Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Tuntutan Jaksa Berpengaruh Kuat Tentukan Berat Ringan Pidana Pada Perkara Narkotika

tuntutan jaksa berpengaruh sangat kuat terhadap hakim dalam menentukan berat atau ringannya pidana pada perkara narkotika.

Penulis: Gita Irawan
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Tuntutan Jaksa Berpengaruh Kuat Tentukan Berat Ringan Pidana Pada Perkara Narkotika
Tribunnews.com/Ilham Rian Pratama
Jaksa. Tuntutan Jaksa Berpengaruh Kuat Tentukan Berat Ringan Pidana Pada Perkara Narkotika 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penelitian Indonesia Judicial Research Society (IJRS) di antaranya menunjukkan tuntutan jaksa berpengaruh sangat kuat terhadap hakim dalam menentukan berat atau ringannya pidana pada perkara narkotika.

Penelitian tersebut bertajuk Disparitas dan Kebijakan Penanganan Perkara Tindak Pidana Narkotika di Indonesia: Studi Perkara Tindak Pidana Narkotika Golongan I tahun 2016-2020 (Pasal 111-116 dan pasal 127 UU Narkotika Nomor 35 Tahun 2009).

Peneliti IJRS Matheus Nathanael SH menjelaskan pengaruh tuntutan jaksa ke putusan hakim terkait perkara peredaran gelap narkotika melalui uji regresi berpengaruh sampai 74 persen.

Namun demikian ia mengatakan para peneliti belum mengetahui secara pasti apa penyebab kuatnya pengaruh tersebut.

Hal tersebut disampaikannya dalam Diseminasi Hasil Penelitian Disparitas dan Kebijakan Penanganan Perkara Tindak Pidana Narkotika di Indonesia yang digelar Indonesia Judicial Research Society (IJRS) di kanal Youtube IJRS TV pada Selasa (28/6/2022).

Baca juga: Jaksa Agung: Mayoritas Narapidana Penyalahgunaan Narkotika di Lapas Bukan Bandar atau Pengedar

"Ternyata pengaruh tuntutan jaksa ke putusan hakim itu sangat kuat. Dia berpengaruh sampai 74 % . Kita belum tahu pasti sebenarnya penyebabnya apa, tapi ini yang empiris terjadi sekarang," kata Matheus.

Selain tuntutan, kata dia, penelitian juga membedah pengaruh peran terdakwa ke berat ringannya pidana.

Berita Rekomendasi

Penelitian tersebut, kata dia, menunjukkan peran terdakwa berpengaruh 10,9 % terhadap putusan.

Sedangkan, barang bukti berpengaruh 30 % terhadap hakim dalam menentukan berat ringannya pidana terhadap terdakwa.

"Maksudnya begini, bisa saja ada terdakwa, perannya hanya kurir sebenarnya, bukan bandar. Dia hanya melakukan tindak pidana dari iming-iming jasa pengiriman. Dia tidak tahu peredaran gelap secara lengkap bagaimana," kata Matheus.

"Tapi karena dia membawa barang bukti lebih banyak, bisa saja dia dihukum lebih berat daripada yang barangkali produsen tapi waktu ditangkap memang barang buktinya sedikit. Kira-kira begitu logikanya kenapa barang bukti bisa berpengaruh lebih besar daripada peran terdakwa," lanjut dia.

Dalam perkara penyalahguna narkotika, kata dia, pengaruh tuntutan jaksa terhadap putusan hakim dalam menentukan berat ringannya pidana juga kuat meskipun lebih rendah dibandingkan pada perkara peredaran gelap narkotika.

Pengaruh tuntutan jaksa terhadap putusan hakim dalam menentukan berat ringannya pidana dalam perkara penyalahgunaan narkotika, kata dia, mencapai 56,4 % .

"Kalau yang di peredaran gelap itu sampai 74 % , di penyalahguna hanya 56,4 % ," lanjut dia.

Kepala BNN Komjen Pol Petrus R Golose  berserta jajaran menunjukan barang bukti saat pemusnahan narkotika jenis sabu dan Happy Five di Halaman BNN Kota Jakarta Utara, Kamis (9/6/2022). /Dok. BNN
Kepala BNN Komjen Pol Petrus R Golose berserta jajaran menunjukan barang bukti saat pemusnahan narkotika jenis sabu dan Happy Five di Halaman BNN Kota Jakarta Utara, Kamis (9/6/2022). /Dok. BNN (Tribunnews.com/Fandi Permana)

Dalam materi paparan yang ditampilkannya ada sejumlah hal yang menjadi latar belakang penelitian tersebut.

Pertama, perkara narkotika merupakan beban perkara terbanyak diperiksa dan diadili dalam sistem peradilan pidana Indonesia.

Kedua, inkonsistensi penerapan hukum serta penjatuhan hukuman yang tidak berdasar sangat rentan terjadi pada perkara narkotika.

Ketiga, perkara narkotika juga berdampak dan bersinggungan langsung dengan banyak pencari keadilan dan kerap kali menjadi sorotan masyarakat.

Penelitian tersebut membedah dua hal.

Pertama, fenomena disparitas pemidanaan pada perkara narkotika.

Kedua, fenomena inkonsistensi penerapan hukum pada perkara narkotika.

Penelitian tersebut meneliti putusan perkara narkotika yang diambil dari direktori putusan Mahkamah Agung tahun 2016 sampai 2020.

Lingkup penelitian tersebut ada dua yakni peredaran gelap narkotika khusus Golongan I (Pasal 111-116 UU Narkotika) dan penyalahguna (pasal 127 UU Narkotika).

Narkotika Golongan I dijadikan objek penelitian karena merupakan perkara paling banyak. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas