Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Krisis Sampah Plastik AMDK Kian Mencemaskan, WALHI Ingatkan Tanggung Jawab Besar Industri

Polusi sampah plastik AMDK juga masih jadi krisis yang belum teratasi di Indonesia. Berdasarkan data, produk AMDK menyumbang 328.117 ton pada 2021.

Penulis: Anniza Kemala
Editor: Bardjan
zoom-in Krisis Sampah Plastik AMDK Kian Mencemaskan, WALHI Ingatkan Tanggung Jawab Besar Industri
Shutterstock
Ilustrasi sampah plastik yang diproduksi korporasi. 

TRIBUNNEWS.COM - Sampah plastik masih menjadi problem besar di Indonesia. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyatakan selama 2021 lalu produksi sampah di Indonesia mencapai 68,5 juta ton. Dari total sampah tersebut, sampah plastik menyumbang sekitar 11,6 juta ton atau 17 persen.

Juru Kampanye Perkotaan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Nasional, Ghofar, dalam wawancara dengan Tribunnews menyebutkan, volume sampah plastik di 2021 naik dua kali lipat dibandingkan dengan data 10 tahun lalu.

Selain terbuang ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA), menurut Ghofar, jutaan sampah plastik yang dihasilkan setiap tahunnya tidak sedikit yang berakhir di laut. Besarnya jumlah sampah plastik tersebut kerap mencemari habitat sungai dan laut.

Secara tak langsung, Ghofar mengingatkan, pencemaran sampah plastik juga dapat turut berimbas pada kesehatan manusia.

Sebagai contoh, kandungan mikroplastik kerap ditemukan di dalam darah dan paru-paru manusia. Mikroplastik yang mencemari sungai dan lautan ini dapat termakan ikan, lalu manusia pun turut memakan mikroplastik di dalam tubuh ikan tersebut.

"Artinya, isu plastik tidak lagi jadi isu pinggiran, melainkan isu yang cukup mengkhawatirkan. Kalau dulu mayoritas organik hampir 60 persen, sekarang turun sekitar 50 persen," ungkapnya kepada Tribunnews, Sabtu (14/5/2022).

Masalah Timbulan Sampah AMDK

Berita Rekomendasi

Melansir data produksi sampah plastik nasional di tahun 2021, beberapa tipe bahan plastik yang kerap ditemukan adalah PP (Polypropylene), PET (Polyethylene Terephthalate), dan PC (Polycarbonate), yang sebagian besar berasal dari produk air minum dalam kemasan (AMDK). Dengan kata lain, polusi sampah plastik AMDK juga masih jadi krisis yang belum teratasi di Indonesia.

Berdasarkan data olahan dari Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan Indonesia (ASPADIN) dan lembaga riset AC Nielsen, produk AMDK menyumbang 328.117 ton dari 11,6 juta ton sampah plastik sepanjang tahun 2021.

Data yang sama menunjukkan plastik jenis PP (Polypropylene), yang biasa ditemukan pada air mineral kemasan gelas (cup), menyumbang produksi sampah sebanyak 66.170 ton dari total timbulan sampah plastik nasional. Sejumlah 6.769 ton di antaranya berasal dari limbah produk salah satu merek AMDK multinasional ternama.

Sedangkan untuk tipe plastik PET (Polyethylene Terephthalate) pada botol air minum kemasan sekali pakai, laporan mencatat timbulan sampah mencapai 163.114 ton dari semua merek AMDK. Sebanyak 51.548 ton atau sekitar sepertiga dari total timbulan tersebut berasal dari merek produsen AMDK multinasional. Sementara 5.439 ton dari keseluruhannya merupakan timbulan sampah air kemasan galon PET.

Yang terakhir adalah sampah AMDK berbahan PC (Polycarbonate) atau polikarbonat, yang menyumbang sebanyak 99.013 ton dari timbulan sampah plastik AMDK nasional. Salah satu produsen galon guna ulang multinasional menyumbang sebanyak 38.530 ton, atau lebih dari 10 persen dari total timbulan sampah plastik AMDK nasional 2021.

Sebagai informasi, plastik jenis PC atau polikarbonat berpotensi mengancam kesehatan karena mengadung BPA (bisfenol A). Bahkan, saat ini, pemerintah melalui Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah menyusun peraturan pelabelan kemasan produk AMDK yang mengandung BPA.

Sebagaimana diketahui, beberapa penelitian telah membuktikan dampak buruk migrasi BPA bagi kesehatan manusia, termasuk mengganggu perkembangan otak, berkontribusi pada perkembangan sel kanker, dan gangguan endokrin dan metabolik seperti diabetes melitus. 

Penerapan Permen LHK No 75 Tahun 2019 hadapi tantangan

Ghofar menekankan pentingnya peran berbagai pihak, baik Pemerintah, masyarakat, maupun dunia usaha yang sudah mendesak dan sangat krusial demi mengatasi persoalan yang timbul akibat sampah plastik, termasuk demi melindungi kesehatan masyarakat Indonesia.

