Fraksi PKB Terima Audiensi Teras Inklusi: Tegaskan Komitmen Lindungi Warga Difabel
(PKB) DPR RI menerima audiensi Teras Inklusi, sebuah komunitas pemerhati penyandang disabilitas yang berdomisili di Kota Banjarbaru, Provinsi Kalimant
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DPR RI menerima audiensi Teras Inklusi, sebuah komunitas pemerhati penyandang disabilitas yang berdomisili di Kota Banjarbaru, Provinsi Kalimantan Selatan, Senin (30/5).
Fraksi PKB yang diwakili oleh, KH Maman Imanulhaq, Luqman Hakim, dan Heru Widodo ini menerima sejumlah keluhan yang dirasakan para penyandang disabilitas.
Salah satu persoalan yang paling kentara adalah masih banyaknya warga difabel usia sekolah yang belum mendapat layanan pendidikan yang layak, apalagi bagi mereka yang tinggalnya jauh dari SLB namun tidak bisa bersekolah formal.
"Pendidikan merupakan satu dari sekian banyak permasalahan yang dihadapi penyandang disabilitas. Rendahnya serapan tenaga kerja penyandang disabilitas dipengaruhi juga oleh layanan pendidikan yang diperoleh penyandang disabilitas," kata Ketua Teras Inklusi, Faizah Abdiah dalam audiensi yang digelar di Ruang Rapat Fraksi PKB, Gedung DPR/MPR RI, Jakarta Selatan.
Sementara itu, KH Maman Imanulhaq dalam kesempatan itu menegaskan komitmen PKB terhadap nasib jutaan warga difabel yang perlu diperjuangkan. Apalagi katanya, saat ini masih terasa diskriminasi atau ketidakadilan yang dialami banyak warga difabel.
Salah satu akar masalahnya, kata Kiai Maman, adalah data sosial yang tumpang tindih, akibatnya banyak warga difabel yang tidak memiliki akses terhadap bantuan sosial, sulit mendapatkan pekerjaan, atau tidak memperoleh layanan pendidikan yang layak.
Menurut Pengasuh Ponpes Al Mizan Jatiwangi ini, harapan perubahan nasib warga difabel sebetulnya bisa terjawab dengan keluarnya UU No 8 Tahun 2016 yang menjadi payung hukum perlindungan terhadap penyandang disabilitas.
Baca juga: Komnas Disabilitas RI: Penyandang Difabel Masih Jadi Bahan Ejekan atau Olokan
Sayangnya aturan itu dinilai belum dijalankan efektif, hal itu terjadi lantaran kurangnya peraturan turunan baik perda ataupun pergub. Akibatnya, banyak lembaga pemerintah yang belum menyediakan akses terhadap difabel, bahkan malah melakukan diskriminasi kepada warga difabel seperti kasus pemecatan pegawai disabilitas di Kemenkeu.
Begitupun pula, imbuh Kiai Maman, beberapa perusahaan swasta hingga kini masih banyak yang tidak memberi kesempatan kerja kepada warga difabel. Padahal dalam mandat UU No 8 Tahun 2016 jelas disebutkan untuk memberikan kesempatan kerja bagi warga disabilitas paling sedikit 1 persen.
Tidak hanya di lingkungan kerja, diskriminasi penyandang disabilitas, ungkap Kiai Maman, juga sampai ke lingkungan masyarakat bahkan hingga keluarga. Banyak masyarakat yang masih memberikan stigma negatif dengan beranggapan bahwa disabilitas adalah karma sehingga marak perilaku pemasungan atau pengabaian hak-hak warga difabel.
"Ini pekerjaan rumah yang harus segera dituntaskan, setidaknya kita harus terus memberikan pemahaman kepada masyarakat dan seluruh pemangku kepentingan tentang hak-hak warga difabel yang harus diberikan," kata Kiai Maman menutup.