Asosiasi Depot Air Minum Yakini Pelabelan BPA Pada Galon Dorong Pertumbuhan UMKM
Menurut Ketua Apdamindo Budi Darmawwan pelabelan BPA bertujuan untuk melindungi konsumen dan para pelaku AMDK pun bisa meraup untung.
Penulis: Bardjan
Editor: Firda Fitri Yanda
TRIBUNNEWS.COM - Regulasi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengenai pelabelan risiko bisfenol A atau BPA pada produk galon air berbahan polikarbonat menimbulkan kontra, termasuk dari industri air minum dalam kemasan (AMDK).
Beredar pandangan bahwa pelabelan tersebut dapat memukul bisnis kecil, termasuk depot air isi ulang.
Namun, Ketua Umum Asosiasi Pemasok dan Distributor Depot Air Minum Indonesia (Apdamindo), Budi Darmawan, menepis isu tersebut.
Regulasi pelabelan Bisfenol A (BPA), menurutnya, bertujuan untuk melindungi konsumen. Di samping itu, dunia bisnis justru bisa meraup keuntungan dengan mengadaptasi penerapan regulasi BPOM tersebut.
"Sejak awal kami sudah menyatakan dukungan kami ke BPOM," kata Budi, dikutip dari rilis yang diterima Tribunnews, Rabu (22/6/2022)
Budi melanjutkan, "Kami melihat bahwa pelabelan tersebut pada dasarnya demi keamanan konsumen dan dunia usaha justru mendapatkan keuntungan dari adaptasi value chain bisnis itu sendiri."
Industri AMDK merupakan sektor usaha yang telah berumur lebih dari 50 tahun. Untuk itu, tambah Budi, wajar jika terjadi perubahan yang sifatnya disruptif, semisal pelabelan BPA pada galon air minum berbahan polikarbonat yang mendominasi pasar.
"Unsur kepastian akan rasa aman bagi konsumen itu selayaknya menjadi prioritas dalam memproduksi pangan terkemas. Konsumen akan memilih produk yang mampu beradaptasi," ujarnya.
Sebagai induk organisasi 60 ribu depot air minum di Indonesia, Budi menyatakan bahwa Apdamindo siap mengantisipasi peningkatan kepedulian konsumen akan keamanan produk, salah satunya dengan ikut mensosialisasikan kebijakan pemerintah soal bahaya BPA pada galon polikarbonat.
![Budi Darmawan, Ketua Umum Asosiasi Pemasok dan Distributor Depot Air Minum Indonesia.](https://cdn-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/budi-darmawan-ketua-umum-asosiasi-pemasok-dan-distributor-depot-air-minum-indonesia.jpg)
"Karena ini terkait dengan kebiasaan masyarakat, tentunya perlu waktu untuk berubah," ujarnya lagi.
Seperti yang diketahui, usaha depot air minum adalah bisnis skala kecil yang berkontribusi cukup besar dalam pangsa pasar air kemasan dalam 23 tahun terakhir.
Meski begitu, Budi mengungkapkan bahwa pelabelan galon BPA tidak akan berpengaruh pada bisnis depot air. Model bisnis depot air adalah penyediaan air minum curah yang praktis dan aman untuk konsumen yang memiliki dan membawa wadahnya sendiri.
"Sepanjang konsumen itu sendiri menyadari kondisi wadahnya, maka pihak depot akan mengisi dengan air minum sesuai standar kesehatan," katanya.
Galon yang mengandung BPA rajai pasar
Deputi Bidang Pengawasan Pangan BPOM Rita Endang mengatakan, lebih dari 50 juta warga Indonesia sehari-harinya mengkonsumsi produk AMDK bermerek.
Rita menyebutkan, dari total 21 miliar liter produksi industri air kemasan per tahunnya, 22 persen di antaranya beredar dalam bentuk galon guna ulang. Kabar buruknya, dari total galon guna ulang tersebut, 96,4 persennya berbahan polikarbonat sehingga mengandung BPA.
"Hanya 3,6 persen yang PET (Polietilena tereftalat). Inilah alasan kenapa BPOM memprioritaskan pelabelan risiko BPA pada galon guna ulang,” sambung Rita.
Regulasi pelabelan risiko BPA yang telah digulirkan sejak November 2021 tersebut kini telah memasuki fase pengesahan.
Sebagai informasi, rancangan regulasi tersebut mencakup kewajiban bagi produsen galon air minum kemasan berbahan polikarbonat untuk mencantumkan label peringatan "Berpotensi Mengandung BPA" pada kemasannya, terhitung tiga tahun sejak pengesahan aturan.
Hal ini bertujuan agar masyarakat mendapatkan haknya untuk mengetahui informasi mengenai produk yang mereka konsumsi, atau dengan kata lain, untuk memberikan perlindungan terhadap konsumen.
Dalam “Sarasehan Upaya Perlindungan Kesehatan Masyarakat Melalui Regulasi Pelabelan Bisfenol A (BPA) Pada Air Minum Dalam Kemasan (AMDK)”, Selasa (7/6/2022), Kepala BPOM Penny K. Lukito menyebut, pelabelan BPA adalah murni upaya perlindungan pemerintah atas kesehatan masyarakat.
“Pelabelan juga untuk mengantisipasi munculnya gugatan hukum terkait keamanan produk air kemasan yang tertuju pada pemerintah dan kalangan produsen di masa datang,” ungkapnya.
Dalam sarasehan tersebut, BPOM juga memaparkan berbagai risiko penyakit akibat paparan BPA pada galon guna ulang yang beredar luas di masyarakat.
Pertama, BPA memicu terganggunya sistem hormon tubuh, terutama hormon reproduksi. Terlebih akibat paparan BPA yang berpindah dari kemasan pangan.
Gangguan sistem hormon tersebut utamanya berdampak pada sistem reproduksi, baik pada pria dan wanita. Gangguan tersebut dapat menyebabkan kemandulan, menurunnya jumlah dan kualitas sperma, feminisasi pada janin laki-laki, gangguan libido, hingga sulit ejakulasi.
Risiko kesehatan lain akibat paparan BPA adalah penyakit tidak menular, seperti diabetes melitus dan obesitas, gangguan sistem kardiovaskular, gangguan ginjal kronis, kanker prostat, dan kanker payudara.
Selain itu, masih ada efek serius berupa gangguan perkembangan kesehatan mental dan autisme pada anak-anak.