harian Warta Kota/Henry Lopulalan)

Nama Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah yang pernah ditangkap KPK, Jumat (20/12/2013) sempat jadi perbincangan di kalangan masyarakat.

Penangkapan bekas orang nomor satu di Banten ini juga menguak dinasti politik di provinsi tersebut.

Tak hanya itu, Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar juga terseret dalam kasus ini karena adiknya, Tubagus Chaeri Wardana juga ditangkapk dalam kasus penyuapan.

Atut Chosiyahdivonis 5,5 tahun penjara oleh majelis hakim pada Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (20/7/2017).

Atut juga diwajibkan membayar denda Rp 250 juta subsider 3 bulan kurungan.

Atut terbukti merugikan negara sebesar Rp 79,7 miliar dalam pengadaan alat kesehatan di Provinsi Banten.

Ia dinilai telah memperkaya diri sendiri dan orang lain.

12. Bupati Minahasa Utara, Vonnie Anneke Panambunan

Vonnie Anneke Panambunan, Bupati Minahasa Utara
Vonnie Anneke Panambunan, Bupati Minahasa Utara (Istimewa)

Bupati Minahasa Utara, Vonnie Anneke Panambunan pernah terjerat kasus korupsi saat menjabat sebagai bupati pada 2005–2010.

Ia tersandung kasus korupsi pembangunan Bandara Loa Kulu, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, saat baru tiga tahun menjabat sebagai bupati.

Atas perbuatannya, ia divonis hukuman 1,5 tahun serta denda Rp 100 juta atau hukuman kurungan selama enam bulan.

Majelis juga mewajibkan Vonnie membayar kerugian negara sebesar Rp 4,006 miliar.

Setelah selesai menjalani masa hukuman pada 2015, Vonnie kembali maju di Pilkada Minahasa Utara yang kembali mengantarkannya ke kursi bupati periode 2016-2021.

(Tribunnews.com/Sri Juliati) (Kompas.com/Irfan Kamil)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas