Bagaimana Nasib Gugatan Ganja Medis Usai Cerita Ibu Santi Viral? Ini Penjelasan MK
Mahkamah Konstitusi (MK) memberikan penjelasan mengenai perkembangan uji materi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) memberikan penjelasan mengenai perkembangan uji materi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Terlebih, Santi Warastuti seorang ibu asal Yogyakarta menyurati MK karena gugatan ganja untuk medis tidak kunjung diputus.
Santi merupakan salah satu pemohon uji materi UU 35/2009 tentang Narkotika supaya Golongan I (yang didalamnya termasuk tanaman ganja) dapat digunakan untuk keperluan medis, sehingga sang putri, Pika, yang menderita celebrasy palsy bisa segera mendapat terapi ekstrak minyak ganja.
Dijelaskan Juru Bicara MK Fajar Laksono, uji materi UU Narkotika saat ini masih dalam pembahasan hakim konstitusi.
"Perkara itu saat ini sedang dalam proses pembahasan internal setelah sidang terakhir digelar pada 7 Maret 2022 dan penyerahan kesimpulan pada 22 Maret 2022. Maret hingga kini proses pembahasan merupakan waktu yang wajar untuk pembahasan perkara," jelas Fajar kepada Tribunnews.com, Selasa (28/6/2022).
Baca juga: Wapres Maruf Amin Minta MUI Buat Fatwa Pedoman Ganja Medis
Fajar mengatakan, perkara dengan nomor 106/PUU-XVIII/2020 memang teregistrasi sejak 19 November 2019.
Menurutnya, persidangan perkara uji materi UU Narkotika cukup panjang karena prosesnya yang mencapai 12 kali sidang.
Lima sidang di antaranya beragendakan mendengarkan keterangan ahli/saksi yang diajukan oleh para pemohon.
"Bukan berarti didiamkan, bukan pula digantung, apalagi dilama-lamain, tapi karena memang proses persidangan secara natural berjalan lumayan panjang," kata Fajar.
Dituturkan Fajar, lama tidaknya penyelesaian suatu perkara pengujian undang-undang (PUU) tak hanya bergantung semata-mata pada MK, melainkan juga ditentukan para pihak lainnya.
"Misalnya, semakin banyak pemohon mengajukan ahli untuk didengar keterangannya dalam persidangan, walaupun semakin lengkap informasinya, tapi konsekuensinya semakin panjang waktu yang dibutuhkan," tutur dia.
Kendati demikian, Fajar tidak mengetahui kapan uji materi UU Narkotika akan diputuskan.
"Saya tidak bisa memprediksi, karena itu wilayah hakim, bergantung dinamika pembahasannya," ujarnya.
Sosok Santi Warastuti menjadi sorotan usai unggahan foto mengenai aksinya dalam Car Free Day (CFD) Bundaran HI Jakarta pada Minggu (26/6/2022) viral di media sosial.
Melalui akun Twitter pribadinya, penyanyi Andien Aisyah mengunggah foto Santi yang membawa poster besar bertuliskan "Tolong, anakku butuh ganja medis" di tengah keramaian warga.
Dalam aksi tersebut Santi terlihat didampingi seorang pria paruh baya bersama seorang anak yang tergolek lemah di stroller.
Rupanya, anak itu adalah Pika, buah hati Santi dan suaminya yang mengidap cerebral palsy atau gangguan yang memengaruhi kemampuan otot, gerakan, hingga koordinasi tubuh seseorang.
Usut punya usut, aksi ini bertujuan untuk mendesak hakim MK segera memutuskan gugatan uji materi terhadap Undang-Undang 35/2009 tentang Narkotika yang ia mohonkan.
Santi bersama suaminya Sunarta dan anaknya Pika datang dari Yogyakarta ke Jakarta untuk menyampaikan surat harapan ke MK terkait ini.
Pasalnya, sudah hampir dua tahun MK tak juga memutuskan perkara uji materi tersebut.
Padahal, Pika yang mengidap cerebral palsy membutuhkan terapi minyak biji ganja atau CBD oil untuk mengupayakan kesembuhannya.
Gugatan uji materi UU 35/2009 tentang Narkotika dilayangkan Santi ke MK bersama dua ibu lainnya pada November 2020.
Anak dari kedua ibu tersebut juga tidak dalam kondisi sehat karena masing-masing menderita pneumonia dan epilepsi.
Dalam gugatannya ke MK, ketiga ibu mempersoalkan penjelasan Pasal 6 Ayat (1) huruf a dan Pasal 8 Ayat (1) UU Narkotika yang melarang penggunaan ganja untuk pelayanan kesehatan.
Pasal ini dianggap merugikan hak konstitusional pemohon karena menghalangi mereka untuk mendapatkan pengobatan bagi sang buah hati.
Oleh karenanya, ketiganya ingin MK melegalkan penggunaan narkotika golongan I agar buah hati mereka bisa mendapat pengobatan.
Selain tiga ibu tersebut, beberapa lembaga lainnya juga ikut menjadi penggugat dalam perkara ini, yakni ICJR, LBH Masyarakat, IJRS, Yakeba, dan EJA.