Polisi Ungkap Ormas Khilafatul Muslimin tak Terdaftar di Kemenkumham Tapi Terdaftar sebagai Yayasan
Hengki juga menyebut, untuk status ormas Khilafatul Muslimin tidak terdaftar resmi di Kementerian Hukum dan HAM.
Editor: Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyelidikan terhadap organisasi Khilafatul Muslimin pascapenangkapan Abdul Qadir Baraja di Lampung, Selasa (7/6/2022) masih dilakukan polisi.
Dalam penyelidikan sementara, Abdul Qadir diketahui sebagai pimpinan tertinggi dalam organisasi yang disebut berhaluan Khilafah.
Selain itu, organisasi Khilafatul Muslimin kerap mengadakan agenda rutin yakni Konvoi Syiar Khilafah dengan berkendara sepeda motor seperti yang terjadi di Jakarta beberapa pekan lalu.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi mengatakan penangkapan Abdul Qadir Hasan Baraja selaku pimpinan tertinggi dan pendiri Khilafatul Muslimin merupakan langkah awal bagi polisi melakukan penyelidikan lebih mendalam.
Sebab, pernyataan pimpinan Khilafatul Muslimin yang menyatakan mendukung Pancasila dan NKRI bertolak belakang dengan aktivitas sesungguhnya.
Hengki juga menyebut, untuk status ormas Khilafatul Muslimin tidak terdaftar resmi di Kementerian Hukum dan HAM.
Namun, kelompok ini hanya terdaftar sebagai yayasan.
"Ormas secara keseluruhan Khilafatul Muslimin ini tidak terdaftar. Tapi ada Yayasan Khilafatul Muslimin, dan ini kami masih dalam rangka sidik berkesinambungan," tutur Kombes Hengki Haryadi dalam konferensi pers, Selasa (7/6/2022).
Hengki mengatakan kantor pusat ormas Khilafatul Muslimin berada di Teluk Betung, Bandar Lampung.
Di lokasi itu Abdul Qadir ditangkap polisi pada pagi hari tadi sekitar pukul 06.30 WIB kemarin.
"Untuk kantor pusatnya di Bandar Lampung."
"Tetapi pendirian ormas yang berbadan usaha itu ada di Bekasi di wilayah hukum Polda Metro Jaya."
"Ini saling berkaitan dan ini akan kita kembangkan terus dalam proses penyidikan," ujar Hengki.
Apalagi cabang Khilafatul Muslimin memiliki 23 kantor yang tersebar di seluruh Indonesia.
"Ini organisasi cukup besar, ada 23 kantor wilayah, ada 3 daulah."
"Ada di Sumatera, kemudian Jawa, termasuk wilayah timur," kata Hengki.
"Tapi, pendirian ormas yang berbadan usaha ada di wilayah hukum Polda Metro Jaya. Artinya tidak bisa dianggap sederhana," katanya.
Abdul Qadir Baraja telah ditetapkan sebagai tersangka. Dia dijerat dengan Pasal 59 ayat 4 juncto Pasal 82 ayat 2 UU RI Nomor 16 Tahun 2017 tentang Ormas dan Pasal 14 ayat 1 dan ayat 2 dan atau Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dengan ancaman maksimal 20 tahun penjara.(*)