Pakar Hukum Pidana Soroti Dasar Hukum Kejagung Tetapkan Tom Lembong Tersangka Kasus Impor Gula
Chairul Huda menyoroti lemahnya dasar hukum atas penetapan Tom Lembong sebagai tersangka kasus dugaan korupsi impor gula periode 2015-2016.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia (UI), Chairul Huda menyoroti lemahnya dasar hukum atas penetapan Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong sebagai tersangka kasus dugaan korupsi impor gula periode 2015-2016.
Mengingat belum adanya alat bukti berupa kerugian negara yang jelas dan terverifikasi.
Baca juga: Setelah Jadi Tersangka, Tom Lembong Disebut Tak Keberatan Kuasa Hukumnya Ditunjuk oleh Kejagung
Klaim kerugian negara sebesar Rp 400 miliar dari Kejaksaan Agung (Kejagung) baru disampaikan pada 9 November 2024, sementara penetapan tersangka terhadap Tom Lembong diumumkan pada 29 Oktober.
"Ketika menetapkan orang sebagai tersangka itu, bukti, termasuk alat bukti kan dengan kerugian keuangan negara," ujar Chairul Huda kepada wartawan, Selasa (19/11/2024).
Padahal kata Chairul, berdasarkan Pasal 21 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) melakukan penahanan terhadap seseorang harus didahului dengan bukti permulaan yang cukup.
Sehingga menurutnya, jika kondisinya demikian maka status tersangka tersebut ditetapkan terlalu prematur.
"Jadi sekali lagi, tergambar lah kalau memang eksposnya baru-baru kemarin ini tentang ada kerugian keuangan negara, penetapan tersangkanya prematur adalah seperti itu," jelas Chairul.
Selain itu, lanjutnya, terdapat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 21/PUU-XII/2014 yang menyatakan, penetapan tersangka harus didahului adanya minimal dua alat bukti.
Baca juga: Praperadilan Korupsi Impor Gula, Kubu Tom Lembong Minta Eks Mendag Rachmat Gobel Diperiksa
Putusan MK ini merupakan penjaminan hak asasi tersangka.
Jika yang diberlakukan sebaliknya, menurut Chairul, telah terjadi pelanggaran HAM dalam penetapan tersangka Tom Lembong.
"Nah ini tentu melanggar HAM. Undang-undang menentukan, KUHP menentukan, putusan MK 21 2014 menentukan cari dulu buktinya baru tetapkan tersangka. Ini, ya, tetapkan tersangka dulu baru cari bukti," jelas dia.
Berkenaan dengan ini, dirinya memandang wajar jika banyak pihak menilai kasus Tom Lembong sarat kepentingan atau tujuan politik alih-alih hukum.
"Menurut saya inilah kalau penyidikan, penetapan tersangka dan penahanan tidak dilakukan untuk tujuan hukum. Tapi untuk tujuan-tujuan lain di luar hukum, termasuk tujuan politik," ungkapnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.