Isi Pidato Ridwan Kamil saat Melepas Kepergian Eril Terakhir Kalinya
Setelah jenazah Eril dikubur, Ridwan Kamil sang ayah, membacakan pidatonya yang berisikan tentang sosok Emmeril Khan Mumtadz.
Penulis: Arif Tio Buqi Abdulah
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Jenazah Emmeril Khan Mumtadz atau Eril dimakamkan di Cimaung, Jawa Barat, Senin (13/6/2022).
Acara pemakaman dihadiri oleh banyak orang, termasuk warga Cimaung yang merupakan kampung halaman Atalia Praratya, ibunda Eril.
Prosesi pemakaman Eril disiarkan secara langsung melalui YouTube Humas Jabar.
Setelah jenazah Eril dikubur, Ridwan Kamil membacakan pidatonya yang berisikan tentang sosok Emmeril Khan Mumtadz.
Dalam pidato itu, Ridwan Kamil mengaku kehilangan Eril tanpa ada kepastian selama dua pekan merupakan waktu yang sangat panjang.
Namun di balik itu, Ridwan Kamil mengaku memperoleh pelajaran terkait hilangnya Eril yaitu kehidupan putra sulungnya yang singkat, tetapi dianggap penuh manfaat.
Baca juga: Ridwan Kamil Minta Maaf Jika Prosesi Pemakaman Eril Ganggu Perjalanan Masyarakat
Baca juga: Cium Peti Jenazah Eril Sebelum Dimakamkan, Atalia: Keikhlasan Bentuk Cinta Tertingi Kami padamu Eril
Berikut isi pidato Ridwan Kamil saat melepas kepergian Eril untuk terakhir kalinya.
Izinkan saya menyampaikan sepenggal rasa cinta, siapa itu Eril dan apa hikmah dari kepergian Eril.
Empat belas hari bisa terasa pendek dalam hidup rutin yang sehari-hari, tapi 14 hari ini menjadi begitu panjang dalam kehidupan kami. Kami bertanya-tanya mengapa harus selama ini ya Allah, mengapa tidak lebih cepat agar semua lekas berlalu, supaya kami yang hidup tidak terlalu lama mengharu biru, tapi waktu adalah rahasia Allah yang mustahil bisa dipecahkan apalagi menyangkut tentang kelahiran dan kematian.
Waktu adalah relatif, begitulah kata orang orang yang arif, dan akhirnya kami menerimanya dengan hati yang lapang, sebab kami bisa menemukan banyak sekali petunjuk yang terang.
Dalam rentang 14 hari yang sejujurnya sangat melelahkan, namun kami pun mendapat banyak pelajaran dan menerima kearifan.
Tentang hidup Eril yang secara kasat mata rasanya terlalu singkat, tapi setelah dicermati ternyata kehidupannya sangat padat penuh manfaat.
Dua puluh tiga tahun mungkin belum cukup untuk menghasilkan karya-karya yang besar, namun terbukti ternyata memadai untuk menjadi manusia yang dicintai dengan akbar.
Kami belajar tentang hidup yang tidak semata terdiri atas lamanya hari, tapi tentang tiap hela napas yang dipakai berbuat baik walau kecil dalam sehari-hari.