Sigit Reliantoro: Perjalanan 5 Dekade Pengelolaan Lingkungan Hidup Indonesia
Memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia tahun ini, Indonesia mengambil tema 'Satu Bumi untuk Masa Depan'.
Penulis: Johnson Simanjuntak
Editor: Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hari Lingkungan Hidup Sedunia (World Environment Day) ditetapkan Majelis Umum PBB dari peristiwa Konferensi Stockholm, Swedia pada 5-6 Juni 1972 dengan tema 'Only One Earth'.
Lima puluh tahun kemudian, pada tahun 2022, kembali diperingati dengan tema yang sama 'Only One Earth', dengan fokus 'Living Sustainably in Harmony with Nature'.
Memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia tahun ini, Indonesia mengambil tema 'Satu Bumi untuk Masa Depan'.
Mengisi peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia tahun ini, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bekerjasama dengan para pihak menyelenggarakan kegiatan yang bertujuan mendorong tumbuhnya gerakan masyarakat untuk semakin cinta lingkungan.
Baca juga: Peringati Hari Lingkungan Hidup Sedunia, KLHK Gandeng Komunitas Bike to Work
"Kita mengadakan kegiatan seperti bersih sungai yang dipusatkan di Sungai Ciliwung, bike to work pada momen Car Free Day Jakarta, pameran lingkungan disertai rangkaian talkshow yang mengangkat tema menjaga lingkungan, serta puncak peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia di Persemaian Rumpin yang dihadiri oleh Presiden Joko Widodo," ujar Sigit Reliantoro, Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) dalam Media Briefing di Jakarta, Senin (13/6/2022).
Sigit mengatakan 2022 menjadi momen penyelenggaraan pertemuan internasional Stockholm +50 di Swedia yang menandai 50 tahun Konferensi Stockholm.
Pertemuan ini mengundang Kepala Negara dan Menteri Lingkungan Hidup sedunia untuk mengembalikan semangat Stockholm untuk di refleksikan relevansinya pada kondisi sekarang dan pada muatan berbagai perjanjian multilateral internasional.
Baca juga: KLHK Minta BPOM Perhatikan Dampak Lingkungan Akibat Kemasan Produk Pangan
Konferensi Stockholm tahun 1972 telah meletakkan dasar pengaturan global mengenai perlindungan lingkungan dan dalam hubungan pembangunan dengan alam dan manusia.
Hingga saat ini, perjalanan pembangunan lingkungan hidup di Indonesia selama 50 tahun dapat terlihat refleksinya dalam catatan konvensi internasional, regulasi dan kelembagaan nasional, serta progres dan capaian kondisi pembangunan lingkungan pada setiap dekade di Indonesia.
Pada dekade pertama (1972-1982), Deklarasi Stockholm menandai dialog pertama negara industri dan negara berkembang yang membahas pertumbuhan ekonomi, pengendalian pencemaran, dan kelangsungan hidup manusia di seluruh dunia, sekaligus menandai ditetapkannya 5 Juni sebagai Hari Lingkungan Hidup Sedunia dan Pembentukan United Nations on Environment Programmes (UNEP).
Pada Dekade Kedua (1982-1992), diawali dengan berkumpulnya komunitas negara-negara dunia di Nairobi dari 10 – 18 Mei 1982 untuk memperingati ulang tahun kesepuluh the United Nations Conference on the Human Environment.
Baca juga: KLHK Tangkap V, Perusak Hutan Konservasi Tahura Bukit Mangkol Bangka
Selanjutnya Earth Summit di Rio de Janeiro, Brazil pada tahun 1992 mengawali Dekade Ketiga (1992-2002), dengan lahirnya Deklarasi Rio de Janeiro yang terdiri dari 26 azas.
Prinsip pembangunan berkelanjutan (forestry principle, agenda 21, framework convention on climate change, dan biological diversity) lahir pada dekade ini.
Pada Dekade Keempat (2002-2012), ditandai dengan Deklarasi Johannesburg, yang merupakan hasil dari World Summit on Sustainable Development di Johannesburg, Afrika Selatan, diselenggarakan pada 2–11 September 2002.
Selain itu, juga melahirkan Johannesburg Plan of Implementation yang merupakan cetak biru tindakan komprehensif yang akan diambil secara global, nasional dan regional oleh berbagai organisasi, aktor, kelompok besar dan komunitas lokal untuk melindungi lingkungan alam yang terkena dampak langsung oleh manusia.
Di Indonesia, secara nasional, dekade ini juga ditandai dengan terbitnya UU Nomor 21 Tahun 2004 tentang Pengesahan Cartagena Protocol On Biosafety, UU Nomor 47 Tahun 2005 tentang Pengesahan Basel Convention on Transboundary Movement on Hazardous Wastes and Their Disposal.
Kemudian UU Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, UU Nomor 19 Tahun 2009 tentang Pengesehan Stockholm Convention on Persisten Organic Pollutants, Perubahan UU Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup menjadi Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Lalu, Pembentukan Saka Kalpataru, dan Pembentukan Hakim Lingkungan.
Dekade Kelima (2012-2022), era Presiden Joko Widodo (akhir 2014-hingga saat ini di tahun 2022) dalam kepemimpinan aspek pembangunan bidang lingkungan hidup dan kehutanan aktualiasasi lebih mengemuka, didorong oleh tantangan global yang semakin besar dalam Paris Agreement, agenda perubahan iklim pada aspek-aspek kebijakan sector dan mobilisasi sumberdaya, keuangan, teknologi dan investasi dengan prinsip kemitraan dan berorientasi hijau.
Pada perjalanan pembangunan lingkungan hidup Dekade Kelima ini (Stockholm+50), tercatat beberapa kondisi yang semakin nyata mendekati sasaran pembangunan lingkungan hidup dengan ciri-ciri: kejelasan arah pembangunan lingkungan (Upaya memperbaiki kondisi lingkungan, orientasi green economy); Keberadaan instrumen yang jelas dan konkret; Kebijakan tentang gambut dan mangrove; Upaya keterlibatan masyarakat; dan Pola investasi pemulihan lingkungan dalam kerja sama pemerintah, badan usaha dan masyarakat.
Selain itu juga terlihat dari lahirnya berbagai kebijakan terkait lingkungan hidup, antara lain: Undang-Undang 16 Tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement To The United Nations Framework Convention On Climate Change; Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2017 tentang Pengesahan Minamata Convention; Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, yang di dalamnya juga menekankan pentingnya aspek kelestarian lingkungan hidup dan kehutanan dalam proses kemudahan berusaha dan perluasan kesempatan kerja.