Dalam mengatasi permasalahan sampah plastik, termasuk sampah plastik AMDK, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI (KLHK) mengeluarkan kebijakan Peraturan Menteri (Permen) LHK No 75 Tahun 2019 mengenai Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen.

Permen tersebut mengatur ketentuan bagi perusahaan, termasuk produsen AMDK, dalam mengelola kemasan plastik dalam pelaksanaan usahanya.

Permen ini diberlakukan untuk mencapai target pengurangan sampah oleh produsen sebesar 30 persen dibandingkan jumlah timbulan sampah pada tahun 2029.

Menurut Ghofar, rincian aturan pada Permen tersebut secara umum sudah konkret. Yang menjadi permasalahan, Permen tersebut tidak mengatur semua jenis perusahaan, termasuk produsen plastik itu sendiri, tetapi hanya mengatur pelaku usaha dan/atau kegiatan pada tiga jenis industri: manufaktur, jasa makanan dan minuman, serta industri ritel.

"Jadi tiga jenis perusahaan ini diminta untuk menyetor rencana aksi program selama 2019 sampai 2030. Perencanaan selama 10 tahun ke depan bagaimana, kemasan yang daur ulang diapakan dan sebagainya," paparnya.

Tiga jenis perusahaan tersebut, ungkap Ghofar, memang berperan besar terhadap produksi sampah plastik dari waktu ke waktu.

Para produsen atau perusahaan penghasil kemasan plastik merupakan subjek utama untuk kampanye dan memiliki posisi di tengah, alias berdiri di antara produsen plastik dan masyarakat yang mengonsumsi barang kemasan plastik.

Karenanya, mereka memiliki peran dalam mempromosikan rencana pengurangan sampah secara konkret dan menjadi ujung tombak dalam pengurangan sampah plastik, khususnya kemasan-kemasan produk yang dihasilkan.

Di sisi lain, perusahaan-perusahaan dari tiga industri tersebut memiliki kewajiban untuk segera menyiapkan rencana transisi sebelum 2030. "Mereka ini kan subjek rencana pengurangan tadi. Idealnya patuh submit peta jalan dan menjadi kewajiban," kata Ghofar.

Ghofar juga menekankan, meski perusahaan-perusahaan tersebut memiliki proyek pilot dalam pengelolaan sampah plastik, tapi ketika dilakukan pengecekan, proyek-proyek pengelolaan sampah yang ada belum berjalan maksimal.

"Seharusnya mereka punya effort lebih, tidak menunggu ada kebijakan. Mereka juga harus mempertimbangkan planet dan tiga prinsip sustainable development, yang berbicara lingkungan atau planet, lalu people atau nasib masyarakat, baru memikirkan soal profit," tegas Ghofar.

Peran krusial perusahaan dalam pengelolaan sampah plastik AMDK

Kontribusi perusahaan dinilai penting dalam kolaborasi multipihak pengelolaan sampah plastik, tak terkecuali sampah plastik AMDK. Terlebih, masyarakat menganggap peranan perusahaan dalam mengurangi volume sampah plastik cukup signifikan.

Berdasarkan survei dalam laporan terbaru Greenpeace Indonesia mengenai Bumi Tanpa Plastik tentang Perspektif dan Tuntutan Publik Terhadap Tanggung Jawab Korporasi Dalam Krisis Pencemaran Plastik di Indonesia yang dirilis tahun 2021 diketahui, sebanyak 55 persen responden menyatakan bahwa perusahaan memiliki peran yang strategis dalam mengurangi volume sampah plastik.

Dengan kata lain, produsen atau perusahaan dapat mengambil langkah seperti membatasi penggunaan kemasan plastik sekali pakai dalam produk AMDK, serta melakukan transisi pengemasan produk lewat model pengiriman alternatif.

Dari data hasil survei yang sama, 22 persen responden mengatakan pemerintah seharusnya berperan besar dengan membuat regulasi yang untuk melarang perusahaan menggunakan kemasan plastik sekali pakai.

“Publik melihat peraturan pemerintah bisa mendorong perusahaan untuk mulai melakukan transisi pengemasan produknya menuju model pengiriman alternatif,” ujar Muharram Atha Rasyadi, Juru Kampanye Urban Greenpeace Indonesia, yang dikutip dari situs Greenpeace Indonesia.

Rekomendasi di atas perlu menjadi sebuah pertimbangan, mengingat implementasi Permen LHK No 75 Tahun 2019 mengenai Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen belum efektif mendorong produsen atau perusahaan, terutama produsen plastik, untuk mengurangi problem sampah plastik di Indonesia.

Karena itu, diperlukan penguatan regulasi disertai dukungan perusahaan dan produsen plastik untuk berperan mewujudkan pengelolaan sampah plastik yang efektif di Indonesia.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas