Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Ahli Hukum: Internalisasi Nilai Pancasila Dibutuhkan Dalam Perumusan Kebijakan

Ahli Hukum dan Kebijakan Publik Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Kris Wijoyo Soepandji menyebut masa depan bangsa Indonesia ditentukan oleh perli

Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Whiesa Daniswara
zoom-in Ahli Hukum: Internalisasi Nilai Pancasila Dibutuhkan Dalam Perumusan Kebijakan
Pixabay/qimono
Ilustrasi hukum 

Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ahli Hukum dan Kebijakan Publik Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Kris Wijoyo Soepandji menjelaskan bahwa masa depan bangsa Indonesia ditentukan oleh perlindungan sektor-sektor strategis.

Perumusan kebijakan yang berkaitan dengan sektor strategis, menurut Kris, harus berpihak dan mendukung kepentingan nasional.

“Dalam kebijakan hukum, kepentingan nasional, itu yang paling utama. Tugas hukum tujuannya menciptakan harmoni di masyarakat, jangan sampai sebaliknya,” ujar Kris melalui keterangan tertulis, Rabu (15/6/2022).

Hal tersebut diungkapkan oleh Kris dalam Webinar "Pancasila Membangun Manusia, Bangsa, dan Dunia" yang digelar Pusat Kajian (Puska) Hukum dan Pancasila Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Kris menyebutkan bahwa sektor-sektor strategis yang berkontribusi besar pada negara seringkali mendapat tekanan dari beberapa pihak.

Menurutnya, perlu dicari solusi atas polemik terhadap perumusan kebijakan di sektor tersebut yang mengakomodir kepentingan semua pihak yang terlibat.

Berita Rekomendasi

Jangan sampai, lanjut Kris, pemerintah hanya mendengarkan suara dari satu pihak yang memiliki kepentingan tertentu.

“Gula adalah komoditi yang penting, tapi sekarang jadi (dianggap) bahaya bagi kesehatan dan punya (dampak) adiksi yang besar."

"Pertanyaannya, apakah mungkin gula dihilangkan? Kelapa sawit juga mengganggu alam, tapi gimana caranya agar tidak mengganggu alam namun tetap memberi nafkah para petani? Itu yang harus dicari (solusinya)."

"Masalah cengkeh dan tembakau dikatakan merusak kesehatan. Itu betul, tapi bagaimana (dengan nasib) orang yang hidup di sana, seperti petani?” jelas Kris.

Menanggapi hal ini, menurut Kris, dibutuhkan internalisasi nilai-nilai Pancasila dalam proses perumusan kebijakan agar produk hukum yang dibuat dapat merepresentasikan kepentingan nasional dan menciptakan harmoni pada tatanan masyarakat.

Menurut Kris, faktor hukum dan etika (legal and ethical advantages) adalah faktor penentu yang dapat memenangkan persaingan global di masa depan.

“Pertarungan masa depan itu tak lain tak bukan adalah legal and ethical advantage. Kalau Pancasila itu dikecilkan nilainya, itu bagian dari kekalahan secara legal,” kata Kris. 

Dalam kesempatan yang sama, Peneliti Pusat Kajian Hukum dan Pancasila FH-UI, Bono Budi Priambodo, menjelaskan bahwa seharusnya hubungan antara pemerintah dengan masyarakat bersifat dua arah.

Sehingga dalam proses perumusan kebijakan, pemerintah harus melibatkan masyarakat yang memiliki kepentingan. Menurut Bono, regulasi harus dibuat atas dasar kepentingan semua pihak.

“Pengaturan ini adalah masalah bersama. Harusnya sama-sama duduk bareng, membicarakan kepentingan masing-masing, menemukan kesamaan tujuan yang ingin dicapai. Ini yang disebut smart regulation,” ujar Bono.

Pelibatan masyarakat atau stakeholder terkait perumusan kebijakan, menurut Bono, merupakan implementasi nilai Pancasila yang seharusnya menjadi budaya bangsa Indonesia, yaitu musyawarah untuk mendapatkan hasil yang mufakat.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas