Polisi: Pimpinan Khilafatul Muslimin Mengaku Pro-Pancasila tapi Hasil Penyidikan Justru Bertentangan
Hasil penyelidikan pihak kepolisian, Abdul Qadir selaku orang nomor satu di kelompok tersebut terbukti bertentangan dengan nilai-nilai pancasila.
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Abdi Ryanda Shakti
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polisi menyebut pimpinan tertinggi Khilafatul Muslimin, Abdul Qadir Hasan Baraja hingga pimpinan wilayah sempat mengaku melalui media jika pro-NKRI dan Pancasila.
Namun, hasil penyelidikan pihak kepolisian, Abdul Qadir selaku orang nomor satu di kelompok tersebut terbukti bertentangan dengan nilai-nilai pancasila.
"Apa yang disampaikan pemimpin tertinggi atau pemimpin wilayah di media bahwa selama ini dia mendukung pancasila NKRI, dalam faktanya hasil penyelidikan kami dan penyidikan kami justru ini kontradiktif justru bertentangan dengan Pancasila," ujar Dirreskrimum Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (7/6/2022).
Faktanya, Hengki menyebut kelompok tersebut menyebarkan kebohongan yang dapat membuat onar di masyarakat.
Baca juga: Penjelasan Polri Soal Kronologi Penangkapan Pimpinan Khilafatul Muslimin Abdul Qadir Baraja
"Pertama kita lihat websitenya, ternyata di situ ada videonya, ada artikelnya setelah dianalisis dari berbagai ahli, ahli literasi ideologi islam, bahasa, pidana, ahli psikologi massa bahwa ini memang memenuhi delik daripada UU Ormas yang bertentangan Pancasila itu," ucapnya.
Ada sejumlah video di dalam website milik kelompok tersebut yang menyebarkan kebohongan mulai tentang Pancasila dan UUD 1945 hingga soal Kyai di zaman demokrasi.
"Sebagai contoh di sana salah satu videonya menyatakan bahwa Pancasila dan UU 1945 itu tidak akan bisa bertahan lama. Demokrasi bisa dilaksanakan apabila dengan senjata, kyai di zaman demokrasi banyak bohong. Kemudian islam tidak ada toleransi," ungkapnya.
Selain website, lanjut Hengki, kelompok itu juga mempunyai percetakan buletin alias majalah yang terbit setiap bulannya.
Baca juga: Pimpinan Khilafatul Muslimin Abdul Qadir Hasan Baraja Ditangkap, Pengikut: Keterlibatannya Apa?
"Kami analisis buletin yang sampai sekarang 80 edisi setiap bulan muncul, ada percetakannya ada dari seleberannya ada website dari artikel-artikelnya kami akan kembangkan terus karena sifatnya berkesinambungan penyidikan kita," imbuhnya.
Sebelumnya, Polda Metro Jaya baru saja menangkap petinggi kelompok Khilafatul Muslimin, Abdul Qadir Baraja di Lampung, Selasa (7/6/2022).
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Endra Zulpan menerangkan penangkapan ini terkait konvoi khilafah yang terjadi di Cawang, Jakarta Timur beberapa waktu lalu.
Diketahui, konvoi pesepeda motor dengan poster bertuliskan kebangkitan khilafah dan bendera dengan aksara Arab itu terjadi pada Minggu (29/5/2022).
"Ya ada kaitannya itu kan pak kapolda juga sudah bentuk tim khusus juga untuk mengusut hal itu," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes E Zulpan saat dihubungi, Selasa (7/6/2022).
Dari data yang ada, Abdul Qadir Baraja ternyata merupakan eks narapidana terorisme. Dia pernah ditahan sebanyak dua kali terkait kasus yang sama.
Pertama kasus terorisme dilakukan pada Januari 1979 terkait teror Warman. Kedua, dia ditahan atas kasus bom di Jawa Timur dan Borobudur pada awal tahun 1985.
"Secara historis, pendiri gerakan ini sangat dekat dengan kelompok radikal seperti NII (Negara Islam Indonesia), MMI (Majelis Mujahidin Indonesia) dan memiliki rekam jejak dalam kasus terorisme," kata Direktur Pencegahan BNPT, Brigjen R Ahmad Nurwakhid dalam keterangannya, Selasa (31/5/2022) lalu.
Nurwakhid mengungkapkan bahwa genealogi Khilafatul Muslimin itu sendiri sejatinya tidak bisa dilepaskan dari NII. Sebab sebagian besar tokoh kunci dalam gerakan tersebut merupakan mantan NII.
"Pendiri dan pemimpinnya adalah Abdul Qadir Hasan Baraja mantan anggota NII sekaligus salah satu pendiri Pondok Pesantren Al Mukmin Ngruki bersama Abu Bakar Baasir (ABB) dan lainya, serta ikut ambil bagian dalam Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) tahun 2000," ungkap Nurwakhid.
Saat ini, Abdul Qadir telah ditetapkan sebagai tersangka. Dia diduga melanggar Undang-Undang tentang organisasi masyarakat dan juga Undang-Undang nomor 1 tahun 1946 yang dapat menimbulkan keonaran.