Kepala BNPT: Ujaran Kebencian Jadi Pintu Masuk Intoleransi yang Mengarah pada Terorisme
Komjen Boy Rafli Amar menyoroti meningkatnya skala ujaran kebencian seiring kemajuan teknologi dan merebaknya media sosial.
Penulis: Malvyandie Haryadi
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Badan Nasional Pemberantasan Terorisme (BNPT) Komjen Boy Rafli Amar menyoroti meningkatnya skala ujaran kebencian seiring kemajuan teknologi dan merebaknya media sosial.
Kepala BNPT itu mengkhawatirkan fenomena tersebut akan membelah bangsa dan mengikis nilai-nilai persatuan dan kesatuan yang menjadi perekat bangsa Indonesia selama ini.
Hal tersebut menjadi bagian yang ditekankan Kepala BNPT Komjen Boy Rafli Amar, seiring pencanangan Hari Internasional untuk Melawan Ujaran Kebencian (International Day for Countering Hate Speech) yang diperingati oleh PBB untuk pertama kalinya pada Sabtu (18/6/2022) ini.
Boy meminta seluruh warga masyarakat untuk benar-benar menghindari, menjauhi dan menangkal perilaku buruk tersebut.
“Ujaran kebencian menjadi pintu masuk intoleransi, diskriminasi dan kekerasan yang dapat mengarah pada terorisme” tegas Boy Rafli dalam keterangan tertulisnya kepada media Sabtu (18/6/2022).
Baca juga: Antisipasi Ancaman Terorisme, BNPT Matangkan Persiapan Pengamanan KTT G20
Boy mengatakan meski kian menjadi wacana popular akibat skalanya yang terus naik, ujaran kebencian sebenarnya bukan hal baru.
Sejak lama disadari selalu ada unsur-unsur di masyarakat yang melakukan hal tersebut disebabkan keterbatasan pemikiran atau kurangnya kemampuan untuk menjaga diri.
Tetapi seiring kemajuan teknologi komunikasi dan budaya baru media sosial, ujaran kebencian bisa dilakukan dengan massif dan menyentuh masyarakat paling bawah dengan skala sangat luas.
“Akibatnya, dampaknya pun tak lagi bisa diperkirakan. Sebuah ujaran kebencian mungkin saja tidak langsung memantik kerusuhan. Bisa tertahan karena kewaspadaan semua pihak. Namun kebencian yang tercipta sangat mungkin mengendap menjadi bara api yang sewaktu-waktu, pada saat yang paling buruk, bisa memantik api dan meledakkan kerusuhan,” kata Boy.
Karena itu, Boy menegaskan, seharusnya tak ada toleransi untuk ujaran kebencian karena dampaknya yang dapat merusak perdamaian dan pembangunan, menjadi dasar konflik dan ketegangan, dan menjadi sebab terjadinya pelanggaran hak asasi manusia dalam skala luas.
Mengulas adanya kritik sebagian kalangan yang memaknai ujaran kebencian sebagai ‘istilah karet’, Boy menegaskan bahwa hal tersebut sama sekali tidak benar.
Ia mengutip definisi tegas tentang ujaran kebencian sebagaimana disepakati Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB).
Ujaran kebencian, kata Boy mengutip definisi PBB, adalah “segala jenis komunikasi dalam ucapan, tulisan atau perilaku, yang menyerang atau menggunakan bahasa yang merendahkan atau diskriminatif dengan mengacu pada seseorang atau kelompok berdasarkan siapa mereka, dengan kata lain, berdasarkan agama, etnis, kebangsaan, ras, warna kulit, keturunan, jenis kelamin atau faktor identitas lainnya”.
“Itu definisi yang jelas dan tidak karet atau bisa dipakai semena-mena hanya untuk alasan pragmatis tertentu,”kata Boy.
Tidak hanya menengarai skalanya yang terus membesar dan meluas, menurut Boy PBB juga telah menyadari bahaya kerusakan yang ditimbulkannya.
”Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, sampai mengatakan bahwa karena ujaran kebencian merupakan bahaya bagi semua orang, maka memeranginya pun harus menjadi tanggung jawab semua orang yang beradab,” kata Boy mengutip pernyataan Sekretaris Jenderal PBB.
Untuk itu Boy meminta agar semua pihak, termasuk para pendidik, alim ulama, tokoh agama dan tokoh masyarakat, agar segera mengingatkan bahaya ujaran kebencian yang dapat menghasut kekerasan, merusak kohesi sosial dan toleransi, dan menyebabkan kerugian psikologis, emosional, dan fisik bagi siapa pun yang terkena dampak.
Hal itu menurutnya bisa dilakukan dengan sedini mungkin menanamkan sikap toleransi, mempromosikan dialog antaragama dan antarbudaya, dalam melawan ujaran kebencian tersebut.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.