Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Wamenkumham : Pasal Penyerangan Harkat-Martabat Presiden dan Wapres di RKUHP jadi Delik Aduan

Terkait penyerangan harkat dan martabat presiden dan wakil presiden, jadi kami memberikan penjelasan bahwa ini adalah perubahan dari delik biasa.

Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Daryono
zoom-in Wamenkumham : Pasal Penyerangan Harkat-Martabat Presiden dan Wapres di RKUHP jadi Delik Aduan
Rizki Sandi Saputra
Wakil Menteri Hukum dan HAM RI (Wamenkumham) Eddy Omar Sharief Hiariej saat ditemui awak media usai Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR RI membahas hasil sosialiasi RUU KUHP dan RUU Pemasyarakatan, di Gedung DPR RI, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (25/5/2022). 

Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Eddy Omar Sharief Hiariej memastikan kembali isi pasal tentang penyerangan harkat dan martabat presiden dan wakil presiden di Revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKHUP).

Dalam aturan yang tertuang di Pasal 218 RKUHP itu, kata Eddy merupakan delik aduan.

"Terkait penyerangan harkat dan martabat presiden dan wakil presiden, jadi kami memberikan penjelasan bahwa ini adalah perubahan dari delik yang bersifat tadinya delik biasa menjadi delik aduan," kata Eddy dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR RI yang digelar Rabu (25/5/2022).

Kata Eddy, dengan masuknya aturan tersebut dalam delik aduan, maka bukan berarti pemerintah mengembalikan pasal penghinaan presiden yang pernah dibatalkan Mahkamah Konstitusi.

Baca juga: DPR dan Pemerintah Target Sahkan RKUHP Bulan Juli 2022

Sebab kata dia, ada perbedaan terkait pasal yang pernah dihapus MK dengan aturan pasal yang ada di RKUHP.

Sebagai informasi, MK sebelumnya pernah membatalkan pasal penghinaan presiden dan wakil presiden di KUHP melalui putusan Nomor 031-022/PUU-IV/2006.

Berita Rekomendasi

"Jadi sama sekali kami tidak membangkitkan pasal yang sudah dimatikan oleh Mahkamah Konstitusi, justru berbeda," kata Eddy.

"Kalau yang dimatikan Mahkamah Konstitusi itu adalah delik biasa, sementara yang ada dalam RUU KUHP ini adalah delik aduan," tukasnya.

Terakhir kata Eddy, dalam RKUHP juga ditambahkan penjelasan bahwa pengaduan terkait pasal tersebut harus dilakukan langsung oleh presiden maupun wakil presiden secara tertulis.

Baca juga: Pemerintah Akomodir 14 Aturan Krusial di RUU KUHP, 2 Lainnya Diusulkan Dihapus

Berdasarkan draf RUU KUHP yang didapatkan Tribunnews.com, hal itu termaktub pada Bab II yang mengatur Tindak Pidana terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden.

Awalnya diatur pasal yang akan dikenakan kepada orang yang menyerang diri presiden maupun wakil presiden. Ancaman pidana lima tahun menanti bagi yang melanggar pasal ini.

Hal itu tercantum dalam Pasal 217 yang berbunyi :

Pasal 217

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas