Desak Aturan Kampanye 75 Hari Dicabut, Partai Buruh: Pemilu Tidak Bersih
Partai Buruh meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) agar mencabut aturan masa kampanye 75 hari.
Editor: Johnson Simanjuntak
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fersianus Waku
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Buruh meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) agar mencabut aturan masa kampanye 75 hari.
Ketua Partai Buruh, Said Iqbal mengatakan, aturan masa kampanye tersebut telah melanggar undang-undang (UU).
"Kami meminta KPU mencabut (aturan) masa kampanye 75 hari karena KPU berbahaya sekali melanggar UU," kata Said kepada wartawan di depan Gedung DPR RI, Jakarta Pusat, Rabu (15/6/2022).
Sebab menurutnya, dalam UU disebutkan bahwa masa kampanye berlangsung selama 7 hingga 9 bulan sejak ditetapkan daftar pemilih tetap (DPT).
Selain itu, Said juga menyoalkan KPU yang telah bersepakat dengan pemerintah dan DPR terkait masa kampanye ini.
Pasalnya, kata dia, pemerintah dan DPR juga merupakan peserta Pemilu.
"Kok KPU bersepakat dengan peserta Pemilu, bagaimana dengan Parpol baru termasuk Partai Buruh, bagaimana dengan Parpol non Parlemen," ucap Said.
Baca juga: Tak Peduli Aksi Demo Buruh Didengar DPR Atau Tidak, Kalau Punya Hati Nurani, Silakan Keluar
Karena itu, ia menilai bahwa KPU tidak berlaku, Pemilu tidak bersih dan tidak jujur dan adil (Jurdil).
"Berarti KPU sudah tidak berlaku, Pemilu tidak bersih, Pemilu tidak Jurdil," ungkap Said.
Sebagai informasi, sejumlah massa buruh yang tergabung dalam Partai Buruh menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR RI hari ini.
Adapun beberapa tuntutan buruh, di antaranya:
1. Tolak revisi UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP);
2. Tolak omnibus law UU Cipta Kerja;
3. Tolak masa kampanye pemilu hanya 75 hari, tapi harus 9 bulan sesuai Undang-Undang;
4. Sahkan RUU Pekerja Rumah Tangga (PPRT); dan
5. Tolak liberalisasi pertanian melalui World Trade Organization (WTO).