PBNU Beri Pendampingan Hukum Dalam Proses Praperadilan Mardani Maming
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) bakal memberikan pendampingan hukum terhadap Bendahara Umum PBNU Mardani Maming.
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) bakal memberikan pendampingan hukum terhadap Bendahara Umum PBNU Mardani Maming.
Mardani Maming telah mengajukan gugatan praperadilan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
"Ya betul (praperadilan). Pendampingan hukum terhadap kader dan pengurus," ujar Sekretaris LPBH PBNU Hakam Ansho di Kantor PBNU, Jln Salemba, Jakarta Pusat, Selasa (28/6/2022).
Hakam memastikan PBNU bakal melakukan pendampingan hukum terhadap kadernya.
Pengurus PBNU, kata Hakam, telah menemui Maming beberapa hari yang lalu untuk membahas masalah hukum yang menjeratnya.
"Sudah beberapa hari yang lalu," tutur Hakam.
Baca juga: Mardani Maming Gugat Praperadilan, KPK Tegaskan Proses Penyidikan Sesuai Hukum Acara Pidana
Sebelumnya, Ketua Umum Ketua Umum Badan Pengurus Pusat (BPP) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Mardani H Maming menggugat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Sidang rencananya akan berlangsung Selasa (12/7/2022) pukul 10.00 WIB.
Gugatan praperadilan Bendahara Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu tercatat dengan nomor perkara 55/pid.prap/2022/pn jkt.sel.
Informasi mengenai penetapan status tersangka Maming diketahui dari Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), setelah KPK kedapatan mengajukan permohonan pencegahan terhadap Maming agar tidak bepergian ke luar negeri.
Maming bersama sang adik Rois Sunandar dicegah melakukan perjalanan ke luar negeri selama 6 bulan, terhitung sejak 16 Juni 2022 hingga 16 Desember 2022.
Dalam surat permohonan pelarangan ke luar negeri yang diajukan KPK kepada pihak Imigrasi Kemenkumham, disebutkan bahwa Maming sudah berstatus sebagai tersangka.
Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Kalimantan Selatan itu berstatus tersangka dalam kasus dugaan suap pemberian IUP di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.