Pemerintah Akomodir 14 Aturan Krusial di RUU KUHP, 2 Lainnya Diusulkan Dihapus
Adapun dua aturan yang diusulkan dihapus tersebut yakni tentang dokter atau dokter gigi yang melaksanakan pekerjaan tanpa izin. Aturan itu sendiri
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Hukum dan HAM RI (Kemenkumham) menyatakan akan menindaklanjuti 14 aturan dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RUU KUHP). Sedangkan dua aturan lainnya diusulkan untuk dihapus.
Hal itu disampaikan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Eddy Omar Sharief Hiariej dalam rapat dengar pendapat (RDP) antara Komisi III DPR RI dengan tim pemerintah yang membahas RUU KUHP dan RUU Pemasyarakatan.
Adapun dua aturan yang diusulkan dihapus tersebut yakni tentang dokter atau dokter gigi yang melaksanakan pekerjaan tanpa izin. Aturan itu sendiri tertuang dalam Pasal 276 RUU KUHP.
"Mengapa pemerintah mengusulkan untuk dihapus, ini memang ada selain dari putusan Mahkamah Konstitusi juga dalam pasal 276 sudah diatur di dalam undang-undang praktik kedokteran. Sehingga untuk tidak menimbulkan duplikasi ini kami usulkan untuk dihapus," kata Hiariej saat RDP di ruang rapat Komisi III DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (25/5/2022).
Selanjutnya, aturan krusial yang juga diusulkan dihapus yakni tentang pemidanaan terhadap advokat curang atau melaksanakan pekerjaan tanpa izin.
Aturan tersebut tertuang dalam pasal 283 RUU KUHP. Adapun dalam penjelasannya, aturan itu dihapus guna menghindari hukum diskriminatif antar aparat penegak hukum (APH).
"Kalau hanya terhadap advokat, maka pertanyaannya aparat penegak hukum (APH) yang lain gimana," kata Hiariej.
"Kenapa hanya advokat yang berbuat curang saja yang kemudian dipidana, dari hasil masukan itu kami take out (dihapus) dan itu nanti akan diatur dalam undang-undang advokat," sambungnya.
Sedangkan ada juga beberapa aturan yang direformulasikan dalam RUU KUHP itu. Aturan tersebut juga tertuang dalam beberapa pasal.
Aturan itu direformulasikan kata Hiariej untuk menghindari multitafsir dalam RUU KUHP jika nantinya ditetapkan.
Baca juga: Ketua Komisi III DPR Soal Pengesahan RKUHP: Ini Masterpiece, DPR Sudah Selesai
"Supaya tidak menimbulkan multitafsir, seperti misalnya ya, pasal-pasal terhadap penodaan agama, lalu ada pasal yang berkaitan dengan kekuatan gaib dan lain sebagainya itu kita melakukan reformulasi supaya tidak menimbulkan perdebatan," ucap Hiariej.
Berikut 14 aturan krusial pemidanaan yang diakomodir dalam RUU KUHP:
1. Isu terkait the living law atau hukum pidana adat yang diatur dalam Pasal 2.
2. Isu terkait pidana mati yang diatur dalam Pasal 200.
3. Isu terkait penyerangan harkat dan martabat presiden dan wakil presiden yang diatur dalam Pasal 218.
4. Isu terkait tindak pidana karena memiliki kekuatan gaib yang diatur dalam Pasal 252.
5. Isu terkait unggas dan ternak yang merusak kebun yang ditaburi benih yang diatur dalam Pasal 278-279.
6. Isu terkait tindak pidana contempt of court yang diatur dalam Pasal 281.
7. Isu terkait penodaan agama yang diatur dalam Pasal 304.
8. Isu terkait penganiayaan hewan yang diatur dalam Pasal 342.
9. Isu terkait alat pencegahan kehamilan dan pengguguran kandungan yang diatur dalam Pasal 414-416.
10. Isu terkait penggelandangan yang diatur dalam Pasal 431.
11. Isu terkait aborsi yang diatur dalam Pasal 469-471.
12. Isu terkait perzinaan yang diatur dalam Pasal 417.
13. Isu terkait kohabitasi yang diatur dalam Pasal 418.
14. Isu terkait perkosaan yang diatur dalam Pasal 479.