Bantu Calon Bintara yang Tak Lolos karena Disebut Buta Warna, Hillary Lasut: Mohon Kebijakan Kapolri
Kasus yang Fahri juga menyita perhatian usai dipublikasikan politisi Partai Nasdem, Hillary Brigitta Lasut sejak Senin (31/5/2022) kemarin.
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fandi Permana
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Fahri Fadillahnur Rizky masih berharap keadilan atas hasil yang menyatakan dirinya tak lolos untuk mengikuti pendidikan Bintara Akpol Polri usai didiagnosa mengalami buta warna parsial.
Kasus yang Fahri juga menyita perhatian usai dipublikasikan politisi Partai Nasdem, Hillary Brigitta Lasut sejak Senin (31/5/2022) kemarin.
Dalam postingan terbarunya di Instagram, Hillary menyebut Fahri layak dipertimbangkan untuk diterima kembali menjadi Siswa Bintara usai membeberkan sejumlah bukti rekam medis.
Dalam surat hasil pemeriksaan mata yang dikirimkan kepada Hillary, Fahri ternyata mengikuti terapi di Jogja.
Baca juga: Fahri Calon Bintara Polri Gagal Pendidikan Beberkan Bukti Jika Dirinya Tidak Buta Warna
Hillary menyebut, tempat Fahri melakukan terapi mata memiliki reputasi bagus untuk rujukan tes buta warna parsial.
Hillary mempertanyakan saat polisi menyebut Fahri tidak lolos di tahun sebelumnya karena alasan yang sama, sebab Fahri sudah mengikuti terapi buta warna jauh sebelum hasil tes di Polri keluar.
"Terkait dengan tidak lulus karena buta warna di tahun sebelumnya, Fahri mampu membuktikan bahwa ia menjalani terapi buta warna di area Jogjakarta yang reviewnya di google saja sangat bagus, dan banyak yang setelah terapi terbukti lolos menjadi anggota TNI dan Polri bahkan 'alumni' tempat terapi buta warna tersebut ada yang menjadi penembak jitu," tulis Hillary Lasut dalam postingan di Instagram hillarybrigitta, Rabu (1/6/2022).
Baca juga: Polisi Sebut Syarat Lolos Tes Buta Warna Bersifat Mutlak dalam Penerimaan Pendidikan Bintara Polri
Hillary justru bertanya-tanya apabila Fahri benar dinyatakan buta warna, seharusnya dia tidak lolos sejak awal.
Dalam hal ini, Fahri sudah dinyatakan lolos di supervisi Mabes Polri.
"Logika hukumnya, test kesehatan atau test apapun yang krusial dan menjadi poin penentu kelulusan seharusnya di awal dan sebelum pengumuman kelulusan. Apabila suatu aturan atau kebijakan baru bisa membatalkan kelulusan dengan berlaku surut, secara hukum tidak dapat dibenarkan," tambahnya.
Hillary menyebut hasil diagnosis Supervisi Polri bisa dibandingkan dengan hasil tes di dua rumah sakit agar bisa dipertimbangkan pihak kepolisian.
Terlebih Fahri sudah lulus di beberapa sekolah kedinasan karena cukup berprestasi.
"Alasan lain adalah Fahri sudah lulus di beberapa sekolah kedinasan lain yang sebenarnya bisa ia ambil karena ia berprestasi. Dan saya masih sangat berharap sekiranya dapat memohon kebijakan dari Pak Kapolri untuk mempertimbangkan second opinion ini, sehingga jajaran Polda punya landasan untuk mengambil kebijakan," tuturnya.
Tak miliki biaya untuk menggugat
Hillary juga menjelaskan bahwa keluarga Fahri memilih dan berharap bantuannya untuk menyuarakan apa yang dialami Fahri.
Sebab, keluarga Fajri tidak punya biaya untuk menggugat ke PTUN.
Sehingga Hillary berharap Polri mempertimbangkan second opinion tadi.
"Ia sempat lolos juga di sekolah kedinasan lain, tapi karena mimpinya menjadi anggota polri akhirnya terwujud, pada tahun itu ia memilih tidak melanjutkan ke sekolah kedinasan tersebut. Keluarga sudah selamatan, sujud syukur, dan sudah mengatur kehidupan mereka seturut dengan kelulusan."
"Ia diharapkan sudah bisa menjadi tulang punggung keluarga ke depan. Keluarga mereka tidak punya biaya juga untuk menggugat ke PTUN. Sehingga saya berharap sekiranya second opinion dari beberapa rumah sakit lain dapat menjadi pertimbangan, siapa tau Fahri masih bisa dikembalikan untuk berangkat mengikuti pelatihan dengan gelombang yang sama," tutup Hillary.
Untuk mengkonfirmasi hasil tes yang dimiliki Fahri di Jogjakarta, Tribunnews.com juga telah menghubungi Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Endra Zulpan.
Namun, hingga berita ini ditulis Kombes Zulpan belum menanggapi konfirmasi terkait kasus Fahri.